Kupi Beungoh

Kunjungan Ramadhan ke AD Pirous: Lingkaran Budaya Muzakir Walad, dan “Resurrection” PKA (VIII)

Tak ubah dengan strategi para kaisar Romawi kuno tentang mencari cara menggembirakan rakyatnya, Walad tahu benar “what need to be done”.

Editor: Zaenal
SERAMBINEWS.COM/Handover
Sosiolog Aceh, Ahmad Humam Hamid, berkunjung ke galery lukisan seniman Indonesia asal Aceh, Abdul Djalil Pirous (AD Pirous), di kawasan Dago Pakar, Bandung, April 2021. 

Ia menjanjikan Ibrahim Kadir untuk menjadi koregographer tari massal pada MTQ XII, dan ia menjanjikan akan meminta Majid Ibrahim untuk setuju dengan penampilan itu.

Sekalipun periode pemerintahan pada masa itu berada pada salah satu lingkaran seni budaya Walad, Majid Ibrahim, -karena meninggal kemudian dilanjutkan oleh Edi Sabhara- Ibrahim Kadir, dengan koreographi tarian massalnya mampu menghipnotis rombongan Presiden Suharto pada masa itu.

Ibrahim Kadir, seniman alam Gayo itu kemudian menjadi perbincangan nasional, dan serelah itu di diajak oleh Gubernur Sumatera Barat Azwar  Anas, untuk merancang tarian massal pembukaan MTQ berikutnya di Kota Padang pada waktu itu.

Muzakir ternyata kemudian adalah konsumen seni yang lapar.

Tidak heran kalau kemudian ia tidak hanya mau tahu banyak tentang budaya Aceh, akan tetapi juga berbagai seni dan budaya lain.

Sebelum melaksanakan PKA II, bayangkan saja Walad, mengundang Bengkel Taeter WS Rendra untuk pargelaran karya besar Syeikh Barzanji di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.

Masyarakat Banda Aceh pada masa itu, tidak hanya menikmati keindahan olah kata, nada, dan gerak yang ditampilkan oleh rombongan Rendra dalam persembahan Qasidah Berzanji.

Masyarakat juga menikmati pementasan drama klasik tragedi Yunani, Odipus Rex yang ditulis oleh Sophocles lebih 400 tahun sebelum Nabi Isa lahir.

Bebeda dengan Qasidah Berzanji yang dipentaskan di depan Masjid Raya sehabis sehabis Shalat Isya, Odipus Rex dipentaskan di gedung Perbasi, Peunayong, Banda Aceh.

Sulit membayangkan pertunjukan live, baik qasidah Barzanji apalagi drama Odipus Rex versi Muzakir Walad akan  dapat dinikmati oleh milenial kita saat ini, yang sangat dinikmati oleh kakek-nenek dan orang tua mereka pada masanya.

Mileneal kita hari ini mungkin tidak bisa membayangkan bagaimana masyarakat dan otoritas pada masa itu melihat pergelaran seni yang menampilkan pemain yang bukan muhrim, tampil dalam sebuah petunjukan kolosal, dengan kreasi gerak dan tarian, nyanyian, suara musik, tanpa sedikitpun menggerus keimanan penontonnya.

Sebagai Gubernur, Walad rumanya tidak sendiri dalam melihat, menikmati, dan menghayati seni dan budaya.

Ia dikelilingi oleh orang-orang dekatnya yang secara kebetulan menaruh minat yang sama.

Pendiri Bappeda dan mantan Gubernur Majid Ibrahim, Ibrahim Hasan, Mantan Sekda Hasan Basri, dan sejarawan dan sastrawan Ibrahim Alfian adalah sejumlah teman diskusi Walad tentang sejarah dan seni.

Baca juga: Kunjungan Ramadhan ke AD Pirous: Pemula dan Pendiri Kaligrafi Kontemporer Nasional (VII)

Kolase foto lukisan kaligrafi karya Abdul Djalil Pirous, seniman Indonesia asal Meulaboh Aceh Barat. Lukisan-lukisan ini disimpan di Serambi Pirous, studio galery, di Jl. Bukit Pakar Timur II/111 Bandung, 40198, Indonesia.
Kolase foto lukisan kaligrafi karya Abdul Djalil Pirous, seniman Indonesia asal Meulaboh Aceh Barat. Lukisan-lukisan ini disimpan di Serambi Pirous, studio galery, di Jl. Bukit Pakar Timur II/111 Bandung, 40198, Indonesia. (SERAMBINEWS.COM/Handover)

Pirous di Lingkaran Muzakir Walad

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved