Luar Negeri

Pemuka Agama Ini Penggal Kepalanya Sendiri, Sudah Rencanakan 5 Tahun Lalu, Tinggalkan Sepucuk Surat

Tindakan yang dilakukan pemuka agama Buddha tersebut karena menyakini akan mendapat keberuntungan di akhirat kelak.

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Zaenal
Viral Press via 7News.com
Thammakorn Wangpreecha percaya bahwa membuat persembahan untuk dewa Buddha akan membawanya keberuntungan di akhirat 

SERAMBINEWS.COM, THAILAND – Seorang pemuka agama Buddha atau Biksu nekat menghabisi nyawanya sendiri dengan cara memenggal kepalanya.

Tindakan yang dilakukan pemuka agama Buddha tersebut karena menyakini akan mendapat keberuntungan di akhirat kelak.

Pemuka agama Buddha tersebut memenggal kepalanya sendiri dengan menggunakan guillotine.

Peristiwa itu terjadi di Provinsi Nong Bua Lamphu, Thailand pada Kamis (15/4/2021).

Melansir dari 7News.com, Selasa (20/4/2021), Biksu tersebut diidentifikasi bernama Thammakorn Wangpreecha, berusia 68 tahun.

Laporan media lokal mengatakan bahwa Thammakorn telah merencanakan ritual pengorbanan aneh tersebut selama lebih dari lima tahun terakhir.

Baca juga: Pria Ini Dituntut Hukuman Mati, Cekik Wanita Muda dan Penggal Kepala Korban, Jasad Dilempar ke Semak

Baca juga: Anak yang Penggal Kepala Ayah Kandung Disebut Gangguan Jiwa, Kakak Bantah: Bohong Itu, Dia Sehat

Biksu itu percaya bahwa dengan memenggal kepalanya sendiri dapat memberikan persembahan kepada dewa Buddha, yang akan memberinya keberuntungan di akhirat.

Kepercayaan ini dikenal dalam ajaran Buddhisme sebagai 'membuat pahala'.

Thammakorn ditemukan tewas bersimbah darah di samping kepalanya yang terpenggal di kuil Wat Phu Hin.

Keponakan Biksu tersebut, Booncherd Boonrod, yang menemukan jasad Thammakorn pertama kali.

Ia mengatakan dirinya juga menemukan sepucuk surat yang bertuliskan rencana pamannya tersebut.

“Dalam surat itu, disebutkan bahwa memenggal kepalanya adalah caranya memuji Buddha. Di suratnya dia bilang sudah lima tahun merencanakan ini,” tutur Booncherd.

“Keinginannya adalah mempersembahkan kepala dan jiwanya sehingga Tuhan dapat membantunya bereinkarnasi sebagai makhluk spiritual yang lebih tinggi di kehidupan selanjutnya,” sambung Booncherd.

Baca juga: Penggali Sumur Bunuh Temannya Pakai Balok Kayu, Cemburu Karena Istrinya Sering Ditelepon

Baca juga: Tak Senang Anak Berteman dengan Pria, Ayah Penggal dan Menenteng Kepala Putrinya ke Kantor Polisi

Biksu itu diduga menggunakan guillotine di sebelah patung dewa Buddha.

Sehingga sosok patung dewa Buddha itu akan tampak memegangi kepalanya setelah dipotong.

Ia berkeyakinan bahwa, setelah pemenggalan itu dilakukan dewa bisa ‘memegang’ kepalanya yang putus.

Thammakorn diketahui telah mengabdi di kuil tersebut selama 11 tahun.

Sebelum melakukan aksinya itu dilakukan, ia diduga telah memberi tahu para Biksu lain bahwa dia akan meninggalkan dunia biara.

Namun, Thammakorn dia tidak memberi tahu mereka tentang rencananya menggunakan guillotine.

Polisi yang tiba dilokasi kemudian membawa jenazah Biksu itu ke rumah sakit untuk dilakukan otopsi.

Baca juga: Seorang Anak Penggal dan Arak Kepala Ayahnya Keliling Kampung Gegara Tak Direstui Menikah

Setelah dilakukan otopsi, pihak rumah sakit mengembalikan jasad Thammakorn ke keluarga untuk dilakukan upacara pemakaman.

Setelah kematiannya, lebih dari 300 Biksu lolak tiba di kuil untuk menggelat upacara pemakaman.

Tubuh Thammakorn dibaringkan di dalam peti mati sementara kepalanya ditempatkan di dalam toples.

Setelah para pelayat melakukan doa-doa,  kemudian para murid dan anggota keluarganya membawa jenazahnya ke hutan untuk dilakukan pembakaran.

“Dia telah merencanakan ini selama lima tahun. Sekarang dia memenuhi tujuannya dan bertemu pencerahan, ”kata Yu, salah satu murid Biksu tersebut.

Meskipun beberapa murid memuji tindakan Thammakorn, namun Kantor Agama Buddha Nasional berpandangan lain.

Baca juga: Wanita di Kolombia Ditembak Mati, Gegara Mengunggah Foto Burung Hantu dengan Kepala Terpenggal

Ia meminta pemerintah daerah untuk menjelaskan kepada penduduk di daerah tersebut bahwa praktik semacam itu tidak dianjurkan dalam agama Buddha.

Umat ​​Buddha percaya bahwa melakukan perbuatan baik adalah cara memuji Sang Buddha, yang nantinya akan membawa mereka karma baik dalam apa yang mereka yakini akan menjadi kehidupan berikutnya. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS

Baca Juga Lainnya:

Baca juga: Kedapatan Makan di Warung saat Siang Ramadan, 4 Pengunjung dan 1 Pedagang Diciduk WH Aceh Tamiang

Baca juga: Melihat Banda Aceh 36 Tahun Terakhir Melalui Google Earth ‘Timelapse’, Berubah Drastis Pasca Tsunami

Baca juga: Fakta Baru Gadis 15 Tahun Dirudapaksa Anak DPRD Bekasi, Korban Dijual hingga Kena Penyakit

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved