Viral Medsos

Pemadam Kebakaran Malaysia Kenang saat Membantu Kebakaran Hebat Tahun 1997 di Sumatera Selatan

Pemadam kebakaran Malaysia kenang saat terjun ke Indonesia tepatnya di Sumatera Selatan untuk memadamkan api.

Penulis: Syamsul Azman | Editor: Safriadi Syahbuddin
Facebook / Jabatan Bomba & Penyelamat Malaysia (Fire & Rescue Department of Malaysia)
Pemadam kebakaran Malaysia kenang saat terjun ke Indonesia tepatnya di Sumatera Selatan untuk memadamkan api. 

SERAMBINEWS.COM - Pemadam kebakaran Malaysia mengenang masa-masa saat terjun ke Indonesia tepatnya di Sumatera Selatan untuk membantu kebakaran hebat yang terjadi di Sumatera Selatan.

Melalui Fanpage Facebook Jabatan Bomba & Penyelamat Malaysia (Fire & Rescue Department of Malaysia), pemadam Malaysia mengunggah beberapa foto terkait kerjasama dua negara.

"Remembering the Indonesian forest fire Bayung Lincir South Sumatra. Kredit Mr. Jaafar B. Amil," tulis di postingan.

Tercatat kebakaran tersebut terjadi pada tanggal 2 Juli 1997 dan disebut sebagai fenomena El Nino.

Melansir dari Kompas.com, Indonesia pernah mengalami kebakaran hebat pada tahun 1997 hingga 1998.

Saat itu, kebakaran melanda beberapa wilayah yakni Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Bali, Lombok, Papua, Papua Nugini, dan Sarawak.

Akibatnya asap dari peristiwa itu sampai ke beberapa negara tetangga, seperti Brunei, Thailand, Vietnam, Filipina, Sri Lanka.

Melansir laman Time, kebakaran yang disebabkan oleh fenomena El Nino pada Oktober-November 1997 hingga tahun 1998 tersebut menghancurkan 8 juta hektar lahan.

Namun laporan dari Mongabay menyatakan, saat itu organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mengatakan sedikitnya 1,74 juta hektar lahan terbakar.

Kemudian pada pertengahan 1998, jumlah lahan yang terbakar meluas dan mencapai 5 juta hektar.

Baca juga: Sosialisasi Karhutla, Personel Polsek Samudera Ajak Masyarakat Cegah Kebakaran Hutan

Bahkan, perkiraan area yang terbakar di wilayah Kalimantan Timur saja mencapai 180.280 hektar hingga 284.000 hektar.

Sementara arsip pemberitaan New York Times 25 September 1997 menyebutkan, bencana kebakaran ini mengakibatkan banyak penerbangan dibatalkan, aktivitas pengiriman di Selat Malaka tergangu akibat jarak pandang yang terbatas.

Selain itu, jutaan orang terkena sesak napas.

Sementara laporan Mongabay menyebutkan, kebakaran ini membuat lebih dari 200.000 orang dirawat di rumah sakit dengan berbagai keluhan, termasuk penyakit jantung, pernapasan, mimisan, hingga iritasi mata.

Menurut IUCN, 19 taman nasional dan cadangan terkena dampak kebakaran dan lebih dari 60.000 hektar hutan lindung telah hilang.

Lalu pada tahun 1998, lebih dari 45.000 hutan lindung di Kalimantan Timur juga turut hilang.

Asap dari kebakaran juga berdampak besar pada ekologi kawasan, mengurangi paparan sinar matahari, dan memperlambat proses fotosintesis.

Baca juga: Brimob Aramiah Bantu Korban Kebakaran di Kampung Simpang Empat Aceh Tamiang

Sementara World Wildlife Fund (WWF) menyebut bencana ini sebagai insiden kebakaran hutan terbesar dalam sejarah.

Adapun kerugiannya sendiri menyentuh angka hampir 5 juta dollar AS.

Penelitian lain menyebutkan, dampak dari kebakaran pada tahun itu menyebabkan stunting pada anak.

Menurut pemberitaan Kompas.com, 18 Maret 2019, sebuah studi yang diterbitkan di jurnal PNAS menyatakan, kebakaran 1997 menyebabkan anak-anak yang lahir pada masa itu lebih pendek 3,3 sentimeter.

Selain itu, penelitian ini juga menemukan udara beracun dapat menyaring pasokan oksigen pada janin yang berdampak pada perubahan permanen. Hal ini lalu menyebabkan berat badan anak yang lahir lebih rendah.

Baca juga: Bikin Geleng-geleng, Warga Malaysia Ini Pukul Pemadam Kebakaran yang Sedang Bertugas, Ini Masalahnya

Terjadinya kebakaran

Menurut New York Times, kebakaran hutan memang mudah merambat dan terjadi di Indonesia serta Malaysia.

Ini karena, banyak perusahaan yang menggunakan api sebagai salah satu cara untuk membuka lahan dengan cara yang murah namun ilegal.

Selain itu, penyebab lain kebakaran hutan pada waktu itu adalah adanya fenomena iklim El Nino atau menghangatnya suhu muka laut yang mengakibatkan kekeringan di wilayah Asia terutama Indonesia.

Pada tahun itu, fenomena El Nino tak hanya terjadi di wilayah Asia, namun juga menyebar hingga ke Australia.

Beberapa peneliti menduga, kebakaran hebat yang terjadi merupakan akibat dari kekeringan yang melanda wilayah Indonesia pada saat itu.
Harian Kompas, 2 Juli 1997 memberitakan, El Nino yang paling besar terjadi tahun 1982-1983 dan 1986- 1987.

Pada periode itu, Indonesia, India, Australia, Afrika mengalami kemarau panjang, sementara Amerika dan Eropa dilanda banjir besar.

Meski demikian, pemerintah kala itu menyebut, cuaca panas lah yang menjadi penyebab utama kebakaran hutan di wilayah Sumatera dan Kalimantan.

Baca juga: Korban Kebakaran di Gandapura Terima Bantuan Mulai Beras Sampai Sajadah

Kebakaran ini membuat banyak sekolah dan aktivitas bisnis di wilayah Serawak, Malaysia misalnya, lumpuh karena terbatasnya visibilitas pandang yang tidak lebih dari panjang lengan orang dewasa.

Hal ini kemudian membuat pemerintah setempat memberikan peringatan bencana kepada penduduknya.

Arsip pemberitaan Harian Kompas, 27 Juni 1997 juga menyebutkan, jarak pandang di wilayah Sampit, Kalimantan Tengah hanya sampai satu meter. Bahkan saat itu, tingkat bahaya asap hasil kebakaran sama dengan menghirup 80 batang rokok sehari.

Kondisi ini terjadi sejak awal tahun 1997. Arsip pemberitaan Harian Kompas, 4 April 1977 menyebutkan, Dirjen Perlindungan Hutan Pelestarian Alam, Soemarsono, menyatakan pada awal tahun tahun terjadi kebakaran hutan seluas 90 hektar.

Baca juga: Kebakaran Rumah, Ibu dan Anak 6 Tahun Tewas Terbakar Dalam Kondisi Berpelukan, Jasad Keduanya Hangus

Dari luas tersebut, kebakaran terjadi di beberapa wilayah dengan rincian 56 hektar di Sulawesi Tengah, 10 hektar di Kalimantan Timurn pada Januari 1997, dan 24 hektar di Kalimantan Selatan pada Februari 1997.

"Kebakaran di Sulteng pada kawasan reboisasi Lore Utara, di Kaltim pada alang-alang di Bukit Soeharto dan di Kalsel kawasan HTI Akasia," ujar Soemarsono.

Kemudian pada bulan Juli, menurut Harian Kompas 3 Juli 1997, sebanyak 100 hektar lahan kebun karet di Muaraenim, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan ikut terbakar.

Tak hanya kebakaran lahan, bencana ini pun diperparah dengan kepulan asap yang menyerang beberapa wilayah.

Harian Kompas 4 Agustus 1997 menceritakan, pada bulan Mei 1997, kabut asap mulai mengganggu aktivitas masyarakat di Riau.

Kondisi ini kemudian semakin memburuk. Penyebabnya tak lain karena pembakaran untuk perkebunan dan embusan angin yang cukup kencang.
Selain itu, di Palangkaraya, serbuan kabut asap membuat suasana kota menjadi gelap.

Hal ini membuat aktivitas di Bandara Tjilik Riwut yang merupakan bandara terbesar pada masa itu ditutup, termasuk penerbangan perintis dengan jenis pesawat baling-baling yang menghubungkan beberapa kabupaten di provinsi tersebut.

Baca juga: Kebakaran Rumah, Ibu dan Anak 6 Tahun Tewas Terbakar Dalam Kondisi Berpelukan, Jasad Keduanya Hangus

Kondisi ini terus berlanjut. Bahkan pada Agustus 1997, satelit penginderaan jarak jauh milik Amerika Serikat (AS), yakni National oceanic Atmospheric Administration (NOAA) berhasil memantau 600 titik kebakaran di Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Jawa.

Area kebakaran semakin bertambah, saat hutan di Timor Timur atau yang saat ini dikenal dengan Timor Leste juga terbakar. Menurut Harian Kompas 21 Agustus 1997, lahan yang terbakar mencapai 80.000 hektar.

Harian Kompas 20 Januari 1998 menyebutkan, Hutan dan lahan yang paling luas terbakar terjadi di Sumatera Selatan yakni 39.647,99 hektar, Riau 26.037,02 hektar, disusul Lampung 23.157,15 hektar, dan Jambi 10.993,70 hektar.

Kebakaran hutan maupun lahan di provinsi lain di Sumatera seperti di Sumut, Aceh, Sumbar, dan Bengkulu, di bawah 800 hektar.

Sedangkan sepanjang tahun 1997, api memporakporandakan 165.352 hektar hutan dan lahan di berbagai daerah di Indonesia.

Saat itu, pemerintah Malaysia sempat mengerahkan pasukan bomba ke Sumatera dan Kalimantan untuk memadamkan api.

Sedangkan sepanjang 1998, kebakaran di wilayah ini mencapai 520.000 hektar.

Sebelumnya, Indonesia pernah mengalami kebakaran hutan parah pada tahun 1994.

Pemberitaan Harian Kompas 4 April 1997 menyebutkan, kala itu, terdpat 161.798 hektar lahan hutan dan 16.395 hektar lahan di luar kawasan hutan yang terbakar. (*)

TERKAIT

Baca juga: BERITA POPULER- Kisah Pria Tionghoa Masuk Islam hingga Heboh Foto ‘Perampok Peng Nanggroe Atjeh

Baca juga: BERITA POPULER - Kaget saat Buka Cadar Calon Istri, TV Analog Dimatikan sampai Pemenang Sayembara

Baca juga: BERITA POPULER - 3 Nelayan Penjemput Rohingya Divonis 5 Tahun Penjara Hingga Asrizal Gugat Jokowi

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved