Kasus Nelayan Aceh Dihukum karena Menolong Rohingya: Penyelundupan atau Kemanusian?

Faisal itu kan pion terdepannya. Sementara bidaknya, bantengnya, menterinya, rajanya mana? Itu secara pelanggaran hukum

Penulis: Yocerizal | Editor: Yocerizal
Foto Dok Kejari Aceh Utara
Tiga nelayan Aceh dan satu warga etnis Rohingya yang terlibat dalam kasus keimigrasian. 

Putusan tersebut mengingatkannya dengan kasus serupa yang menimpa nenek-nenek yang kedapatan mencuri kayu dari perkebunan dan dihukum 2 tahun.

“Kalau dari sekedar perspektif hukum yang sempit, tentu saja perbuatan melanggar tersebut harus dihukum setimpal,”

“Tapi jika dilihat dari sudut pandang kemanusiaan, ada konteks di situ yang bisa meringankan,” sebut Rima.

Baca juga: Trauma, Santri Korban Cabul Dipindahkan ke Dayah di Langsa, Begini Modus Oknum Guru

Baca juga: Oknum Guru Dayah jadi DPO Polres Aceh Tamiang, Kabur Setelah Dilaporkan Kasus Cabul

Baca juga: Warga Karang Ampar Aceh Tengah Kritis Diinjak Gajah, Begini Kejadiannya

Sedangkan Hendra dari Kontras berpendapat jika nelayan di Aceh perlu diperkuat.

Yang perlu diantisipasi dari dampak kasus ini adalah kekhawatiran atau keengganan nelayan untuk menyelamatkan pengungsi atau Rohingya di tengah laut pada masa-masa mendatang.

“Pada saat ada nelayan yang menyelamatkan pengungsi di tengah laut, hati-hati anda akan di-Faisal-kan,” ungkap Hendra merujuk ke nama salah satu nelayan yang divonis bersalah.

Ia juga berharap supaya kedepan ada koordinasi yang lebih aktif antara nelayan dan Panglima Laot.

Terakhir, Dr Muhammad Yakub dari Fakultas Hukum USK berpendapat bahwa penyelundupan manusia tidak bisa dilepaskan dari isu pengungsi.

Ia memandang bahwa antara penyelundupan dan kemanusiaan ini saling berkaitan dan sulit dilepaskan.

Ia melihat stakeholder hukum menimbang banyak aspek termasuk kemanusiaan. Tapi hukum memang saklek, hitam di atas putih.

Ia melihat bahwa stakeholder hukum terkurung dalam pasal 120 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Namun Dr Muhammad Yakub berharap ada aspek lain yang lebih dominan dan membuka pandora pasal 120 tersebut.

Untuk menjadi pertimbangan stakeholder hukum dalam proses hukum tingkat berikutnya, dengan tidak saja melihat aspek positivistik.

Direktur Eksekutif ICAIOS Cut Dewi PhD mengatakan bahwa acara ini dilaksanakan untuk merespon isu terkini di Aceh atau Indonesia dalam bingkai akademis.

Hal ini sebagai proses belajar dan juga mendorong kebijakan publik yang lebih baik.

Baca juga: Penyebaran Varian Delta Asal India Makin Mengkhawatirkan Berbagai Negara

Baca juga: 2 Rumah Terbakar di Jeumpa Bireuen, Uang Jutaan dan Emas Juga Terbakar, Pemadam Salah Datangi Lokasi

Baca juga: Militer China Berkembang Pesat, AS Makin Khawatir, Ajakan Perjanjian Kontrol Senjata Ditolak

Salah satu luaran dari diskusi ini adalah usulan untuk penguatan regulasi, baik pada tingkat nasional atau daerah, seperti adanya Undang-Undang dan Qanun yang khusus mengurus pengungsi.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved