Kupi Beungoh
Kiat Sederhana Membangun Aceh, Tetapkan Tujuan, Jangan Ada Intrik Politik
Kami telah siap untuk memulai sebagai konsolidator untuk proses ekspor dan impor barang, langsung dari dan ke Aceh.
Oleh Ismail Rasyid*)
Sebuah kesempatan dan pengalaman berharga saya dapatkan saat menikmati kupi pagi (kupi beungoh) di Wakop Solong Uleekareng, Banda Aceh, Jumat (2/4/2021) pagi.
Pagi itu, saya dapat kesempatan ngopi sambil berdiskusi dan berbagi pengalaman dengan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil Bea Cukai) Aceh, Bapak Safuadi dan Brigjen TNI Bambang Indrayanto, Ketua Kelompok Staf Ahli Pangdam Iskandar Muda.
Seperti halnya saya dan sebagian rakyat Aceh, Pak Safuadi dan Brigjen Bambang juga ikut merasa risih dan prihatin dengan kondisi Aceh saat ini, terutama setelah hiruk pikuk label “provinsi termiskin di Sumatera”.
Saya merasa terhormat dapat kesempatan berdiskusi dengan Pak Safuadi dan Pak Bambang.
Sesuai dengan Pak Safuadi berbagi banyak pengalaman tentang apa yang telah dilakukannya untuk membuka keran ekspor impor untuk menghidupkan ekonomi Aceh.
Baca juga: Tokoh Masyarakat di Pedalaman Aceh Utara Hibah Tanah Untuk Pembangunan Pustu
Baca juga: Ini Lima Kapolsek dan Dua Kasat Baru di Jajaran Mapolres Aceh Utara
Sementara Pak Bambang bersama jajaran TNI juga telah melakukan berbagai upaya memberdayakan masyarakat di pedalaman, terutama melalui program Tentara Manunggal Masuk Desa (TMMD) dan Babinsa yang banyak membantu para petani.
Berbicara tentang Pak Safuadi, beliau satu almamater dengan saya di Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.
Saya di Fakultas Ekonomi, sementara Pak Safuadi di Fakultas Teknik Mesin.
Beliau rela meninggalkan karir menterengnya di Kementerian Keuangan, khususnya di Bea Cukai, kembali ke Aceh, agar bisa sama-sama membangun Aceh tercinta.
Tapi hingga detik kami berdiskusi, Pak Safuadi masih menemukan banyak persoalan di lapangan.
“Minggu lalu saya berkeliling Aceh untuk menemui para petani. Rencananya, saya ingin menjemput bola, mengajak para petani dan para agen pengepul agar bisa mengekspor sendiri hasil alam Aceh, untuk kemandirian ekonomi Aceh,” ungkap Safuadi.
Baca juga: Meski Tersingkir dari Piala Menpora, Nazaruddin Dekgam: Saya Bangga dan Puas
Tapi ternyata, di lapangan beliau mendapatkan fakta banyak petani yang menghadapi berbagai persoalan, dari masalah modal hingga bantuan bibit yang tidak sesuai spek.
Pak Safuadi tidak asal bicara. Beliau meminta stafnya untuk menunjukkan rekaman video kunjungan dan percakapannya dengan petani di lokasi kebun di kawasan tengah Aceh.
“Ini memang bukan domain saya, tapi saya mendapatkan fakta ini saat bertemu langsung para petani,” ujarnya.
Ia menduga, masalah-masalah seperti ini muncul karena ketidakkompakan para pengambil kebijakan Aceh dalam menjalankan misi untuk memajukan Aceh, atau minimal melepaskan Aceh dari status “termiskin di Sumatera”.
Baca juga: Pilkada Aceh Ditunda, Menyusul tak Terlaksananya Perjanjian Hibah Anggaran
Tetapkan Tujuan, Jangan Ada Intrik
Pak Safuadi berpendapat, ketidakkompakan merupakan batu sandungan paling besar dalam mencapai tujuan memajukan Aceh.
Beliau kemudian memberikan analogi perumpamaan sederhana tentang upaya dan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam membangun Aceh,
“Pertama tetapkan tujuan. Setelah itu, mari bersama-sama bekerja untuk mencapai tujuan itu. Harus fokus, jangan ada intrik, persekongkolan rahasia, atau akal bulus, di tengah jalan,” ujarnya.
Ia melanjutkan penjelasannya.
“Umpamanya ini tujuan yang telah kita tetapkan,” ujarnya sambil meletakkan HP di ujung meja di depan saya duduk.
Kemudian dia menarik garis lurus dengan tangannya.
