Kupi Beungoh

Guru Sebagai Ujung Tombak Kualitas Pendidikan di Indonesia

Apabila nilai rata-rata NEM sekolah tinggi, dikatakan sekolah itu berkualitas tinggi, atau pendidikan berkualitas itu tercermin dari perolehan NEM sis

Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS/FOR SERAMBINEWS.COM
Hamdani SPd MPd, Kepala Bidang SMA dan PKLK Dinas Pendidikan Provinsi Aceh dan Mahasiswa Program Doktor UINSU. 

Oleh: Hamdani SPd MPd*)

KITA menginginkan pendidikan yang berkualitas. Kata kualitas atau mutu dapat diartikan sebagai tingkatan baik buruknya atau derajat sesuatu.  Namun, definisi ini masih bersifat abstrak. Apalagi digabung dengan kata pendidikan berkualitas. Seperti apakah pendidikan yang berkualitas itu? Apa ukuran untuk menyatakan baik buruknya atau derajat kualitas suatu pendidikan?

Masyarakat sering menyebut istilah kualitas pendidikan atau pendidikan berkualitas tersebut melalui pembicaraan atau percakapan tertentu. Bahkan, di media internet ini juga sering kita temui.  Oleh pemerintah, salah satu tolok ukur atau standardisasi kualitas pendidikan dinyatakan dengan perolehan nilai evaluasi murni (NEM). Nilai ini diambil melalui ujian nasional (UN).

Apabila nilai rata-rata NEM sekolah tinggi, dikatakan sekolah itu berkualitas tinggi, atau pendidikan berkualitas itu tercermin dari perolehan NEM siswa pada tingkat terakhir setiap jenjang pendidikan. Namun, pemahaman terhadap kualitas pendidikan seperti ini belum bersifat komprehensif. Mutu pendidikan cenderung hanya dilihat dalam satu ranah kognitif (intelektual) semata. Atau dengan kata lain dipandang dalam aspek nilai akademis belaka.

Di tingkat sekolah, selain dari NEM lulusan, kualitas pendidikan juga diindikasikan dengan jumlah lulusannya diterima di sekolah favorit atau perguruan tinggi ternama. Semakin banyak lulusannya diterima disuatu jenjang pendidikan berikutnya semakin bermutu pendidikan di sekolah itu.

 
Idealnya, pendidikan berkualitas itu dimaknai secara komprehensif. Tidak hanya dalam ranah kognitif semata, tetapi juga mengedepankan matra sikap dan tingkah laku serta keterampilan motorik yang memadai.

Perburuan untuk memperoleh rata-rata NEM yang bagus, itu boleh-boleh saja. Kalau perlu siswa kelas tingkat terakhir pada suatu sekolah lebih banyak membahas soal-soal UN, dan sering try-out dari semester awal. Namun, segala bentuk upaya tersebut tidak sampai membuat kondisi psikologis siswa menjadi tertekan. Pembelajaran masih perlu bersifat imbang dan proporsional antara intelektual, sikap, dan tingkah laku serta keterampilan motorik.

Sikap dan tingkah laku menjadi sasaran utama pembentukan nilai karakter kepribadian peserta didik. Siswa diharapkan memiliki budi pekerti yang baik di samping ilmu pengetahuan dan kecakapan hidup.

‘Pendidikan Aceh belum Lebih Baik’

Kobar-GB: Pendidikan Aceh Sudah Lebih Baik

Rektor UIN Ar-Raniry Prof Warul Walidin Sebut Pendidikan Aceh Sudah On The Track, Ini Indikatornya

Pelurusan makna kualitas pendidikan masih perlu dilakukan melalui sistem pendidikan yang berlaku dan kebijakan-kebijakan pemerintah daerah. Jika tidak, dunia pendidikan hanya akan melahirkan orang-orang yang cerdas di otak.

Karena pendidikanlah yang bisa mendongkrak kualitas pendidikan dan ini semua tak bisa lepas dari kualitas guru. Peran guru yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas pendidikan ujung tombak di lapangan.

Karena sebanyak apapun anggaran pendidikan yang dikucurkan oleh pemerintah untuk meningkatkan pendapatan dan untuk memperoleh kesejahteraan guru, disertai membangun dan melengkapi sarana/prasarana yang cukup mewah di sekolah, bahkan menambah biaya operasional sekolah, tanpa ada guru yang berkualitas sebagai tombak keberhasilan di lapangan, kualitas pendidikan takkan tercapai, tetapi akan mengalami pendidikan yang mutunya rendah.
Pemerintah sangat menyadari permasalahan tersebut sehingga lahirlah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Sampai saat ini, hampir semua guru di Indonesia sudah mengikuti pendidikan dan pelatihan sertifikasi guru.

Para guru yang telah dinyatakan lulus melalui pendidikan tersebut layak disebut sebagai guru yang profesional dan berhak mendapatkan penghargaan berupa penghasilan tambahan seperti sertifikasi.

Data Unesco dalam laporan Global Education Monitoring (GEM) tahun 2016 yang ditulis oleh Syarifudin Yunus (24 November 2017) di detikNews, guru sebagai komponen penting dalam pendidikan di Indonesia hanya menempati peringkat ke-14 dari 14 negara berkembang di dunia.

Hasil konferensi pers Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK), Sumarna Surapranata, yang dimuat dalam website Kemendikbud (04 Januari 2016) mengatakan, hasil Ujian Kompetensi Guru (UKG) tahun 2015 untuk kompetensi bidang pedagogik rata-rata nasionalnya hanya 48,94.

Namun Guru tidak tinggal diam tetapi tetap berusaha semaksimal mungkin untuk mencerdaskan anak bangsa dengan berbagai Kreasi dan Inovasi dalam proses Pembelajaran, walaupun ini sebuah teguran bagi pahlawan tanpa tanda jasa untuk bisa memperbaiki, bahkan meningkatkan unjuk kerjanya untuk menghasilkan pendidikan yang berkualitas sesuai dengan standar Nasional pendidikan, justrue karena itu mari sebagai orang yang intelktual untuk bisa menghargai jasa guru siapapun kita dana apapun jabatan kita.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved