Internasional
Erdogan Sebut Austria Bagian dari Nazi Jerman, Ikut Bantai Yahudi, Kini Beri Dukungan ke Israel
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyebut Austria sebagai bagian dari Nazi Jerman yang ikut membantai Yahudi di Eropa.
SERAMBINEWS.COM, WINA - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyebut Austria sebagai bagian dari Nazi Jerman yang ikut membantai Yahudi di Eropa.
Mendapat tudingan itu, Pemerintah Austria pada Selasa (18/5/2021) memanggil Duta Besar Turki.
Seusai mengecam pengibaran bendera Israel di atas gedung pemerintah.
Komentar itu dikeluarkan oleh di Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Tentang keputusan pemerintah Austria memberi dukungan dan solidaritas ke israel.
Bendera Israel dikibarkan di atas gedung Kanselir Austria dan Kementerian Luar Negeri di Wina pada Jumat (14/5/2021).
Pengibaran itu untuk mengutuk serangan roket oleh kelompok Hamas dari Jalur Gaza, Palestina di Israel.
Baca juga: Joe Biden Dikecam Presiden Turki Terkait Gaza, Erdogan: Anda Menulis Sejarah dengan Tangan Berdarah
Dalam pidato yang disiarkan televisi kepada rakytanya pada Senin (17/5/2021) Erdogan berkata:
"Saya mengutuk pemerintah Austria yang mengibarkan bendera Israel di atas gedung kanselir."
Dia menambahkan mengibarkan bendera negara teroris di atas gedung, mirip dengan hidup bersama teror.
Dikatakan, pemerintah Austria sedang mencoba membuat Muslim membayar harga dari genosida mereka sendiri terhadap Yahudi.
Baca juga: Israel Tak Berprikemanusiaan, Fasilitas Kesehatan di Jalur Gaza Dihancurkan dan Dua Dokter Tewas
"Yang terakhir ini merujuk pada fakta, setelah aneksasinya pada tahun 1938, Austria adalah bagian dari Nazi Jerman dengan ikut membantai warga Yahudi," ujarnya.
Kantor Pers Austria melaporkan Menteri Luar Negeri Alexander Schallenberg mengatakan Duta Besar Turki dipanggil karena komentar tidak masuk akal dari Presiden Erdogan.
Schallenberg menambahkan tidak mungkin menyelesaikan konflik Timur Tengah sambil berbusa di mulut.
Dia mengatakan alih-alih menuangkan minyak ke atas api, Turki seharusnya berkontribusi untuk mengakhiri konflik Palestina-Israel.
Sementara itu, Badan kemanusiaan PBB menggambarkan situasi yang semakin mengerikan di dalam Jalur Gaza.
Karena perang antara Israel dan penguasa Hamas di wilayah itu berkecamuk tanpa akhir.
Jens Laerke, Juru bicara Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan mengatakan hampir 58.000 warga Palestina meninggalkan rumah dalam sepekan terakhir ni.
Laerke mengatakan listrik di seluruh Jalur Gaza hanya antara enam sampai delapan jam sehari.
Mengutip otoritas Palestina, dia mengatakan 132 bangunan yang terdiri dari 621 perumahan dan unit komersial telah hancur di Gaza.
Dia mengatakan 316 unit rumah lainnya rusak parah dan tidak bisa dihuni.
Israel dan Mesir telah memberlakukan blokade yang melumpuhkan di Jalur Gaza.
sejak Hamas merebut kekuasaan dari pasukan Palestina yang bersaing pada tahun 2007.
Israel mengatakan penutupan itu diperlukan untuk mencegah kelompok itu mempersenjatai kembali,.
Tetapi, kelompok hak asasi memandangnya sebagai bentuk hukuman kolektif.
Baca juga: Menlu Indonesia dan Turki Bahas Situasi Terkini di Palestina
Laerke menyambut baik keputusan Israel untuk membuka penyeberangan komersial utama Jalur Gaza,.
Sehingga, memungkinkan pasokan bantuan mengalir untuk pertama kalinya sejak perang meletus pada 10 Mei 2021.
COGAT, badan militer Israel yang mengkoordinasikan urusan sipil di Gaza, mengatakan penyeberangan ditutup setelah serangan mortir.
Tetapi, telah dibuka kembali untuk memungkinkan peralatan medis dan bantuan mendesak lainnya masuk Jalur Gaza.(*)
