Info Haji 2021

Batal Diberangkatan Tahun 2021, Bagaimana Nasib Uang Jamaah Haji? Menag Yaqut: Dananya Aman

Menag mengatakan, uang yang telah disetor untuk melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) tahun 1441 H/2020 aman dan jemaah dapat meminta kembali.

Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Zaenal
Kementerian Agama RI
Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama secara resmi membatalkan pemberangkatan jemaah Haji tahun 2021.

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan pandemi virus Corona yang masih malanda dunia, menjadi salah satu alasan pemerintah untuk tidak memberangkatan jemaah tahun ini.

“Karena masih pandemi dan demi keselamatan jemaah, Pemerintah memutuskan bahwa tahun ini tidak memberangkatkan kembali jemaah haji Indonesia,” tegas Menag dalam telekonferensi dengan media di Jakarta, Kamis (3/6/2021).

Pembatalan pemberangkatan jemaah Haji tahun 2021 itu tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 660 tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1442 H/2021 M.

Pembatalan keberangkatan jemaah ini berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia (WNI) baik dengan kuota haji Indonesia maupun kuota haji lainnya.

Baca juga: Waspada Hoaks, Kemenag Tegaskan Indonesia Tidak Punya Utang Terkait Penyelenggaraan Haji

Baca juga: Pemerintah Resmi Tak Berangkatkan Jemaah Haji 2021, Menag: Keputusan Ini Pahit

Lantas, bagaimana nasib uang jemaah yang telah disetor?

Menag mengatakan, uang yang telah disetor untuk melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) tahun 1441 H/2020 aman dan jemaah dapat memintanya kembali.

 “Setoran pelunasan Bipih dapat diminta kembali oleh jemaah haji yang bersangkutan. Jadi uang jemaah aman. Dana haji aman,” tegas Menag.

“Indonesia juga tidak punya utang atau tagihan yang belum dibayar terkait haji. Info soal tagihan yang belum dibayar itu hoax," sambungnya.

Jemaah haji, reguler dan haji khusus, yang telah melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) tahun 1441 H/2020 M, akan menjadi jemaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji 1443 H/2022 M.

Menag menyampaikan simpati kepada seluruh jemaah haji yang terdampak pandemi Covid-19 tahun ini.

Untuk memudahkan akses informasi masyarakat, selain Siskohat, Kemenag juga telah menyiapkan posko komunikasi di Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

Kemenag juga tengah menyiapkan WA Center yang akan dirilis dalam waktu dekat.

“Keputusan ini pahit. Tapi inilah yang terbaik. Semoga ujian Covid-19 ini segera usai,” pungkas Menag.

Baca juga: WHO Setujui Penggunaan Vaksin Covid-19 Sinovac, Arab Saudi Izinkan Jemaah Haji Asal Indonesia?

Sebelumnya, Menag Yaqut menegaskan, keputusan pembatalan pemberangkatan jemaah Haji 2021 sudah melalui kajian mendalam.

Kemenag pun sudah melakukan pembahasan dengan Komisi VIII DPR RI pada 2 Juni 2021 lalu secara tertutup.

Mencermati keselamatan jemaah haji, aspek teknis persiapan, dan kebijakan yang diambil oleh otoritas pemerintah Arab Saudi, Komisi VIII DPR dalam simpulan raker tersebut juga menyampaikan menghormati keputusan yang akan diambil Pemerintah. 

Kemenag, jelas Gus Yaqut, juga telah melakukan serangkaian kajian bersama Kementerian Kesehatan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan, dan lembaga terkait lainnya. 

"Alhamdulillah, semua memahami bahwa dalam kondisi pandemi, keselamatan jiwa jemaah harus diutamakan. Ormas Islam juga akan ikut mensosialisasikan kebijakan ini untuk kepentingan jemaah," tutur Menag.

Pemerintah menilai bahwa pandemi Covid-19 yang masih melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi, dapat mengancam keselamatan jemaah.

Apalagi, jumlah kasus baru Covid-19 di Indonesia dan sebagian negara lain dalam sepekan terakhir masih belum menunjukan penurunan yang signifikan.

Singapura, meski kasus harian pada awal Juni adalah 18, namun sudah memutuskan tidak memberangkatkan jemaah haji, sementara Malaysia memberlakukan lockdown. 

Baca juga: Arab Saudi Tak Akui Vaksin Buatan Cina, Indonesia Cari Vaksin Johnson & Johnson untuk Jamaah Haji

Undang-Undang No 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah juga memberikan amanah kepada pemerintah untuk melaksanakan tugas perlindungan.

Karenanya, faktor kesehatan, keselamatan, dan keamanan jemaah menjadi faktor utama.

“Ini semua menjadi dasar pertimbangan dalam menetapkan kebijakan. Apalagi, tahun ini juga ada penyebaran varian baru Covid-19 yang berkembang di sejumlah negara,” jelas Menag. 

“Penyelenggaraan haji merupakan kegiatan yang melibatkan banyak orang yang berpotensi menyebabkan kerumunan dan peningkatan kasus baru Covid-19,” sambungnya.

Di sisi lain, pemerintah Arab Saudi, kata Menag, sampai hari ini (Kamis, 3/6/2021), juga belum mengundang Pemerintah Indonesia untuk membahas dan menandatangani Nota Kesepahaman tentang Persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 H/2021 M.

"Ini bahkan tidak hanya Indonesia, tapi semua negara. Jadi sampai saat ini belum ada negara yang mendapat kuota, karena penandatanganan Nota Kesepahaman memang belum dilakukan," tegas Menag.

Kondisi ini berdampak pada persiapan penyelenggaraan ibadah haji.

Sebab, berbagai persiapan yang sudah dilakukan, belum dapat difinalisasi.

Untuk layanan dalam negeri, misalnya kontrak penerbangan, pelunasan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih), penyiapan dokumen perjalanan, penyiapan petugas, dan pelaksanaan bimbingan manasik, semuanya baru bisa diselesaikan apabila besaran kuota haji sudah diterima dari Saudi.

Demikian pula penyiapan layanan di Saudi, baik akomodasi, konsumsi, maupun transportasi, belum bisa difinalisasi karena belum ada kepastian besaran kuota, termasuk juga skema penerapan protokol kesehatan haji, dan lainnya.

"Itu semua biasanya diatur dan disepakati dalam MoU antara negara pengirim jemaah dengan Saudi. Nah, MoU tentang persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442H/2021M itu hingga hari ini belum juga dilakukan," tuturnya.

"Padahal, dengan kuota 5 persen dari kuota normal saja, waktu penyiapan yang dibutuhkan tidak kurang dari 45 hari," lanjutnya.

Baca juga: Khutbah Jumat di Masjid Haji Keuchik Leumiek, Khatib: Jika Ingat Allah, Maka Allah akan Ingat Kita

Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah dampak dari penerapan protokol kesehatan yang diberlakukan secara ketat oleh Saudi karena situasi pandemi.

Pembatasan itu bahkan termasuk dalam pelaksanaan ibadah.

Berkaca pada penyelenggaraan umrah awal tahun ini, pembatasan itu antara lain larangan salat di Hijir Ismail dan berdoa di sekitar Multazam.

Shaf saat mendirikan salat juga diatur berjarak. Ada juga pembatasan untuk salat jemaah, baik di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.

"Pembatasan masa tinggal juga akan berdampak, utamanya pada penyelenggaraan Arbain. Karena masa tinggal di Madinah hanya tiga hari, maka dipastikan jemaah tidak bisa menjalani ibadah Arbain," terangnya. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)

INFO HAJI 2021

IKUTI KAMI DI GOOGLE NEWS 

Baca Juga Lainnya:

Baca juga: Hukum Tidur Setelah Shalat Subuh dan Asar Serta Cara Melawan Kantuk, Simak Ulasan Buya Yahya

Baca juga: Hari Bersepeda Sedunia 2021, Simak Manfaat Bersepeda Bagi Penderita Diabetes

Baca juga: Ketahuilah! Berikut Ada 11 Cara yang Wajib Diperhatikan untuk Mencegah Gagal Ginjal

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved