Kupi Beungoh
Guru Sebagai Ujung Tombak Kualitas Pendidikan di Indonesia
Apabila nilai rata-rata NEM sekolah tinggi, dikatakan sekolah itu berkualitas tinggi, atau pendidikan berkualitas itu tercermin dari perolehan NEM sis
Oleh: Hamdani SPd MPd*)
KITA menginginkan pendidikan yang berkualitas. Kata kualitas atau mutu dapat diartikan sebagai tingkatan baik buruknya atau derajat sesuatu. Namun, definisi ini masih bersifat abstrak. Apalagi digabung dengan kata pendidikan berkualitas. Seperti apakah pendidikan yang berkualitas itu? Apa ukuran untuk menyatakan baik buruknya atau derajat kualitas suatu pendidikan?
Masyarakat sering menyebut istilah kualitas pendidikan atau pendidikan berkualitas tersebut melalui pembicaraan atau percakapan tertentu. Bahkan, di media internet ini juga sering kita temui. Oleh pemerintah, salah satu tolok ukur atau standardisasi kualitas pendidikan dinyatakan dengan perolehan nilai evaluasi murni (NEM). Nilai ini diambil melalui ujian nasional (UN).
Apabila nilai rata-rata NEM sekolah tinggi, dikatakan sekolah itu berkualitas tinggi, atau pendidikan berkualitas itu tercermin dari perolehan NEM siswa pada tingkat terakhir setiap jenjang pendidikan. Namun, pemahaman terhadap kualitas pendidikan seperti ini belum bersifat komprehensif. Mutu pendidikan cenderung hanya dilihat dalam satu ranah kognitif (intelektual) semata. Atau dengan kata lain dipandang dalam aspek nilai akademis belaka.
Di tingkat sekolah, selain dari NEM lulusan, kualitas pendidikan juga diindikasikan dengan jumlah lulusannya diterima di sekolah favorit atau perguruan tinggi ternama. Semakin banyak lulusannya diterima disuatu jenjang pendidikan berikutnya semakin bermutu pendidikan di sekolah itu.
Idealnya, pendidikan berkualitas itu dimaknai secara komprehensif. Tidak hanya dalam ranah kognitif semata, tetapi juga mengedepankan matra sikap dan tingkah laku serta keterampilan motorik yang memadai.
Perburuan untuk memperoleh rata-rata NEM yang bagus, itu boleh-boleh saja. Kalau perlu siswa kelas tingkat terakhir pada suatu sekolah lebih banyak membahas soal-soal UN, dan sering try-out dari semester awal. Namun, segala bentuk upaya tersebut tidak sampai membuat kondisi psikologis siswa menjadi tertekan. Pembelajaran masih perlu bersifat imbang dan proporsional antara intelektual, sikap, dan tingkah laku serta keterampilan motorik.
Sikap dan tingkah laku menjadi sasaran utama pembentukan nilai karakter kepribadian peserta didik. Siswa diharapkan memiliki budi pekerti yang baik di samping ilmu pengetahuan dan kecakapan hidup.
• ‘Pendidikan Aceh belum Lebih Baik’
• Kobar-GB: Pendidikan Aceh Sudah Lebih Baik
• Rektor UIN Ar-Raniry Prof Warul Walidin Sebut Pendidikan Aceh Sudah On The Track, Ini Indikatornya
Pelurusan makna kualitas pendidikan masih perlu dilakukan melalui sistem pendidikan yang berlaku dan kebijakan-kebijakan pemerintah daerah. Jika tidak, dunia pendidikan hanya akan melahirkan orang-orang yang cerdas di otak.
Karena pendidikanlah yang bisa mendongkrak kualitas pendidikan dan ini semua tak bisa lepas dari kualitas guru. Peran guru yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas pendidikan ujung tombak di lapangan.
Karena sebanyak apapun anggaran pendidikan yang dikucurkan oleh pemerintah untuk meningkatkan pendapatan dan untuk memperoleh kesejahteraan guru, disertai membangun dan melengkapi sarana/prasarana yang cukup mewah di sekolah, bahkan menambah biaya operasional sekolah, tanpa ada guru yang berkualitas sebagai tombak keberhasilan di lapangan, kualitas pendidikan takkan tercapai, tetapi akan mengalami pendidikan yang mutunya rendah.
Pemerintah sangat menyadari permasalahan tersebut sehingga lahirlah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Sampai saat ini, hampir semua guru di Indonesia sudah mengikuti pendidikan dan pelatihan sertifikasi guru.
Para guru yang telah dinyatakan lulus melalui pendidikan tersebut layak disebut sebagai guru yang profesional dan berhak mendapatkan penghargaan berupa penghasilan tambahan seperti sertifikasi.
Data Unesco dalam laporan Global Education Monitoring (GEM) tahun 2016 yang ditulis oleh Syarifudin Yunus (24 November 2017) di detikNews, guru sebagai komponen penting dalam pendidikan di Indonesia hanya menempati peringkat ke-14 dari 14 negara berkembang di dunia.
Hasil konferensi pers Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK), Sumarna Surapranata, yang dimuat dalam website Kemendikbud (04 Januari 2016) mengatakan, hasil Ujian Kompetensi Guru (UKG) tahun 2015 untuk kompetensi bidang pedagogik rata-rata nasionalnya hanya 48,94.
Namun Guru tidak tinggal diam tetapi tetap berusaha semaksimal mungkin untuk mencerdaskan anak bangsa dengan berbagai Kreasi dan Inovasi dalam proses Pembelajaran, walaupun ini sebuah teguran bagi pahlawan tanpa tanda jasa untuk bisa memperbaiki, bahkan meningkatkan unjuk kerjanya untuk menghasilkan pendidikan yang berkualitas sesuai dengan standar Nasional pendidikan, justrue karena itu mari sebagai orang yang intelktual untuk bisa menghargai jasa guru siapapun kita dana apapun jabatan kita.
Dalam konsep yang lebih luas, kualitas pendidikan mempunyai makna sebagai suatu kadar proses dan hasil pendidikan secara keseluruhan. Kualitas pendidikan yang menyangkut proses dan atau hasil ditetapkan sesuai dengan pendekatan dan kriteria tertentu. Proses pendidikan merupakan suatu keseluruhan aktivitas pelaksanaan pendidikan dalam berbagai dimensi baik internal maupun eksternal, baik kebijakan maupun oprasional, baik edukatif maupun manajerial, baik pada tingkatan makro (nasional), regional, institusional, maupun instruksional dan individual, baik pendidikan dalam jalur sekolah maupun luar sekolah, dsb.
Guru merupakan komponen pendidikan yang sangat penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Tentang hal ini, sahabat-sahabat bisa baca postingan mengenai 'Guru Ujung Tombak Pendidikan'. Ada dua hal penting yang melekat pada seorang guru yaitu sebagai tenaga pengajar dan sebagai tenaga pendidik. Dalam Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada pasal 1 butir 1 menjelaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Untuk menjadi seorang guru profesional yang melaksanakan tugasnya sebagai pendidik yang baik tidaklah mudah, karena sasaran dari apa yang dilakukan oleh seorang guru adalah bukan saja sekedar seseorang itu mengetahui akan tetapi juga harus memahami apa yang ia ketahui dan selanjutnya secara sadar ia mampu berbuat dan dapat bertanggung jawab atas apa yang telah ia lakukan itu baik terhadap dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, bahkan lebih jauh lagi ia mampu mempertanggung jawabkan semuanya kepada Allah SWT.
Seorang guru profesional harus memahami dan menyadari bahwa dalam proses pendidikan itu tidaklah tepat bila siswa itu selalu dibimbing untuk membentuk aspek intelligence quotient (IQ) saja, tetapi harus berimbang dengan aspek emotional quotient (EQ). Daniel Golmen menjelaskan bahwa IQ itu hanya menyumbangkan 20% terhadap keberhasilan seseorang, dan 80 % selebihnya ditentukan oleh aspek EQ.
Dalam konsep lain seperti rumusan prinsip-prinsip pendidikan oleh Jacques Delors dalam dokumen komisi pendidikan UNESCO berjudul Learning the Treasure Within bahwa pendidikan harus mendorong jiwa seseorang agar dapat: (1) Belajar untuk mengetahui (learning to know), (2) Belajar untuk berbuat (learning to do), (3) Belajar untuk menjadi seseorang (learning to be), dan (4) Belajar untuk dapat hidup bermasyarakat (learning to live together).
Oleh karena itu, seorang guru profesional harus memiliki kemampuan emosional pula, atau setidaknya seorang guru harus memiliki jiwa yang efektif atau memiliki karakter yang baik dalam proses pendidikan. Imam Al Gazaly menyebutkan bahwa seorang yang hendak menjadi guru harus memiliki adab di antaranya, yaitu: Selalu menunjukkan kasih sayang kepada peserta didik; Memperlakukan peserta didik sebagai anaknya sendiri; Menjadi contoh dan teladan bagi peserta didik; Tidak menyimpan suatu nasihat kepada peserta didik untuk hari esok.
Untuk menjadi seorang guru yang profesional, berkualitas, dan efektif sebagai seorang pendidik itu tidak hanya memiliki kemampuan menguasai pengetahuan pada bidang tertentu saja, tetapi harus memiliki kemampuan menjalin hubungan yang baik dengan siswa. Bahkan, oleh Al-Gazaly harus menganggap siswa seperti anaknya sendiri atau oleh Margaret A. Thomas seorang guru harus mampu menunjukkan sikap interpersonal yaitu menunjukkan sifat empati, memberikan penghargaan dan adanya sifat ketulusan dalam berhubungan dengan siswa.(*)
*) PENULIS adalah Kepala Bidang SMA dan PKLK Dinas Pendidikan Provinsi Aceh; Mahasiswa Program Doktor UINSU.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca juga: Hanya karena Tak Ada Kari Domba, Mempelai Pria Batalkan Pernikahan, Malamnya Nikahi Wanita Lain
Baca juga: Profil dan Jumlah Kekayaan Ari Kuncoro, Rektor UI yang Rangkap Jabatan jadi Wakil Komisaris BUMN
Baca juga: Aceh Harus Waspada Hadapi Serbuan Covid-19 Varian Delta Asal India