“Nah, ini jalur yang harus ditempuh bersama-sama untuk mencapai tujuan. Maka semua harus fokus ke sana, jangan ada yang berbelok di tengah jalan untuk mencapai ambisi pribadi,” ungkap Pak Safuadi.
“Jika ada beberapa yang berbelok, apalagi sampai melakukan intrik politik, maka dipastikan tujuan tidak akan tercapai,” lanjutnya.
Baca juga: Ini Alasan Pemerintah Aceh tak Tandatangani Naskah Perjanjian Hibah Anggaran Pilkada Aceh 2022
Masih belum puas, Kakanwil Bea Cukai Aceh yang merupakan putra Aceh asli ini melanjutkan kalimatnya.
“Jika kembali terjadi seperti ini, saya lebih baik kembali ke pusat. Karena menurut saya lebih mudah membangun Indonesia ketimbang membangun Aceh,” ujarnya.
Bukan tanpa alasan Pak Safuadi memaparkan langkah-langkah dan menekankan sikapnya di depan saya.
Karena, pada hari itu, saya kembali meminta waktu beliau untuk bertemu dan melakukan langkah kongkrit untuk bersama-sama mencoba kembali berbuat sesuatu untuk Aceh.
Saya sampaikan kepada beliau, bahwa PT Trans Continent perusahaan multimoda yang saya dirikan, telah memulai aktivitas pengangkutan domestik via laut dan darat antarpulau.
Kami juga sedang melakukan pengkajian dan persiapan untuk regional dan internasional dengan alternatif Port Klang dan Singapura sebagai transit hub.
Singkatnya, kami telah siap untuk memulai sebagai konsolidator untuk proses ekspor dan impor barang, langsung dari dan ke Aceh.
Untuk mendukung rencana tersebut, kami dari PT Trans Continent kini telah membangun sebuah base camp di lahan seluas lebih kurang 7 hektare di Gampong Meurandeh, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar.
Baca juga: Viral 2 Preman Palak Sopir Truk di Lintas Sumatera, Pelaku Ditangkap Polisi, Uang Rp 52 Ribu Disita
Base camp kami ini terpaut hanya 2 kilometer dari Pelabuhan Malahayati Krueng Raya, Aceh Besar.
Di sini, kami telah menyediakan berbagai jenis alat berat, mulai dari berbagai jenis truk, trailer, crane, forklift, reach steaker (alat berat pengangkat container secara cepat), hingga mobile crane Sany yang mampu mengangkat beban hingga 80 ton.
Saya memohon bantuan dari Pak Safuadi untuk membimbing dan memfasilitasi kami agar bisa mewujudkan keinginan mengeskpor komoditi Aceh, langsung dari Aceh ke luar negeri, maupun sebaliknya.
Tak disangka, sambutan Pak Safuadi di luar dugaan saya.
Beliau bukan hanya bersedia membimbing dan memfasilitasi, tapi juga akan ikut turun meyakinkan para pengusaha Aceh, agar bersama-sama mencapai tujuan, mengurangi ketergantungan dengan provinsi lain, demi kemandirian ekonomi Aceh.
“Insya Allah saya siap membantu sekuat tenaga, tapi tolong pastikan semua bersatu padu mencapai tujuan memajukan Aceh. Jangan ada berbelok di tengah jalan untuk mencapai tujuan pribadi,” ujarnya.
Alhamdulillah, saya bersyukur ketika Brigjen TNI Bambang Indrayanto juga menyampaikan komitmen serupa.
“Kami sebagai perwakilan dari lembaga pusat, juga merasa malu dengan status Aceh sebagai provinsi termiskin. Seakan kami ditempatkan di provinsi yang tertinggal,” pungkas Pak Safuadi, disambut anggukan Bambang Indriyanto, Ketua Kelompok Staf Ahli Pangdam Iskandar Muda.
Alhamdulillah juga, dalam diskusi ‘kupi beungoh’ hampir 3 jam itu, kami telah sepakat untuk mulai bekerja sejak saat itu.
Langkah awalnya adalah melakukan pertemuan dengan berbagai pengusaha di Aceh, untuk bersama-sama memulai langkah kecil, mengekspor dan mengimpor langsung barang dari dan ke Aceh.
Mohon doa dan dukungan dari seluruh masyarakat Aceh. Insya Allah bersama kita akan berusaha untuk mengembalikan legasi Aceh. Semoga! (*)
Banda Aceh, 3 April 2021.
*) PENULIS Ismail Rasyid, Owner dan CEO PT Trans Continent, alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, kelahiran Matangkuli Aceh Utara.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.