Kupi Beungoh
Kepedulian Bagi Guru Honorer Adalah Bagian Kepedulian Kita Bagi Masa Depan Anak Bangsa
Kebijakan PPPK belum memperlihatkan keberpihakan Negara kepada guru honorer, khususnya GTKHNK 35+ yang telah melakukan pengabdian puluhan tahun
Oleh: Fadhil Rahmi*)
MENJADI seorang guru haruslah berdasarkan panggilan jiwa. Menjadi ‘orang tua’ yang mengajar dengan sepenuh hati, mengajar para anak-anak bangsa agar memiliki masa depan yang lebih baik.
Banyak sarjana keguruan yang dicetak oleh sejumlah Lembaga Pendidik Tenaga Keguruan (LPTK) di Aceh setiap tahunnya.
Tetapi hanya sedikit yang akhirnya bertahan dengan status guru, terlebih lagi yang menjadi guru honorer di tiap-tiap sekolah.
Hal ini merupakan hasil dari beberapa kunjungan kerja saya di berbagai sekolah di pelosok Aceh selama ini.
Salah satunya, seperti yang kami temukan dalam kunjungan kerja ke salah satu sekolah dasar di Pulo Aceh awal Maret 2021 lalu.
Salah satu pertemuan yang menyentuh hati saya adalah percakapan dengan seorang honorer bernama Waddiah di Pulo Aceh.
Waddiah merupakan alumni PGSD Unsyiah yang sudah mengabdi sejak 2007 lalu. Artinya sudah hampir 13 tahun
Saat ini, Waddiah tidak bisa lagi mengikuti seleksi jadi PNS, karena usianya sudah di atas 35 tahun. Sedangkan syarat mengikuti tes CPNS harus berumur di bawah 35 tahun.
Apa yang dialami oleh Waddiah sebagai guru honorer, juga dialami oleh guru-guru lainnya.
kupi beungoh
Opini Tentang Nasib Guru Honorer
Senator Aceh Fadhil Rahmi
GTKHNK 35+
Guru Honorer Menjadi ASN Tanpa Tes
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K)
Kunjungan Ramadhan ke AD Pirous: Kasab Meulaboh, Ibunda, dan Ikon Etnis (III) |
![]() |
---|
Menjaga UUPA Melalui Khanduri Blang |
![]() |
---|
Mahasiswa Thailand Belajar ke Aceh, Saatnya Mengembalikan Pusat Studi Islam di Serambi Mekkah |
![]() |
---|
Kunjungan Ramadhan ke AD Pirous: Menemukan Kembali Aceh di Amerika Serikat (II) |
![]() |
---|
New Safari Ramadhan Pemerintah Aceh |
![]() |
---|