Luar Negeri

114 Warga Tewas dalam Sehari, Termasuk Gadis 13 Tahun, Protes Paling Berdarah Terbaru di Myanmar

Pembunuhan yang terjadi di 44 kota besar dan kecil di seluruh negeri menjadi hari protes paling berdarah sejak kudeta militer bulan lalu.

Editor: Faisal Zamzami
AP
Demonstran anti-kudeta menyiapkan busur dan anak panah darurat untuk menghadapi polisi di kotamady kota Thaketa Yangon, Myanmar, Sabtu, 27 Maret 2021. 

SERAMBINEWS.COM, NAYPYIDAW - Setidaknya 114 warga sipil tewas di seluruh Myanmar pada Sabtu (27/3/2021) ketika junta militer terus menindak protes damai, menurut penghitungan oleh outlet berita independen Myanmar Now.

Pembunuhan yang terjadi di 44 kota besar dan kecil di seluruh negeri menjadi hari protes paling berdarah sejak kudeta militer bulan lalu.

Di antara mereka yang tewas dilaporkan adalah seorang gadis berusia 13 tahun.

Anak itu ditembak di rumahnya setelah angkatan bersenjata junta melepaskan tembakan di daerah pemukiman Meikhtila, di wilayah Mandalay, menurut Myanmar Now.

Dia termasuk di antara 20 anak di bawah umur yang tewas sejak dimulainya protes, Myanmar Now melaporkan.

CNN belum dapat mengonfirmasi secara independen jumlah orang yang tewas.

Tindakan keras yang mematikan terjadi pada Hari Angkatan Bersenjata negara itu.

Jenderal Senior Min Aung Hlaing, pemimpin junta, mengatakan selama parade di ibu kota Naypyidaw, bahwa militer akan melindungi rakyat dan berjuang untuk demokrasi, lapor Reuters.

Televisi pemerintah melontarkan ancaman pada Jumat (26/3/2021), bahwa pengunjuk rasa berisiko ditembak "di kepala dan punggung" oleh militer.

Meski ancaman tersebut dilontarkan, para demonstran yang menentang kudeta 1 Februari tetap muncul di jalan-jalan Yangon, Mandalay, dan kota-kota lain.

Melawan rakyat sendiri

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan kantor PBB di Myanmar berbicara menentang kekerasan pada Sabtu (27/3/2021).

"Tindakan keras militer yang berkelanjutan, hari ini mengakibatkan korban tewas harian tertinggi sejak demonstrasi menentang kudeta dimulai bulan lalu.

Ini tidak dapat diterima dan menuntut tanggapan internasional bersatu dan tegas.

Sangat penting untuk menemukan solusi mendesak untuk krisis ini," kata pernyataan yang dikeluarkan oleh Farhan Haq, wakil juru bicara Sekretaris Jenderal PBB.

"Sekretaris Jenderal mengutuk pembunuhan puluhan warga sipil."

Kantor PBB di Myanmar menyatakan kengerian atas hilangnya nyawa yang tidak perlu pada Sabtu.

Dilaporkan puluhan orang ditembak mati oleh militer di seluruh negeri, pada hari paling berdarah sejak kudeta"

"Kekerasan sama sekali tidak dapat diterima dan harus segera dihentikan.

Mereka yang bertanggung jawab harus dimintai pertanggungjawaban," tambah kantor PBB Myanmar.

"Seperti yang dikatakan Utusan Khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, memastikan perdamaian dan membela rakyat harus menjadi tanggung jawab militer mana pun.

Tetapi Tatmadaw telah berbalik melawan rakyatnya sendiri."

Tatmadaw adalah nama resmi angkatan bersenjata Myanmar.

Menurut penghitungan terbaru oleh Asosiasi Bantuan nirlaba untuk Tahanan Politik, setidaknya 328 orang telah tewas di Myanmar sejak kudeta militer pada 1 Februari.

Kematian pada Sabtu akan membuat jumlah total warga sipil yang terbunuh menjadi lebih dari 400, tetapi jumlah pastinya masih belum jelas.

Dikhawatirkan jumlahnya mungkin lebih tinggi.

Baca juga: 50 Orang Tewas Ditembak Saat Peringatan Hari Angkatan Bersenjata Myanmar

Baca juga: Kejam! Tentara Myanmar Tembak Mati Bocah Perempuan Usia Tujuh Tahun di Pangkuan Ayah

 Tidak pandang bulu

Dilaporkan oleh media lokal seorang anak laki-laki yang berusia 5 tahun termasuk di antara setidaknya 29 orang tewas di Mandalay.

Sedikitnya 24 orang tewas di Yangon, kata Myanmar Now, menurut Reuters.

"Hari ini adalah hari yang memalukan bagi angkatan bersenjata," kata Dr Sasa, juru bicara CRPH, kelompok anti-junta yang dibentuk oleh anggota parlemen yang digulingkan kepada sebuah forum online.

Sementara itu, salah satu dari dua lusin kelompok etnis bersenjata Myanmar, Serikat Nasional Karen, mengatakan telah menyerbu sebuah pos militer dekat perbatasan Thailand.

Bentrokan itu menewaskan 10 orang, termasuk seorang letnan kolonel.

Sementara kelompok tersebut kehilangan salah satu pejuangnya sendiri, menurut Reuters.

Seorang juru bicara militer tidak menanggapi panggilan dari kantor berita yang meminta komentar tentang pembunuhan oleh pasukan keamanan atau serangan pemberontak di posnya.

