Partai Hijau Indonesia
Partai Hijau Indonesia Gelar Kongres Pertama secara Virtual
Selain menyusun Anggaran Dasar, para peserta Kongres berhasil menetapkan Presidium Nasional dan Majelis Pertimbangan PHI untuk periode 2021-2026.
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Partai Hijau Indonesia (PHI) menggelar kongres perdana secara virtual yang berakhir pada 7 Maret 2021.
Selain menyusun Anggaran Dasar, para peserta Kongres berhasil menetapkan Presidium Nasional dan Majelis Pertimbangan PHI untuk periode 2021-2026.
Adapun Presidium Nasional yang terpilih adalah Dimitri Dwi Putra, John Muhammad, Kristina Viri, Roy Murtadho dan Taibah Istiqamah. Sementara itu, Majelis Pertimbangan diisi oleh Anwar Maruf, Chairil Syah, Juli Ermiansyah Putra, Sapei Rusin dan Siti Maemunah.
Dalam kongres daring tersebut, PHI berusaha menjawab tantangan atas model organisasi yang hierarkis, sentralistis, birokratik, otoriter dan kurang berpihak pada kelompok perempuan serta kaum muda.
Upaya ini dilakukan demi tegaknya prinsip-prinsip politik hijau seperti: Kearifan Ekologis, Keadilan Sosial, Demokrasi Partisipatoris, Tanpa Kekerasan, Keberlanjutan dan Penghargaan terhadap Keberagaman.
Akibatnya, pembahasan Anggaran Dasar berlangsung dinamis, terutama terkait soal kepemimpinan, struktur dan tata kelola organisasi.
Kongres yang direncanakan hanya 2 hari (27-28 Februari 2021), akhirnya harus dilanjutkan hingga 7 Maret 2021 kemarin.
Baca juga: Zahrul, Presiden Partai Atjeh Hijau
Baca juga: Abusyiek Terima Dukungan dari Partai Atjeh Hijau
Menurut John Muhammad, selain karena prinsip-prinsip tersebut, pertimbangan lain dari perubahan organisasi PHI disebabkan oleh perkembangan manajemen dalam era Heterarki atau era Holakrasi yang tengah terjadi saat ini.
Heterarki adalah sistem organisasi di mana elemen-elemen organisasi tidak memiliki peringkat (non-hierarkis) atau minim hierarki (Crumley, 1995).
Sementara, Holakrasi adalah sistem tata kelola organisasi dimana kewajiban, wewenang dan pengambilan keputusan didistribusikan secara merata kepada anggota organisasi (Rudd, 2009).
“Dalam bahasa lain, PHI menginginkan kedaulatan anggota partai yang sejati,” simpulnya.
Pada kesempatan yang sama, Dimitri Dwi Putra menjelaskan bahwa kebijakan afirmasi juga disepakati peserta Kongres dengan menjamin kepemimpinan perempuan, kelompok tertentu dan anak muda dengan usia dibawah 30 tahun dalam wadah kepemimpinan kolaboratif yang bersifat kolektif-kolegial.
“Makanya, jumlah pemimpin pun diperluas menjadi 5 orang,” katanya.
Baca juga: Mark Sungkar Klaim Sudah Kembalikan Uang Korupsi, Proses Hukum Ayah Shireen dan Zaskia Tetap Jalan
Baca juga: Heboh, Mayat Pria tanpa Baju Ditemukan Warga di Krueng Tambon, Aceh Utara
Baca juga: AHY Hadapi Dua Gugatan, Buntut Pemecatan 7 Kader Partai Demokrat
Selain itu, menurut Roy Murtadho, keterwakilan geografis juga menjadi pertimbangan utama dalam unsur kepengurusan PHI. Hal ini tercermin dalam pembentukan Majelis Pertimbangan Partai.
“Jadi, Majelis Pertimbangan bukanlah pimpinan tertinggi seperti Dewan Pembina dalam parpol-parpol di Indonesia pada umumnya, melainkan sebagai representasi daerah yang berfungsi sebagai kanal anggota dalam memberi masukan dan mengawasi kerja Presidium,” imbuh Roy.