Bangsamoro
Bangsamoro Godok RUU Pemakaian Kalender Hijriah dan Masehi, Digunakan Pada Seluruh Surat Resmi
RUU ini mengamanatkan penggunaan ganda kalender Hijriah dan Masehi di semua kementerian, lembaga, unit pemerintah daerah, dan kantor
SERAMBINEWS.COM – Otoritas Transisi Bangsamor atau Bangsamoro Transition Authority (BTA), saat ini sedang menggodok sebuah Rancangan Undang-undang pemakaian kalender Hijriah dan Masehi di Daerah Otonomi Bangsamoro di Muslim Mindanao (BARMM).
Kantor Informasi Bangsamoro pada akhir Maret 2021 lalu memberitakan, RUU ini mengamanatkan penggunaan ganda kalender Hijriah dan Masehi di semua kementerian, lembaga, unit pemerintah daerah, dan kantor di Daerah Otonomi Bangsamoro di Muslim Mindanao (BARMM).
“RUU Parlemen Bangsamoro Transition Authority (BTA) No. 87 atau ‘The Dual Calendar Act of 2021’ bertujuan untuk mewujudkan tindakan inklusif dalam semua urusan atau transaksi publik, dan mengembangkan keakraban masyarakat Bangsamoro tentang Kalender Hijriah dan Masehi,” demikian pernyataan Kantor Informasi Bangsamoro.
Ini juga bertujuan untuk mengakui semua hari libur Muslim sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden (Filipina) No. 1083 yang juga dikenal sebagai Hukum Pribadi Muslim Filipina (Muslim Personal Laws of the Philippines),” lanjut pernyataan itu.
Baca juga: Referendum Bangsamoro Dimulai, dari Pengadilan Syariah Hingga Penonaktifan 40.000 Kombatan BIAFF
Baca juga: Bawa Senapan dan Peluncur Granat, 10 Pria Bersenjata Menyerah Kepada Polisi Bangsamoro
RUU penggunaan kalender ganda ini disusun berdasarkan salah satu poin dari hasil kesepakatan damai yang ditandangani pihak pejuang Moro (MILF) dengan Pemerintah Nasional Filipina.
Poin dimaksud tercantum dalam Buku I, Bab 4, Bagian 16 Ayat 2 dari Kode Administrasi yang menyatakan bahwa "kalender Gregorian akan digunakan di Bangsamoro bersama dengan kalender Hijriah, dalam hal dokumen yang memerlukan tanggal resmi, tanggal kalender Gregorian akan ditampilkan dengan tanggal hijriah pasangannya, sejauh mungkin.”
Wakil Ketua BTA Atty. Omar Yasser Sema, yang merupakan penggagas RUU tersebut, mengatakan pentingnya penggunaan Kalender Hijriah untuk mengingat peristiwa penting dan berkesan yang terjadi pada masa Nabi Muhammad (SAW).
“Tujuan akhir dari RUU ini adalah untuk dapat mengenali dan menanamkan pengetahuan tentang salah satu peristiwa terpenting dalam Islam, yaitu perjalanan Rasulullah dari Mekah ke Madinah pada bulan Rabiul Awwal di Tahun ke-13 kerasulasan Muhammad SAW,” kata Sema.
“Tidak ada alasan yang dapat dibenarkan untuk tidak menggunakan Kalender Hijriah dalam wilayah yurisdiksi Daerah Otonomi Bangsamoro di Muslim Mindanao, karena mayoritas konstituennya adalah Muslim,” tambahnya.
RUU itu juga disusun bersama oleh 49 anggota BTA lainnya.
Kantor Menteri Utama, melalui kantor Darul-Ifta, bertanggung jawab atas pelaksanaan RUU tersebut, tulis Kantor Informasi Bangsamoro dalam websitenya bangsamoro.gov.ph.
Baca juga: Sejarah Pendudukan AS dan Spanyol, Hingga Tergerusnya Populasi Muslim Moro (Bagian 2)
Baca juga: Milisi Muslim Moro Pelajari Damai Aceh
Wilayah Bangsamoro
Otoritas Transisi Bangsamoro (BTA) didirikan pada 2019 setelah referendum populer yang menyepakati pembentukan wilayah otonomi Muslim yang lebih luas di selatan Filipina.
Wilayah yang memiliki nama resmi Bangsamoro Autonomous Region in Muslim Mindanao (BARMM) ini berpenduduk hampir 5 juta orang yang merupakan etnis Moro dan sebagian besar beragama Islam.
Wilayah yang berpusat di Cotabato City, Maguindanao ini mencakup lima provinsi dan tiga kota, termasuk ibu kota.
Kelima provinsi dimaksud adalah yaitu Basilan (tidak termasuk Kota Isabela), Sulu, Tawi-Tawi, Maguindanao, dan Lanao del Sur.
Sementara tiga kota adalah Kota Cotabato (ibu kota BARMM), Kota Lamitan, dan Kota Marawi.
MILF memimpin perjuangan untuk wilayah otonomi itu sejak pertengahan abad ke-20, yang pada akhirnya menghasilkan pembicaraan damai dan pembentukan BTA setelah referendum pada 30 Januari 2019.
Baca juga: Pimpinan MILF Jabat Kepala Menteri Pemerintahan Bangsamoro, Mantan Kombatan Akan Masuk Parlemen
Enam Jadi Tiga Jadi Enam
Selama proses negosiasi damai dengan pemerintah nasional Manila, atau sebelum Otoritas Transisi Bangsamoro (BTA) didirikan, Front Pembebasan Islam Moro (MILF), yang dipimpin oleh Al-Hajj Murad Ebrahim, meminta masa transisi pemerintahan selama enam tahun.
Tetapi hasil negosiasi menghasilkan pemerintahan transisi selama tiga tahun di bawah Ebrahim, yaitu hingga 2022.
Dalam negosiasi itu, kedua belah pihak setuju untuk mengizinkan pemerintah transisi (BTA) mengendalikan pemerintahan di wilayah BARMM hingga tahun 2022.
Pada tahun 2022, diharapkan berlangsung pemilihan umum untuk memilih pemimpin baru secara demokratis yang melibatkan seluruh pemilih di wilayah Otonomi Muslim Mindanao (BARMM)
Tetapi dalam perjalanan, atau pada awal tahun 2021, muncul tuntutan untuk memperpanjang batas waktu transisi hingga 2025.
Hampir semua anggota parlemen pemerintahan transisi Bangsamoro (BTA) dengan suara bulat mendukung tuntutan tersebut.
Para penduduk di seluruh wilayah Mindanao juga telah mengadakan pawai mendukung permintaan tersebut dalam beberapa minggu terakhir.
Anggota Pemerintahan Bangsamoro saat ini meyakini bahwa mereka membutuhkan lebih banyak waktu untuk mencapai target yang ditetapkan sebelum pemilu dilaksanakan.
Setidaknya tujuh RUU telah diajukan di Kongres dan Senat - enam di antaranya meminta perpanjangan, sementara satu mendukung agar pemilihan diadakan pada waktu yang disepakati pada tahun 2022.
Kongres diharapkan melanjutkan negosiasi pada Mei ketika RUU tersebut akan diperdebatkan dan diharapkan untuk disahkan, kata sumber.
Tahun lalu, pemerintah otonom mengesahkan Kode Administrasi Bangsamoro dan mendeklarasikan tanggal 21 Februadi sebagai hari libur.(Serambinews.com)