Berita Lhokseumawe
Berpapasan dengan Iringan Reo TNI Saat Awasi Keadaan, Begini Kisah Eks GAM di Hari Pertama DOM Aceh
Terlebih bagi para pihak yang terlibat langsung dalam konflik Aceh tersebut, semisal para mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka atau GAM.
Penulis: Saiful Bahri | Editor: Saifullah
Laporan Saiful Bahri I Lhokseumawe
SERAMBINEWS.COM, LHOKSEUMAWE – Pemberlakuan Daerah Operasi Militer atau DOM di Aceh pada 19 Mei 2003 silam, memang sangat terpatri dalam sanubari warga Aceh.
Terlebih bagi para pihak yang terlibat langsung dalam konflik Aceh tersebut, semisal para mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka atau GAM.
Peristiwa penting 18 tahun silam tersebut memang menjadi catatan sejarah yang wajib diingat oleh masyarakat Aceh.
Sebab, tepat pada tanggal 19 Mei 2003, Aceh resmi dinyatakan sebagai daerah dengan status darurat militer oleh Presiden Megawati Sukarnoputri.
Presiden Indonesia kala itu, Megawati Sukarnoputri menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 28/2003 tentang Darurat Militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang berlaku mulai Senin (19/5/2003) pukul 00.00 WIB.
Baca juga: Jokowi Kirim Pasukan Setan Tumpas KKB Teroris Papua, Penembak Runduk Sudah Terbukti saat DOM Aceh
Baca juga: Kabar Duka, Mantan Mendagri Masa DOM Aceh, Letjen Purn Syarwan Hamid Meninggal Dunia
Baca juga: Kasus Corona Meningkat, Begini Grafik Penambahan Kasus Covid-19 di Lhokseumawe Periode 1-19 Mei 2021
Operasi militer ini diberlakukan untuk menumpas Gerakan Aceh Merdeka atau GAM yang saat itu disebut menolak tiga syarat yang diajukan Pemerintah Indonesia dalam perundingan di Tokyo, Jepang.
Hari pertama Aceh ditetapkan sebagai Daerah Operasi Militer tentunya meninggalkan kenangan bagi sejumlah eks kombatan.
Salah satunya adalah M Dahlan (40), seorang eks kombatan yang berdomisili di Desa Simpang Empat, Kecamatan Simpang Keuramat, Aceh Utara.
M Dahlan yang dikenal dengan sebutan Maklan, Rabu (19/5/2021), kepada Serambinews.com, menceritakan pengalaman kala pemberlakuan DOM.
Sebelum Aceh ditetapkan sebagai Daerah Operasi Militer, kawasan Simpang Keuramat masih masuk dalam zona damai berdasarkan kesepakatan Cessation of Hostilities Agreement (CoHA) yang diteken di Jenewa, Swiss pada 9 Desember 2002.
Baca juga: Target Vaksin 70 Juta, Menko Airlangga: Vaksin Gotong Royong Percepat Vaksinasi untuk Usia Produktif
Baca juga: Bertambah Dua Lagi Warga Lhokseumawe Terpapar Virus Corona, Kasus Meninggal Kini Jadi 25 Orang
Baca juga: Pengadilan Tolak Gugatan 13 Anggota DPRK Simeulue Periode 2014-2019, Kajari: Kasus SPPD Lanjut
"Jadi saat itu, kami di Simpang Keuramat boleh berlalu lalang seperti biasa, tapi tak boleh menenteng senjata karena dalam zona damai," katanya.
Tepat pada 18 Mei 2003 atau beberapa jam sebelum Aceh ditetapkan sebagai Daerah Operasi Militer, Maklan bersama sejumlah rekannya berkumpul di Desa Paya yang masuk dalam wilayah Kecamatan Simpang Keuramat.
"Kami menunggu bagaimana keputusan perundingan di Tokyo, Jepang," katanya.
Lalu, pada 19 Mei 2003 sekitar pukul 00.20 WIB, mereka telah mendapatkan kabar kalau Aceh telah ditetapkan sebagai Daerah Operasi Militer.