Opini
Era Mati Rasa
Kekerasan dan pelecehan seksual oleh orang-orang dekat, semakin mengkhawatirkan. Kasus kekerasan dan pelecehan seksual
Tawaran dan catatan
Saat menulis opini ini, saya baru saja membaca satu surat Pemerintah Aceh kepada sejumlah dinas terkait dengan menindaklanjuti permintaan pihak legislatif terkait revisi Qanun Jinayat. Saya tidak dalam kapasitas untuk mengomentari bagaimana
substansinya. Jika qanun itu dianggap lemah, termasuk dalam penafsiran terkait kasus, menjadi penting mendapat perhatian. Pertanyaan yang muncul di benak saya, antara lain bukankah dulu legislatiflah yang dominan menentukan substansi qanun tersebut?
Dalam ruang-ruang sidang, terkesan menutup mata sejumlah masukan yang diberikan. Bahkan pada era Gubernur Irwandi, qanun ini sendiri tidak mau disetujui oleh legislatif? Tawaran saya, berusahalah untuk melihat hal tertentu secara untuh, komprehensif, kompleks, dan tidak terkotak-kotak. Masalah yang muncul harus dilihat dalam ruang yang luas sehingga dalam melihat hal yang sudah tidak selaras dengan realitas sosial, akan diperbaiki sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerah yang bersangkutan.
Kita harus belajar untuk memberi respons secara baik untuk semua masalah yang muncul. Respons ini diberikan bukan karena ada tekanan atau apapun. Realitas sosial harus menjadi catatan penting dalam merespons ini. Pengambil kebijakan harus membuka mata dan telinga lebih lebar untuk mendapatkan realitas sosial dengan baik.
Kasus kekerasan dan pelecahan seksual sudah tidak normal. Apakah tidak perlu pengambil kebijakan mendudukkan para intelektual untuk menelusuri secara keilmuan, mengapa hal ini terjadi di wilayah kita. Bisa jadi kita ragu terhadap sebagian ilmuan yang lebih mementingkan kerja-kerja praktis, namun saya yakin ilmuan yang berkualitas dengan kapasitas mental yang baik masih tersedia.
Kita jangan membiarkan kondisi mati rasa ini makin meluas. Kita harus cepat bergerak sebelum mati rasa ini menjadi realitas yang sudah tidak dapat ditolak. Mudah-mudahan tidak!