Jurnalisme Warga
‘Bullying’ dan Fenomena Teman Sebaya
Sekolah merupakan rumah kedua bagi pelajar. Sebagian besar waktu yang mereka punya dihabiskan di sekolah bersama teman-teman dan guru

Perilaku tersebut dapat dilihat dari cara siswa menyebut temannya dengan panggilan negatif, menghina bentuk fisik, meremehkan, memberi gelar buruk dengan tujuan menyakiti atau niat merendahkan harga diri. Bullying ini menjadi awal berlanjutnya tindak perundungan dalam bentuk kekerasan fisik.
Perundungan secara fisik ditandai adanya tindak kekerasan dari pelaku terhadap korban. Korban tidak terima direndahkan sehingga mencoba melawan. Hal tersebut menambah kekesalan di pihak pelaku, tidak jarang keduanya terlibat perkelahian. Sayangnya, kekuatan yang tak seimbang membuat pelaku hilang kendali, sedangkan korban makin tak berdaya untuk mempertahankan diri.
Pada kasus lain, perundungan terjadi karena dipicu masalah sepele antara pelaku dan korban. Di mana pelaku merasa dirinya dihina dan tak dihargai. Ada perasaan superior dalam diri pelaku yang membutuhkan pengakuan dari lingkungannya, tetapi itu tidak didapat dari sikap korban. Akibatnya, pelaku tidak segan “menghajar” korban dengan dalih memberi pelajaran.
Bullying secara fisik kebanyakan mengarah pada tindak penganiayaan, seperti memukul, menendang, menjambak, dan sebagainya. Bullying jenis ini mudah diidentifikasi karena meninggalkan bekas pada diri korban. Misalnya, luka karena pukulan, gigitan, bekas cakaran, dan lainnya. Peserta didik yang berbeda dengan anak lainnya dari segi fisik, status sosial maupun prestasi akademis rentan menjadi korban bully. Di lingkungan sekolah, aksi perundungan ini biasanya dilakukan diam-diam oleh pelaku bersama kelompok sebaya diwaktu dan tempat yang sepi dari pengawasan guru.
Sekolah merupakan salah satu tempat rawan terjadinya tindak perundungan. Sistem pengawasan yang lemah, penerapan aturan dan sanksi yang tidak optimal, masih ada satuan pendidikan yang menganut sistem senioritas secara berlebihan serta minimnya kepedulian pihak sekolah terhadap perilaku bullying membuka kesempatan terjadinya perundungan.
Jika sekolah tidak bersikap tegas dan terkesan adanya pembiaran atas aksi tersebut, dikhawatirkan siswa akan menganggap itu hal biasa dan akan terus berkembang di kalangan peserta didik.
Oleh karena itu, kepedulian dan ketegasan sekolah sangat penting mencegah terjadinya perundungan. Kepedulian tersebut dapat diwujudkan dengan menciptakan lingkungan sekolah sebagai tempat bebas bullying dengan segala sistem dan perangkat yang mendukung untuk itu. Demikian juga, sinergi guru, orang tua dan masyarakat dibutuhkan mengurangi perilaku bullying di kalangan remaja dan pelajar. Kita sama berharap, sekolah menjadi tempat yang aman bagi putra-putri kita dalam meniti masa depan.