Tolak IPAL, Warga Surati Menteri PUPR
Warga yang tergabung dalam Forum Masyarakat Penyelamat Situs Sejarah Gampong Pande (Formasigapa), menolak kelanjutan pembangunan instalasi
BANDA ACEH - Warga yang tergabung dalam Forum Masyarakat Penyelamat Situs Sejarah Gampong Pande (Formasigapa), menolak kelanjutan pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di gampong tersebut. Penolakan disampaikan melalui surat kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Wali Kota Banda Aceh.
Dalam surat tertanggal 14 Maret 2021 itu, ditandatangani oleh Ketua Formasigapa, Tgk Ahmad Nawawi dan Sekretaris, Amiruddin Yusuf. Dalam surat itu, Formasigapa menegaskan jika penolakan itu dengan alasan untuk penyelamatan situs sejarah di Gampong Pande, Banda Aceh, serta keinginan warga agar kampung mereka tidak dijadikan tempat pembuangan limbah.
Amiruddin Yusuf mengatakan, sejak 2015 hingga saat ini warga Gampong Pande selalu menolak pembangunan IPAL di gampong tersebut. Bahkan, katanya, keuchik sendiri menyatakan tidak pernah menyetujui rencana tersebut.
Dalam surat itu, Amiruddin menyatakan jika saat pertama kali dimulai Proyek IPAL itu pada 2015, warga Gampong Pande langsung melakukan penolakan hingga kemudian dihentikan. Kemudian, ketika wali kota melanjutkan kembali proyek tersebu, warga pun kembali menyuarakan penolakan.
Dikatakan, proyek itu berpotensi merusak dan menghilangkan jejak-jejak peradaban Aceh di masa lalu. Karena lokasi itu merupakan titik nol Banda Aceh dan bekas berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam.
Dalam surat itu juga dilampirkan tandatangan penolakan yang diteken oleh 204 orang warga Gampong Pande. Mereka berharap supaya menteri dan wali kota dapat mendengarkan aspirasi warga untuk membatalkan proyek tersebut.
Sementara Kadis PUPR Banda Aceh, Jalaluddin mengatakan, pembangunan dan pelestarian situs sejarah itu harus berjalan beriringan. Karena kedua-duanya dibutuhkan. "Situs akan tetap dijaga, tapi di sisi lain pembangunan harus tetap berjalan, jadi berjalan selaras lah," ujarnya.
Ia mengatakan, pembangunan itu dilakukan dalam tanah pemerintah, yang selama ini masih bagian dari tempat pembuangan akhir (TPA). Dikatakan, selain melanjutkan pembanguna IPAL, pihak pemko banda aceh juga berkomitmen menjaga pelestarian situs-situs kuno tersebut. Karena situs penting untuk sejarah amsa lalu, lalu IPAL juga dinilai penting untuk kebutuhan 250 ribu warga Banda Aceh.(mun)