"Mereka membunuh kami seperti burung atau ayam, bahkan di rumah kami," kata Thu Ya Zaw di pusat kota Myingyan, di mana sedikitnya dua pengunjuk rasa tewas, melansir Reuters.

"Kami akan terus memprotes ... Kami harus berjuang sampai junta jatuh."

Hari teror dan aib

Kedutaan Besar AS di Myanmar bergabung dengan kedutaan besar Uni Eropa dan Inggris dalam mengutuk pembunuhan oleh pasukan keamanan di Myanmar pada Sabtu (27/3/2021) dan menyerukan diakhirinya kekerasan.

"Pada Hari Angkatan Bersenjata Myanmar, pasukan keamanan membunuh warga sipil tak bersenjata, termasuk anak-anak, orang-orang yang mereka bersumpah untuk melindungi.

Pertumpahan darah ini mengerikan," ujar Thomas Vajda, Duta Besar AS untuk Myanmar melansir CNN.

Menurutnya yang terjadi saat ini bukanlah tindakan militer atau polisi profesional.

Rakyat Myanmar pun telah berbicara dengan jelas, mereka tidak ingin hidup di bawah kekuasaan militer.

"Hari angkatan bersenjata Myanmar ke-76 ini akan tetap terukir sebagai hari teror dan aib," kata delegasi Uni Eropa untuk Myanmar.

"Pembunuhan warga sipil yang tidak bersenjata, termasuk anak-anak, adalah tindakan yang tidak bisa dibenarkan."

Laporan berita yang dikutip Reuters mengatakan ada kematian di wilayah Sagaing tengah, Lashio di timur, di wilayah Bago, dekat Yangon, dan di tempat lain.

Seorang bayi berusia 1 tahun terkena peluru karet pada bagian matanya.

 Perintah membunuh

Reuters melaporkan di Naypyitaw, Min Aung Hlaing menegaskan kembali janji untuk mengadakan pemilihan, tanpa memberikan kerangka waktu.

"Tentara berupaya bergandengan tangan dengan seluruh bangsa untuk menjaga demokrasi," katanya dalam siaran langsung di televisi pemerintah.

"Tindakan kekerasan yang memengaruhi stabilitas dan keamanan untuk membuat tuntutan tidak pantas," katanya.

Dalam peringatannya pada Jumat malam, televisi pemerintah mengatakan pengunjuk rasa "dalam bahaya ditembak di kepala dan punggung."

Berita itu tidak secara spesifik mengatakan pasukan keamanan telah diberi perintah tembak-untuk-membunuh.

Junta sebelumnya berdalih beberapa penembakan fatal datang dari dalam kerumunan.

 Dukungan Rusia-China

Tekanan internasional terhadap junta meningkat minggu ini dengan sanksi baru AS dan Eropa.

Namun wakil menteri pertahanan Rusia Alexander Fomin menghadiri pawai di Naypyitaw, setelah bertemu dengan para pemimpin senior junta sehari sebelumnya, lapor Reuters.

"Rusia adalah teman sejati," kata Min Aung Hlaing. Para diplomat mengatakan kepada Reuters bahwa delapan negara - Rusia, China, India, Pakistan, Bangladesh, Vietnam, Laos, dan Thailand - mengirim perwakilan dalam acara tersebut.

Tapi Rusia adalah satu-satunya yang mengirim menteri.

Dukungan dari Rusia dan China, yang juga menahan diri dari kritik, penting bagi junta.

Pasalnya kedua negara tersebut adalah anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan dapat memblokir potensi tindakan PBB.

Armed Forces Day memperingati dimulainya perlawanan terhadap pendudukan Jepang pada 1945 yang diatur oleh ayah Suu Kyi, yang adalah pendiri militer.

Reuters melaporkan tembakan menghantam pusat kebudayaan AS di Yangon pada Sabtu (27/3/2021).

Tetapi tidak ada yang terluka dan insiden itu sedang diselidiki, menurut juru bicara Kedutaan Besar AS Aryani Manring.

Para pengunjuk rasa turun ke jalan hampir setiap hari, sejak kudeta menggagalkan transisi Myanmar yang lambat menuju demokrasi.

Jenderal Yawd Serk, ketua Dewan Pemulihan Negara Bagian Shan / Tentara Negara Bagian Shan - Selatan, salah satu tentara etnis di negara itu, sudah bersuara.

"Jika mereka terus menembaki pengunjuk rasa dan menggertak orang, saya pikir semua kelompok etnis tidak akan hanya berdiam diri dan tidak melakukan apa-apa," katanya kepada Reuters di negara tetangga Thailand.

Penulis dan sejarawan Thant Myint-U menulis di Twitter: "Negara yang gagal di Myanmar berpotensi menarik semua kekuatan besar.

Termasuk AS, China, India, Rusia, dan Jepang, dapat mengarah pada krisis internasional yang serius (serta bencana yang lebih besar di Myanmar sendiri)."

Baca juga: Dokter Keluarkan Cacing Pita Sepanjang 17 Meter dari Pantat Pria Ini, Awalnya Sakit Perut

Baca juga: Jarang Diketahui, Ini yang Terjadi Pada Tubuh Jika Minum Air Dingin Setelah Berolahraga

Baca juga: Satu WNI dan Dua Pria Malaysia Ditangkap Hendak Bunuh Mahathir Mohamad dan Menteri Lain

 Kompas.com dengan judul "114 Korban Tewas dalam Hari Protes Paling Berdarah Terbaru di Myanmar"

Baca juga: Lagi, Satpol PP Jaring Pelanggar Syariat

BACA BERITA LAIN TERKAIT MYANMAR

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved