Gubernur Aceh Targetkan Rumah Bantuan untuk Korban Longsor di Lamkleng Selesai Dalam Dua Bulan
Pembangunan rumah untuk korban bencana tanah bergerak ini, kata Nova, adalah bukti kehadiran negara saat warga membutuhkannya.
Penulis: Yarmen Dinamika | Editor: Amirullah
Bertambahnya kedalaman, lebar, dan panjang tanah yang longsor tersebut akibat hujan deras akhir-akhir ini yang kerap mengguyur kawasan Aceh Besar dan Banda Aceh.
"Saya ukur kedalaman titik longsor, berkisar antara 7-7,5 meter dalamnya," kata Munzir (35), tokoh pemuda setempat yang dihubungi Serambinews.com via telepon dari Banda Aceh, Sabtu siang.
Menurut Munzir, warga Gampong Lamkleng kini berada dalam kondisi dilematis. Bila hujan turun maka permukaan tanah terus bergerak dan longsor, meski penurunannya tak sedahsyat pada medio hingga akhir Januari lalu.
Di sisi lain, bila hujan tidak turun tiga hingga enam hari, maka sawah-sawah penduduk Lamkleng kekeringan. "Maklum, sawah di desa ini masih sistem tadah hujan," kata Munzir.
Baca juga: China Jarang Jawab Kekhawatiran Vaksin Sinovac Lemah Lawan Covid-19, Indonesia Tetap Ngotot Pakai
Tenaga Administrasi Komputer pada SMP Negeri 1 Kuta Cot Glie ini juga menambahkan bahwa jumlah pengungsi di desa itu kini jauh berkurang. Hanya tinggal satu keluarga lagi.
Mereka masih tinggal di bawah tenda, karena rumah permanennya tak mungkin lagi ditempati. Dapur dan toiletnya sebagian sudah menggantung karena tanah di bawahnya terus amblas. Demikian pula septic tank, pondok, dan rumpun pohon pisang di belakang rumah tersebut.
Pohon-pohon besar di desa ini juga banyak yang bertumbangan karena berada di lokasi tanah bergerak, di antaranya pohon asam jawa, pohon hagu, dan pohon ceubrek.
Di lokasi pohon yang bertumbangan itu terdapat belasan makam tua dan makam baru. Beberapa di antaranya kini tenggelam, tapi kerangka di dalamnya belum terlihat dari luar.
Ceruk atau bidang gelincir yang selama ini turun, kini tambah turun, itulah yang titik terdalamnya mencapai 7,5 meter. Panjangnya bertambah sedikit, dari sebelumnya sekitar 150 meter kita sudah menjadi 200 meter.
Penambahan rekahan yang signifikan justru terjadi di sebelah selatan desa itu, tepatnya arah ke sungai. Di lokasi itu bukan saja rekahannya bertambah banyak dan lebar, dari bawahnya juga keluar air tanah.
Saat hujan deras mengguyur, kata Munzir, di ceruk yang amblas bertahap sejak 10 Januari lalu itu kini terperangkap air hujan sehingga membentuk seperti kolam dangkal. Airnya mengalir deras ke arah sungai bila hujan lebat dan kering saat kemarau.
Baca juga: Cara Menghilangkan Komedo, Coba 4 Cara Dengan Memakai Bahan Alami
Dalam suasana kemarau para pengungsi umumnya meninggalkan tenda dan kembali ke rumah. "Tapi bila malam turun hujan lebat, warga kembali ke tenda untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan," kata Munzir.
Di bagian utara desa yang dipimpin Muhammad Fajri itu terdapat hamparan sawah pola terasering.
Terasering adalah suatu pola atau teknik bercocok tanam dengan sistem bertingkat (berteras-teras atau berundak-undak) sebagai upaya pencegahan erosi tanah.
Setelah hamparan sawah tersebut, melebar ke arah selatan sekitar 300 meter terdapat sungai, yakni Krueng Aceh.