Berita Banda Aceh
Koalisi NGO HAM Aceh Persoalkan Penyegelan Tempat Usaha Karena Langgar Protkes
Beberapa warung dipasangi police line, sehingga membuat pemilik usaha takut untuk membuka tempat usahanya.
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Taufik Hidayat
Laporan Fikar W Eda |Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Kepala Divisi Konstitusi Koalisi NGO HAM Aceh Muhammad Reza Maulana, mempersoalkan penyegelan dan penutupan sejumlah tempat usaha di Banda Aceh karena dianggap melanggar Protokol Kesehatan (Prokes) Covid 19.
Beberapa warung dipasangi police line sehingga pemilik takut untuk membuka tempat usahanya.
"Informasi yang kami peroleh dari berbagai Media, tindakan tersebut katanya didasari pada Peraturan Walikota Banda Aceh Nomor 20 Tahun 2020, namun Peraturan Walikota tersebut tidak diketahui keberadaannya, bahkan disitus JDIH Kota Banda Aceh pun sebagai pusat informasi publik juga tidak tersedia disana, artinya peraturan tersebut seharusnya dapat dipublikasikan agar masyarakat mengerti dasar hukum pelaksanaan penyegelan tersebut" kata Reza Maulana.
Justru aturan penyegelan terdapat pada Peraturan Walikota Banda Aceh Nomor 51 Tahun 2020 tentang Perubahan Peraturan Wali Kota Banda Aceh Nomor 20 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Usaha Makanan dan Minuman Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19.
“Namun setalah membaca dengan seksama aturan tersebut sama sekali tidak mengatur tentang jam malam, ketentuan yang khusus dan wajib dilakukan baik perseorangan maupun tempat usaha adalah melaksanakan protokol kesehatan yang disebut 4M," ujarnya.
Di dalam aturan itu juga diatur tentang tahapan dan proses pengenaan sanksi, dimulai dari administratif berupa pembayaran denda dan sanksi sosial, penutupan sementara, sampai penghentian usaha, dan wajib dilakukan secara berjenjang, itupun kalau ada pelanggaran prokes bukan pelanggaran jam malam (23.00 - 05.30).
Baca juga: Waspada Silent Carrier Pembawa Virus Corona Lebih Berbahaya
Baca juga: Total warga Positif Covid-19 di Aceh Capai 14.631 Kasus
Baca juga: Hari Ini, Bertambah Enam Warga Lhokseumawe Terpapar Covid-19, Sembuh 13 Orang, Berikut Data Lengkap
“Jadi kami tegaskan kembali bahwa jam malam itu bukan prokes sehingga tidak dapat dijadikan dasar hukum penyegelan tempat usaha karena alasan itu," tukasnya.
Reza Maulana mendapat laporan dari masyarakat ternyata tindakan penyegelan tanpa disertai dengan surat tanda bukti pelanggaran (STBP) sebagaimana diatur dalam Pasal 8A ayat (4) Perwal B. Aceh 51 Tahun 2020, mereka hanya diambil KTP aslinya dan tidak ada selembar suratpun yang diserahkan kepada pemilik tempat usaha.
"Artinya tidak jelas pelanggaran protokol kesehatan apa yang dilanggar tempat usaha, jika tempat usaha tidak menyediakan sarana pencuci tangan dan sebagainya, maka tuangkan di dalam STBP tersebut, jadi jelas dasar penegakannya," tukasnya.
Baca juga: Lagi, Petugas Gagalkan Penyelundupan Sabu ke LP Meulaboh, Dimasukkan dalam Sabun Mandi dan Deodoran
Baca juga: VIDEO Lokasi Wisata Pantai di Kota Banda Aceh Masih Dibuka Untuk Umum
Baca juga: RVQ Indonesia Bagikan 1.000 Quran Nusantara Kepada Hafiz di Pidie Jaya
Menurutnya, jika dilihat dengan cermat apa yang dilakukan oleh Tim Satgas Covid Banda Aceh itu dengan merujuk dasar Perwal nomor 20 Tahun 2020, berarti Perwal sudah diterbitkan tahun 2020.
"Lantas kenapa baru Tahun 2021 dilaksanakan, jika yang menjadi dasar tindakan petugas adalah Perwal tersebut, seharusnya keadaan seperti saat ini sudah sejak lama kita lihat, artinya mereka Para Penegak Hukum Protokol Kesehatan pun tidak taat hukum, tidak melaksanakan apa yang sudah diperintahkan norma yang tertuang di dalam Peraturan Walikota tersebut, dimana sudah diterbitkan tahun 2020 namun baru dilaksanakan pada tahun 2021," gugatnya.
Selanjutnya, publik juga bertanya-tanya terkait alasan logis penutupan tempat usaha di atas jam 23.00, lantas apakah Covid-19 baru menular pada malam hari di atas jam 23.00 sampai dengan jam 05.30, sedangkan selain dari jam tersebut Covid tidak ada?
Menurut hemat Reza, jika tujuannya pencegahan penyebar Covid, gunakan aturan hukum yang telah diatur jelas, misalnya mengurangi jumlah pengunjung, memastikan jarak antar pengunjung sesuai dengan prokes, memastikan setiap pengunjung menggunakan masker, memastikan pelaku usaha menyediakan sarana cuci tangan yang disertai disifektan atau hand sanitizer.(*)