Seorang Kepala Dinas Nikah Siri dengan Bawahan, Tak Tahan dengan Istri Sah yang Banyak Nuntut
Dia juga paham konsekuensi dari pernikahan siri. Kadis ini terpaksa menikah siri karena sudah tidak tahan dengan sikap istri sahnya.
Berdasar penelusuran tim Lipsus Tribunjateng.com, ada beberapa alasan seseorang melakukan pernikahan secara siri.
Nikah siri bisa saja dilakukan oleh bujang dan gadis, janda dan duda, atau bahkan dalam status masih mempunyai istri. Asal syarat dan rukun terpenuhi.
Alasan lain, karena nikah siri murah biaya, tanpa ada kewajiban walimatul ursy atau pesta perkawinan/resepsi.
Tak ingin diketahui oleh istri sahnya, dan alasan lainnya, misal karena berjauhan, LDR.
Seorang modin di Kelurahan Jomblang, Kecamatan Candisari, Kota Semarang, Muhammad Latif menyebut, rata-rata pernikahan siri hanya dikenakan biaya antara Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta.
"Setahu saya kalau ada yang menikah siri sekitar Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta saja," terangnya.
Latif sendiri mengaku tidak pernah menjadi modin bagi pernikahan siri.
Sebab, apabila dilakukan, dia akan mendapatkan sanksi karena tidak sesuai dengan aturan UU yang berlaku.
"Saya tidak berani. Karena terikat oleh aturan UU. Kalau saya nekat, bisa kena sanksi. Justru yang berani menjadi modin di pernikahan siri, biasanya kiai atau ustaz di pesantren," terangnya.
Berdasarkan pengalamannya selama menjadi modin, Latif kerap menjumpai adanya pernikahan siri dengan alasan karena terlanjur berzina dan menghasilkan anak.
Pihak laki-laki lebih memilih pernikahan siri, karena tidak ingin mempoligami istri sahnya.
"Rata-rata karena hamil duluan. Sedangkan laki-lakinya sudah beristri tapi tidak mau mempoligami.
Si perempuan terpaksa mau melakukan nikah siri karena malu dengan keluarga besar maupun tetangga.
Alhasil terjadilah nikah siri, tapi justru yang jadi korban si perempuan dan anaknya nanti," jelas Latif.
Ia melanjutkan, karena pernikahan siri tidak memiliki kekuatan hukum.