Konservasi Perairan

Sidang Kasus Dugaan Penganiayaan Nelayan di Simeulue, Lima Anggota Pokmaswas Sampaikan Pledoi

Para terdakwa meminta majelis hakim menjatuhkan putusan secara adil, mengingat peristiwa ini terkait dengan penertiban alat tangkap yang dilarang.

Penulis: Taufik Hidayat | Editor: Taufik Hidayat
Foto kiriman warga
Sidang Pembacaan Pendapat JPU atas Eksepsi Pokmaswas, beberapa waktu lalu. 

Akhirnya, sekitar tahun 2013 atau 2014 saya bersama nelayan, tokoh kampung bersepakat untuk menata kembali kawasan laut di sekitar desa kami. Saat itu juga dihadiri oleh Kepala DKP Simeulue dan stafnya. Sejak saat itulah saya mulai ikut andil dalam kegiatan-kegiatan DKP Simeulue dan Panglima Laot dalam menjaga kelestarian di Lhok Air Pinang dan kawasan konservasi Pisisi, hingga di SK-kan juga oleh Bupati Simeulue sebagai Anggota Kelompok Masyarakat Pengawas Kawasan Konservasi.

Sejak saat itu kami aktif melakukan sosialisasi kepada nelayan di laut tentang aturan adat Lhok Air Pinang. Kami mulai menegur dan memperingatkan nelayan-nelayan yang melanggar setelah diizinkan oleh Panglima Laot.

Saya juga menegur dan memperingatkan nelayan kompresor yang selalu menggarap di daerah dangkal dan diatas karang. Sama seperti kami, kebiasaan nelayan kompresor juga menggarap dimalam hari.

Sejak saat itu saya juga sering ikut dalam pengawasan yang dilakukan oleh Panglima Laot. Ada juga pengawasan bersama DKP dan Airud yang saya ikuti. Saya juga mengetahui ada banyak pelanggaran  yang telah dilaporakan sebelumnya kepada DKP Simeulue.

Baca juga: Jaringan KuALA Minta Bupati dan Panglima Laot Aceh Bantu Selesaikan Konflik Nelayan di Simeulue

Baca juga: Tim Patroli Polairud, DKP dan Pokmaswas Tertibkan Penggunaan Kompressor, 9 Nelayan Ditangkap

Saya juga mengetahui ada satu pelanggaran yang pelakunya kami serahkan kepada DKP Simeulue dan akhirnya dihukum penjara oleh Pengadilan Negeri Sinabang. Termasuk yang terbaru, Hakim pengadilan Negeri Sinabang telah memvonis bersalah 14 nelayan kompresor. Beberapa kasus diselesaikan dalam sidang adat laut di Desa Air Pinang.

Namun sangat disayangkan, hingga saat ini pelanggaran terus terjadi sehingga akhirnya kami yang dipercayakan oleh Pemerintah menjaga Kawasan Konservasi pada akhirnya harus menjadi tumbal di kursi pesakitan ini.

Padahal Pemerintah memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam pencegahan dan pengawasan penangkapan ikan yang merusak. Setiap tahun DKP melakukan pengawasan, apa hasil dari pengawasan yang dilakukan DKP kami juga tidak mengerti. Kalau hanya karena alasan ekonomi kegiatan nelayan kompresor dibebaskan, berapa ribu nelayan tradisional Simeulue yang akan menjadi korban keserakahan dan ketidak adilan ini.

Sementara kami sudah berbuat semampu kami, oknum-oknum yang kami peringatkan, yang kami tegur, kami usir dan kami laporkan adalah orang-orang yang melanggar hukum (undang-undang), bukan hanya karena melanggar aturan adat semata. Dan apabila karena kejadian ini saya dituduh dan dituntut secara membabibuta, seperti dipaksa mengakui perbuatan yang tidak saya lakukan (sebab ini menjadi poin yang memberatkan saya), dan hanya menggunakan alat bukti dari keterangan saksi korban saja, sungguh itu akan menjadi kedzaliman yang nyata.

Baca juga: PSDKP Lampulo Kirim Penyidik ke Simeulue, Tindaklanjuti 3 Kasus Pelanggaran di Perairan Konservasi

Baca juga: Panglima Laot Air Pinang Laporkan Lambannya Proses Hukum Anggota Pokmaswas ke Komnas HAM

Sebagai warga negara yang baik dan sebagai Pokmaswas yang diakui dan ditetapkan oleh Pemerintah, saya telah melaksanakan tugas dengan baik. Yaitu menjaga kelestarian lingkungan dan mencegah terjadinya kerusakan ekosistem akibat ulah oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dan serakah.

Dan ketika melakukan pengawasan pada tanggal 28-29 November 2020, saya juga sudah melakukan tugas saya dengan semestinya, memberikan pengarahan kepada anggota dan melakukan komunikasi yang baik dengan nelayan kompresor.

Adapun mengenai kecelakaan dan keributan yang terjadi memang sangat saya sesalkan juga. Namun semua itu merupakan diluar kontrol kendali saya. "Sangat tidak adil apabila saya dihukum karena itu yang mulia," kata Aliadin.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved