Muhammad Nazar, Pelaksanaan UUPA Jangan Terkesan Tidak Adil dan Jujur pada Diri Sendiri

Mantan Wagub Aceh yang juga tokoh aktivis pergerakan sipil Aceh, Muhammad Nazar mengingatkan agar pelaksanaan UUPA jangan terkesan tidak adil....

Penulis: Fikar W Eda | Editor: Jalimin
For Serambinews.com
Muhammad Nazar. 

Laporan Fikar W Eda | Jakarta

SERAMBINEWS.COM. JAKARTA - Mantan Wagub Aceh yang juga tokoh aktivis pergerakan sipil Aceh, Muhammad Nazar mengingatkan agar pelaksanaan UUPA jangan terkesan tidak adil dan tidak jujur pada diri sendiri. Jangan sampai manipulatif dan hipokratis.

“Jangan sampai ketika mau mencapai suatu tujuan politik yang belum tentu kepentingan rakyat, baru ngomong dan mengagitasi bahwa Pilkada itu adalah bahagian UUPA. Sedangkan pasal-pasal lain yang menguntungkan rakyat secara langsung tak didorong pelaksanaannya dengan rutin dan kuat,” ujarnya dalam nada kritik tajam, dalam  acara “Forum Group Discussion (FGD)”  virtual bertajuk sangat aktual,  “Menakar Kesaktian UU PA Tahun 2006 Terkait Tarik Ulur Pelaksanaan Pilkada Aceh Tahun 2022,” Sabtu (20/3/2021).

FGD tersebut diselenggarakan Le’ Meuriya Centre (Research and Studies) bekerja sama dengan Forum Kajian Mahasiswa Pascasarjana Aceh-Malang (FORKAMAPA), narasumber Dahlan Jamaluddin S.IP (Ketua DPRA), H. Muhammad Nazar S.Ag (Ketua Umum Partai SIRA),  Dr Samsul Bahri SE MM (Ketua KIP Aceh), dan Muammar SH MH CPrm  (Komisi Polhukam FORMAD & Peneliti Le’ Meuriya Centre).

Muhammad Nazar menyebutkan, Pilkada memang bahagian strategis yang akan menguntungkan rakyat jika yang akan terpilih itu memiliki niat baik, mampu dan memiliki ideologi pembangunan yang kuat.

“Jangan menghabiskan energi seolah benar-benar ingin memberla implementasi UU PA untuk mendorong Pilkada 2022 yang telah dijadwalkan oleh KIP yang mendapat dukungan DPRA, sementara sejumlah pasal lain yang lebih wajib dan segera bermanfaat untuk rakyat serta pembangunan justru diabaikan, didiamkan begitu saja,” Nazar mengingatkannya lagi tegas.

Menurutnya, KIP yang telah mengusulkan jadwal Pilkada Aceh yang jatuh pada 2022 tidaklah salah. KIP itu berpijak pada rotasi jadwal pelaksanaan Pilkada perlima tahun yang dulu dimulai pertama sekali akhir tahun 2006 dan yang terpilih dilantik di 2007. \

Berikutnya, Pilkada Aceh jatuh pada tahun 2012 tetapi tidak berjalan sesuai jadwal semula yang telah ditetapkan oleh KIP dan lalu sempat bergeser beberapa bulan sehingga diisi pula dengan Pj gubernur.

“Seperti diketahui, terakhir sekali Pilkada di Aceh terjadi pada tahun 2017 dan berjalan sesuai jadwal. Sedangkan jadwal berikutnya Pilkada Aceh akan jatuh pada 2022 seperti telah diusulan KIP Aceh ke KPU RI,” katanya.

Terkait jadwal Pilkada tersebut dan seluruh klausul yang ada dalam UUPA, Nazar yang dulu ditunjuk pimpinan GAM Malik Mahmud untuk memimpin tim pembahasan dan pengawalan RUU PA versi GAM menyatakan, dirinya bersama Faisal Putra SH dan kawan-kawan timnya yang lain dulu berkali-kali bersitegang bahkan mengancam walk-out ketika banyak usulan dari klausul RUU PA versi GAM yang dibuatnya bersama timnya tak terakomodir secara utuh dalam RUU PA yang diajukan pemerintahan pusat dan pemerintahan Aceh.

Termasuk ketika itu, seperti diakui oleh Nazar, dirinya dan timnya berkeinginan serta bersikeras mendesak agar seluruh klausul dalam RUU PA itu bersifat lex spesialis dan hanya berlaku di Aceh karena faktor kekhususan yang memang diakui konstitusi Negara RI.

“Akhirnya waktu itu, saya diingatkan oleh Malik Mahmud untuk mundur satu langkah demi mengejar waktu melahirkan UU PA lebih cepat dan kepentingan kemanusiaan pasca konflik dan bencana gempa tsunami. Tentu banyak hal yang tak mungkin kita pertahankan secara paksa karena butuh waktu dan energi gerakan sosial lebih serius, sementara euforia damai sedang meliputi rakyat yang menunggu pengesahan UU PA. Bahkan kami sempat mengorganisir beberapa kali aksi di Aceh dan Jakarta supaya misi tadi itu tercapai dan tidak meleset dari MoU Helsinki,” ungkapnya.

Nazar yang ikut menyampaikan dan menanggapi materi dari nara sumber  lainnya maupun sejumlah pertanyaan dari peserta FGD meneruskan, “Akhirnya tidak semua klausul dalam UUPA itu bersifat lex spesialis dan kewenangan penuh Aceh. Sebahagian saja yang bersifat khusus karena faktor kesejarahan, adat budaya, agama hingga karakteristik pendidikan dan daya juang Aceh.”

Tokoh muda Aceh ini  menjelaskan juga, bahwa sebahagian klausul yang lain dalam UU PA memang berlaku khusus di Aceh sebagai bagian dari strategi resolusi konflik dan tindak lanjut dari MoU Helsinki. Sementara ada juga klausul yang lain masih sama dengan daerah lain di Indonesia atau sama dengan yang diperlakukan untuk pemerintahan daerah secara nasional.

Juga ada sejumlah pasal yang berlaku nasional kemudian ditempeli sedikit kekhususan atau diperlakukan sedikit khusus dalam klausul-klausul UU PA yang sesungguhnya sebelumnya berlaku umum secara nasional. Bahkan yang lebih jelek untuk kondisi saat ini, beberapa klausul-klausul dalam UU PA itu sudah ketinggalan dibandingkan yang berlaku nasional di undang-undang lainnya tentang pemerintahan daerah.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved