Internasional
Militan Sahel di Mali Bertarung Habis-habisan, ISIS dan Al-Qaeda Targetkan Sebagai Markas Baru
Militan Sahel memberi perlawanan habis-habisan terhadap serangan pasukan multinasional pimpinan Prancis.
SERAMBINEWS.COM, BAMAKO- Militan Sahel di Mali memberi perlawanan habis-habisan terhadap serangan pasukan multinasional pimpinan Prancis.
Upaya pasukan multinasional mencegah pengambilalihan oleh ekstremis di bagian Afrika yang dikenal sebagai Sahel menghadapi tantangan berat.
Mali, di mana sekitar 400 tentara Inggris saat ini dikerahkan, baru saja mengalami kudeta kedua dalam sembilan bulan, yang secara luas dikecam oleh para pemimpin regional.
Presiden Prancis Emmanuel Macron telah mengancam akan menarik 5.100 tentara Prancis di sana, seperti dilansir BBCNews, Jumat (3/6/2021).
Jika para pemimpin kudeta membuat kesepakatan dengan gerilyawan Islam yang sama yang sedang diperangi oleh pasukan itu.
Lebih jauh ke utara, Spanyol telah menarik diri dari latihan perang multinasional yang dipimpin AS yang dijuluki Singa Afrika karena perselisihan dengan Maroko.
Hal itu penting untuk Afrika Barat dan kawasan, tetapi juga bisa berdampak buruk bagi bagian lain dunia.
Bagian Afrika ini, Sahel, merupakan rute transit bagi sejumlah besar migran yang menuju ke utara menuju Eropa.
Juga rute transit utama untuk obat-obatan terlarang, senjata dan jihadis.
Pada Januari 2021, ditemukan sebuah kendaraan berisi sekelompok laki-laki migran, terutama dari Niger dan Nigeria, duduk di belakang mobil pikap.
Mereka selama perjalanan melintasi penutup Air, Niger utara, menuju Pos perbatasan Libya di Gatrone.
Beberapa mengharapkan peningkatan arus migran melakukan perjalanan berbahaya ke utara dari tempat-tempat seperti Niger.
Baik kelompok Negara Islam atau ISISI maupun saingannya Al-Qaeda telah mengambil keputusan strategis.
Untuk menjadikan Afrika sebagai prioritas baru mereka setelah mengalami kemunduran di Timur Tengah.
Baca juga: Lakukan Kudeta, Wakil Presiden Transisi Mali Gulingkan Presiden dan Perdana Menteri
Jika kekacauan, ekstremisme kekerasan dan ketidakamanan menjadi norma di negara-negara Sahel seperti Mali, maka mungkin akan muncul dua hal.
Pertama, basis geografis baru dari mana para jihadis dapat merencanakan serangan di seluruh dunia.