Papua Ingin Tiru Pola Penyelesaian Konflik Aceh dengan Cara Dialog dan Gencatan Senjata
Hal ini disampaikan Anggota MPR RI dari Fraksi Gerindra, Yan Permenas Mandenas, SSos., MSi dalam Diskusi Empat Pilar MPR RI
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Mursal Ismail
Hal ini disampaikan Anggota MPR RI dari Fraksi Gerindra, Yan Permenas Mandenas, SSos., MSi dalam Diskusi Empat Pilar MPR RI dengan tema "Peran TNI Polri dalam Menumpas KKB Papua," di Gedung MPR RI Senayan, Jakarta, Selasa (27/4/2021)
Laporan Fikar W Eda | Jakarta
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Papua ingin tiru pola penyelesaian konflik seperti di Aceh melalui dialog antara Papua dengan Jakarta dan gencatan senjata.
Hal ini disampaikan Anggota MPR RI dari Fraksi Gerindra, Yan Permenas Mandenas, SSos., MSi dalam Diskusi Empat Pilar MPR RI dengan tema "Peran TNI Polri dalam Menumpas KKB Papua," di Gedung MPR RI Senayan, Jakarta, Selasa (27/4/2021)
Pembicara lain dalam diskusi itu Letjen TNI Mar (Purn) Dr Nono Sampono, MSi (Wakil Ketua DPD RI) dan Dave Akbarshah Fikarno, ME (Anggota MPR RI Fraksi Partai Golkar).
Mantan aktivis Papua, Yan Permenas Mandenas, SSos, MSi, menyatakan dirinya mencoba membangun komunikasi dengan penuntut gerakan Papua Merdeka.
“Pertanyaan mereka ternyata, kapan kita bisa dialog dengan Jakarta untuk menyelesaikan masalah Papua seperti Aceh.
Kalau Aceh gencatan senjata bisa dilakukan, kenapa pemerintah tidak bisa mendorong itu, supaya kita selesaikan dengan pola yang sama.
Saya pikir mungkin akan tuntas dan kita ajak teman-teman OPM aktif semua yang ada di hutan itu untuk turun dan serahkan senjata dan serahkan diri.
Sepakati bersama bahwa tidak ada lagi aksi teror dan tembak-menembak seperti ini,” kata Yan Permenas.
Baca juga: Ustaz Abdul Somad Resmi Menikah, Dihadiri Pimpinan Gontor, Digelar Sederhana, Haru dan Hikmat
Baca juga: Ular Piton Raksasa yang Ditangkap Warga Sudah Dikuburkan, Mati Setelah Mangsa Kambing
Baca juga: Perjalanan Menantang Baitul Mal Aceh Selatan Salur ZIS ke Alue Kejrun, 3 Jam Naik Boat Melawan Arus
Yan menyebutkan, dirinya mencoba memberi pandangan bahwa, kasihan rakyat sipil jadi korban, aparat juga korban seperti itu.
“Jadi saya pikir kejadian seperti ini ya masyarakat di Papua juga sebenarnya tidak menginginkan hal ini harus terus terjadi karena aksi saling balas dendam ini panjang ceritanya.
Saya yakin kalau kita tuh pas untuk tumpas yang ada, generasi yang baru naik dan polanya tetap sama lagi dan tidak akan selesai,” ujarnya.
“Karena yang akan kita ubah adalah bagaimana mengubah mindsetnya berpikir orang di Papua, baik itu secara politis maupun ekonomi.
Kita harus mengubah semua dengan cara resolusi yang kita berikan melalui dialog,” tambahnya.
Menurutnya, kalau dialog itu bisa dilakukan, maka bisa diwujudkan sebuah kesepakatan damai, kesepakatan bersama menghentikan pertikaian di Papua.
“Tapi kalau itu tidak ada ruang sama sekali yang diberikan oleh pemerintah, sampai kapanpun, jangankan saya di DPR, tokoh-tokoh Papua pun semua teriak hal yang sama.
Apalagi yang ada di grass root yang ada di balik gunung, di balik hutan. Sebagian aktor-aktor intelektualnya ini kan tidak lagi di Papua, mereka dari luar negeri masuk ke Papua, itu persoalan utamanya.
Jadi kita mau mendeteksi otak-otaknya susah, karena mereka berada di luar negeri semuanya.
Sekarang bagaimana mereka yang ada di dalam negeri dan di luar negeri ini kita panggil , kita dudukan bersama dan kita dialogkan dengan pemerintah pusat kita selesaikan masalah Papua,” ujar Yan Permenes.
Ia mencontohkan, Aceh dengan gencatan senjata, bisa buat perjanjian damai sampai sekarang tenang.
“Kenapa Papua kita tidak bisa selesaikan dan kita biarkan. Banyak hal yang sangat menyimpang di Papua kalau kita datang, saya sering reses ke balik gunung, lembah di kepulauan.
Itu banyak sekali daerah-daerah yang tidak tertangani dengan baik, bahkan di luar dari pantauan pemerintah.
Bahkan bukan saja itu, birokrasi tidak bisa terjangkau sampai dengan pelosok-pelosok, pelayanan pemerintahan tidak maksimal, membuat masyarakat di sana tidak mendapatkan pelayanan yang baik.
Yan mengaku sering melakukan komunikasi dengan aktivis TPM/OPM aktif dan mantan TPM/OPM yang yang masih berjuang.
“Saya sampaikan bahwa saya tidak mengganggu urusan kalian, tapi saya minta kita ciptakan damai di tanah Papua itu dan saya bilang hargai negara ini, sudah memberikan banyak untuk Papua.
Kalau ada kesalahan kita evaluasi, tapi saya tidak ingin kita harus terus pertumpahan darah di Papua kita lanjutkan, karena sangat tidak menguntungkan kita untuk membangun tanah Papua,” ujarnya. (*)