Breaking News

Konservasi Perairan

Jelang Vonis Hakim terhadap Anggota Pokmaswas, KuALA Kritik Kegagalan Pemerintah Lindungi Nelayan

Tingginya tuntutan jaksa kepada anggota Pokmaswas memberi kesan seakan-akan mereka ini dianggap musuh negara dan mau dibinasakan.

Penulis: Taufik Hidayat | Editor: Taufik Hidayat
Dok KuALA
Aksi dukungan kepada Pokmaswas yang saat ini terjerat hukum saat menegakkan larangan penggunaan alat tangkap kompresor di kawasan konservasi perairan Simeulue, Senin (21/6/2021) 

SERAMBINEWS.COM, SINABANG - Jaringan KuALA menggelar aksi simpatik di depan Pengadilan Negeri Sinabang, Senin (21/6/2021).

Sekjen KuALA Gemal Bakri yang memimpin langsung aksi ini mengatakan, aksi digelar sebagai bentuk keperihatinan KuALA terhadap Pokmaswas Kawasan Konservasi Perairan yang sedang menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Sinabang, Simeulue.

Perkara ini bergulir sejak 7 bulan lalu. Tepatnya pada Minggu (29/11/2020) dini hari, saat nelayan yang tergabung dalam Pokmaswas Desa Air Pinang, Kabupaten Simeulue, terlibat bentrok fisik dengan nelayan dari desa tetangga yang melakukan pelanggaran karena menggunakan mesin kompresor untuk mencari teripang dan lobster di wilayah KKP PISISI.

Beberapa dari mereka mengalami luka serius di bagian mata, wajah dan kepala, akibat dugaan penganiayaan yang dilakukan nelayan anggota (Pokmaswas) Air Pinang.

Kasus ini pun kemudian berlanjut ke ranah hukum, dan lima orang anggota Pokmaswas Air Pinang harus berurusan dengan hukum atas perkara penganiayaan, karena upaya damai antara kedua pihak tidak membuahkan kesepakatan. Dan rendahnya kepedulian pemerintah mulai dari tingkat kabupaten, provinsi hingga pusat dalam mengawal kasus ini.

Padahal kasus ini muncul dari program konservasi perairan yang digagas pemerintah dengan membentuk Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) untuk menjaga perairan konservasi, di mana seharusnya itu menjadi tugas pemerintah.

Tapi dengan segala keterbatasan terutama soal anggaran, pemerintah kemudian melimpahkannya kepada masyarakat, dan kini masyarakat (Pokmaswas) terjebak dalam persoalan hukum saat menjalankan program pemerintah. Dan pemerintah kemudian terkesan lepas tanggung jawab.

"Kami menilai bahwa yang partisipasi dan perjuangan mereka selama ini dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di dalam kawasan konservasi patut diapresiasi," ujar Gemal.

Baca juga: Konflik Antarnelayan di Simeulue, Dipicu Soal Penggunaan Kompressor di Kawasan Konservasi Perairan

Baca juga: Panglima Laot di Simeulue Minta Gubernur Aceh Bantu Anggota Pokmaswas yang Ditahan

Terlepas dari perkara yang saat ini sedang dalam tahapan persidangan, seharusnya Pemerintah Daerah harus tetap hadir memberikan dukungan terutama menjelang vonis hakim.

Bangsa ini telah bersepakat bahwa pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut harus memperhatikan prinsip pelestarian ekosistem.

Penetapan kawasan konservasi dan adanya dukungan partisipasi dari masyarakat harusnya menjadi modal utama bagi Pemerintah agar pengelolaannya memberikan dampak yang luas terhadap ekosistem dan untuk kesejahteraan masyarakat Simeulue. Ini kan yang dimimpikan oleh Pemerintah?, imbuh Gemal.

Gemal khawatir, perjuangan dan partisipasi masyarakat malah dianggap menjadi momok bagi pemerintah.

Sangat disayangkan, ketika gerakan masyarakat tumbuh secara alami dari bawah malah pemerintah seakan tidak mampu mengimbanginya. Malah ketika masyarakat terbelit masalah seperti ini terkesan pemerintah daerah acuh tak acuh.

Justru karena Pokmaswas adalah program yang lahir dari inisiatif pemerintah daerah, seharusnya ketika Pokmaswas mendapatkan masalah seperti ini, DKP Simeulue atau Bupati hadir dan segera menengahi permasalahan, selanjutnya menyelesaikan persoalan utamanya.

Tingginya tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum adalah bukti bahwa Pemkab Simeulue  tidak melakukan pendekatan ke lembaga penegak hukum untuk meringankan beban pejuang-pejuang lingkungan ini.

Situasinya saat ini terbalik, tingginya tuntutan jaksa seakan-akan mereka ini dianggap seperti musuh negara dan mau dibinasakan.

“Kalau kita sepakat tidak peduli dengan ekosistem laut Simeulue, silahkan cabut SK Pokmaswas, cabut kembali kesepakatan bersama Forkopimda dan Forkopimda plus tentang larang kompresor di Simeulue, dan sekalian usulkan kepada Menteri Kelautan Dan Perikanan untuk mencabut keputusan menteri tentang kawasan konservasi Simeulue,” usul Gemal.

Baca juga: Kasus Nelayan Kompresor di Simeulue, 14 Orang Divonis Bersalah

Baca juga: Penyidik Polres Simeulue Serahkan Lima Tersangka Kasus Pengeroyokan Nelayan ke Kejaksaan

Baca juga: Pengawasan di Kawasan Konservasi Perairan Terhenti, Nelayan Kompresor di Simelue Kembali Beraksi

Kebijakan atas persoalan ini harus segera diputuskan, karena paradigma pengelolaan kawasan konservasi terus berkembang. “Seyogyanya kita telah sepakat bahwa kawasan konservasi harus dikelola bersama-bersama, multi stakeholders dan multi level,” tambahnya.

Kalau kemudian pemerintah tidak mampu mengelola, jangan kemudian menyalahkan masyarakat yang bergerak lebih maju. Karena yang mereka lakukan adalah untuk menyelamatkan lumbung mata pencaharian masyarakat di sekitar kawasan konservasi.

“Karena itu juga kami hadir dan memberi dukungan sebagai rasa simpati kami kepada kawan-kawan Pokmaswas dan penegekan hukum di Simeulue. Kami berharap perjuangan mereka dan dukungan kami dapat mengetuk pintu hati Hakim,” kata Gemal.

Menanggapi pernyataan sikap Panglima Laot tentang perkara Pokmaswas Air Pinang yang ditujukan kepada Bupati, DPR, Pengadilan dan Kejaksaan, Gemal sepakat bahwa kasus ini akan menjadi catatan buruk dan sejarah pengelolaan pesisir dan laut di Simeulue, sekaligus menjadi gambaran karakter para pemimpinnya.

“Mungkin, ketika ikan dan lobster terakhir sudah dipancing baru kita semua akan sadar,”.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved