Kupi Beungoh
Aceh Damai, Perspektif Jurnalistik
Narasi antusiasme dan eforia serta suka cita jutaan masyarakat Aceh menyambut kabar penghentian konflik bersenjata
Oleh: Azhari*)
Menjelang akhir tahun 2004, Aceh diliputi kekhawatiran mendalam akibat memburuknya situasi keamanan yang memicu konflik bersenjata antara aparat keamanan Republik Indonesia (TNI/Polri) dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Namun di tengah ketegangan itu, sebuah bencana yang tak terduga mengejutkan: pada 26 Desember 2004, gempa bumi dahsyat disusul gelombang tsunami melanda Aceh.
Musibah ini merenggut hampir 200 ribu jiwa syuhada yang menyebabkan luka mendalam bagi daerah ini.
Tragedi tersebut menggugah perhatian dunia.
Skala kehancurannya begitu besar, bahkan melebihi porak-poranda yang dialami Nagasaki dan Hiroshima akibat bom atom pada Perang Dunia II .
Rakyat Aceh pun, terutama di kawasan pesisir barat, dirundung kesedihan mendalam, karena tidak hanya harta benda yang lenyap, tapi juga kehilangan orang-orang yang dicintai akibat bencana tsunami yang diawali guncangan gempa berkekuatan 9,1 skala richter.
Media cetak, televisi dan radio dari berbagai penjuru dunia pun mengutuskan jurnalisnya untuk meliput langsung situasi bencana kemanusiaan terparah di abad 21 di Aceh.
Padahal, sebelumnya pemberitaan di Aceh seputar konflik, pengungsian dan eksodus warga, serta soal kematian dalam pertempuran pihak-pihak bersenjata.
Isu-isu liputan konflik bersenjata mulai melandai, bahkan tidak lagi menarik sebagai konsumsi media pascatsunami 26 Desember 2004.
Media-media mulai membangunan narasi seputar pemakaman jasad, evakuasi dan penanganan korban selamat, kesehatan dan kebutuhan pangan korban bencana, hingga rencana rekonstruksi kembali Aceh.
Bahkan, beberapa bulan pascabencana tsunami itu media mulai menggiring opini untuk percepatan penyelesaian konflik bersenjata melalui dialog, karena lewat narasi tanpa penghentian kekerasan dan konflik, bantuan kemanusian dari lembaga-lembaga donor dan PBB sulit masuk dan menangani korban bencana tsunami.
Baca juga: Terima Peace Award UIN Ar-Raniry, Ini Makna Dua Dekade Damai Aceh Menurut Jusuf Kalla
Peran media dalam merawat damai
Alhamdulillah.
Munculah kesadaran pihak-pihak bertikai dan mulai memberi sinyal tentang pentingnya mengakhiri konflik di Aceh, mengingat penanganan korban bencana tsunami menjadi super prioritas.
Dari "Meja Bundar" Helsinki, atas dorongan yang difasilitasi mantan Presiden Finlandia Martti Ahtisaari, delegasi RI yang diwakili Hamid Awaluddin dan pihak GAM oleh Malik Mahmud dan kawan-kawan, mulai berdialog untuk mencari titik temu sebagai rangkaian dari proses penghentian konflik bersenjata di Aceh.
hari damai aceh
peringatan damai aceh
perdamaian aceh
Jurnalis Aceh
wartawan masa konflik aceh
opini serambi hari ini
Kemudahan Tanpa Tantangan, Jalan Sunyi Menuju Kemunduran Bangsa |
![]() |
---|
Memaknai Kurikulum Cinta dalam Proses Pembelajaran di MTs Harapan Bangsa Aceh Barat |
![]() |
---|
Haul Ke-1 Tu Sop Jeunieb - Warisan Keberanian, Keterbukaan, dan Cinta tak Henti pada Aceh |
![]() |
---|
Bank Syariah Lebih Mahal: Salah Akad atau Salah Praktik? |
![]() |
---|
Ketika Guru Besar Kedokteran Bersatu untuk Indonesia Sehat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.