Luar Negeri

686 Wanita Sudan Diculik dan jadi Korban Kekerasan Seksual, 58 di Antaranya Berhasil Diselamatkan

58 orang berhasil diselamatkan dan dikembalikan kepada keluarga masing-masing setelah adanya pembicaraan damai antar kelompok bersenjata Sudan.

Penulis: Syamsul Azman | Editor: Zaenal
Anadolu Agency
58 orang berhasil diselamatkan dan dikembalikan kepada keluarga masing-masing setelah adanya pembicaraan damai antar kelompok bersenjata Sudan. 

SERAMBINEWS.COM - Sebanyak 686 wanita Sudan diculik dan penculikan tersebut berkaitan dengan kekerasan seksual.

686 wanita tersebut diculik karena adanya konflik antar kelompok di Sudan Selatan tahun 2020.

Bukan hanya perempuan yang menjadi korban penculikan, termasuk anak-anak turut menjadi korban.

Melansir dari Anadolu Agency, Selasa (6/4/2021) 58 orang berhasil diselamatkan dan dikembalikan kepada keluarga masing-masing setelah adanya pembicaraan damai antar kelompok bersenjata Sudan.

Juru bicara PBB Stephane Dujarric, menyebut banyak perempuan dan anak-anak diculik pada kejadian bentrokan yang terjadi pada Januari sampai Agustus 2020 lalu.

"PBB telah melakukan penyelidikan dan diidentifikasi 686 wanita dan anak-anak telah diculik selama terjadi bentrokan pada tahun 2020," katanya.

"Tragisnya penculikan ini melibatkan kekerasan seksual," tambahnya.

Baca juga: Sudan Peringatkan Rencana Bendungan Ethiopia, Akan Ancam Nyawa 20 Juta Warganya

Baca juga: Ribuan Warga Ethiopia Melarikan Diri dari Kekerasan Etnis, Cari Suaka di Sudan

Sementara itu, Misi PBB di Sudan Selatan (UNMISS) telah bekerja dengan melibatkan badan-badan yang didukung oleh Amerika Serikat dan Inggris.

Sebagai penengah antara kelompok etnis Lou Nuer, Murle, dan Dinka Bor Sudan Selatan.

Jubir PBB ini juga menyebut pertukaran terjadi setelah perdamaian yang dipimpin ketiga ketua etnis dengan cara negosiasi di Negara Bagian Jonglei.

Konferensi perdamaian baru-baru ini di negara bagian Jonglei, Pieri para pemimpin tradisional Sudan Selatan mengadakan pembicaraan serius mengenai tawanan wanita dan anak-anak.

UNMISS menyebut helikopter PBB digunakan untuk membantu mengangkut wanita dan anak-anak korban penculikan untuk kembali kepada keluarga mereka.

"Korban penculikan dan telah dibebaskan menerima dukungan dari Save the Children, dan LSM lokal, Organisasi Pemberdayaan dan Pembangunan Akar Rumput (GREDO) dan Organisasi Aksi Komunitas (CAO),” katanya.

“Kami mendukung upaya pemulangan perempuan dan anak-anak yang tersisa,” kata Dujarric.

Baca juga: Bersumpah Mendukung Warga Suriah, AS, Prancis, Jerman, Italia, Inggris Komitmen Bentuk Perdamaian

Sebelumnya sekitar 7.000 orang yang melarikan diri dari kekerasan etnis yang meningkat di Ethiopia barat.

Mereka telah mencari suaka di negara tetangga Sudan, kata badan pengungsi PBB (UNHCR) pada Selasa (23/2/2021).

Padahal, kedua negara Afrika Timur sedang dalam ketegangan tinggi.

Dilansir AP, kekerasan di Zona Metekel di wilayah Benishangul-Gumuz terpisah dari konflik mematikan di wilayah Tigray utara Ethiopia.

Di situlah pasukan regional Ethiopia dan sekutunya mulai memerangi pasukan regional Tigray pada awal November 2020.
Perang Tigray mengirim lebih dari 61.000 warga Ethiopia ke Provinsi al-Qadarif dan Kassala di Sudan.

UNHCR mengatakan sebagian besar dari 7.000 pencari suaka yang melarikan diri dari Metekel telah tinggal di antara komunitas rumah Sudan.

Dikatakan, UNCHR sedang bekerja dengan otoritas lokal di provinsi Blue Nile untuk menanggapi kebutuhan kemanusiaan yang baru tiba.

Baca juga: Menteri Keuangan AS Kunjungi Sudan, Siap Kucurkan Bantuan Miliaran Dolar

Banyak dari mereka telah tiba di tempat-tempat yang sulit dijangkau di sepanjang perbatasan.

Ketegangan meningkat dalam tiga bulan terakhir di Zona Metekel.

Mendorong pemerintah Ethiopia mengumumkan keadaan darurat di daerah itu pada 21 Januari 2021.

Komisi Hak Asasi Manusia Ethiopia mengatakan lebih dari 180 orang tewas dalam pembantaian terpisah di Metekel pada Desember 2020 dan Januari 2021.

Amnesty International melaporkan pada Desember, anggota komunitas etnis Gumuz, etnis mayoritas di wilayah tersebut - menyerang rumah etnis Amhara, Oromo dan Shinasha.

Kelompok hak asasi mengatakan Gumuz membakar rumah dan menikam serta menembak penduduk.

Gumuz melihat minoritas sebagai pemukim ilegal, kata kelompok hak asasi manusia.

Kekerasan etnis menjadi tantangan besar bagi Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed saat mencoba mempromosikan persatuan nasional di negara dengan lebih dari 80 kelompok etnis.

Amhara adalah kelompok etnis terpadat kedua di Ethiopia dan mereka telah menjadi sasaran berulang kali selama setahun terakhir.

Pejuang dari Amhara, bagaimanapun, telah dituduh oleh para saksi melakukan kekejaman bersama dengan pasukan Ethiopia dan Eritrea dalam konflik Tigray.

Masuknya pengungsi baru ke Sudan terjadi di tengah ketegangan antara Addis Ababa dan Khartoum karena perselisihan perbatasan.

Perundingan menemui jalan buntu mengenai bendungan besar yang sedang dibangun Ethiopia di Sungai Nil Biru, anak sungai utama Sungai Nil. (Serambinews.com/Syamsul Azman)\

BACA BERITA TERKAIT >>> KLIK

Baca juga: BERITA POPULER - Janda Kesepian Digerebek, Kisah Juru Masak Hasan Tiro, hingga Ismed Sofyan Menikah

Baca juga: BERITA POPULER - Teroris Serang Mabes Polri sampai Anak Tebas Leher Ayah Kandung

Baca juga: BERITA POPULER – Bohong Kuliah di Luar Negeri, Mahar Sandal Jepit Hingga Bu Kades Selingkuh

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved