Berita Banda Aceh
HIMPASAY Gelar Diskusi Publik Demokrasi Sebagai Pilar Pembangunan Aceh
"Tujuannya untuk mencerdaskan publik. Agar memberi pemahaman kepada masyarakat terkait etika komunikasi dalam kehidupan berdemokrasi
"Tujuannya untuk mencerdaskan publik. Agar memberi pemahaman kepada masyarakat terkait etika komunikasi dalam kehidupan berdemokrasi
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Aceh-Yogyakarta (Himpasay) menggelar diskusi publik terkait Demokrasi Sebagai Pilar Pembangunan Aceh, Kamis (8/7/2021).
Diskusi yang berlangsung di Aula Dinas Komunikasi Informatika dan Persandian Aceh itu menghadirkan sejumlah pemateri, seperti Guru Besar UIN Ar-Raniry Banda Aceh Prof.
Drs. Yusny Saby, MA., Ph.D, Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Persandian Aceh Marwan Nusuf, hingga Akademisi Fakultas Hukum Universitas Abulyatama Wiratmadinata.
Kegiatan yang dibuka secara virtual oleh Gubernur Aceh Nova Iriansyah itu juga diikuti Ketua TP PKK Aceh Dyah Erti Idawati, Sekretaris Umum HIMPASAY Amirul Haq, Ketua Himpunan HIMPASAY Dede Adistira, Ketua Panitia M. Khatami, serta para mahasiswa dari sejumlah kampus di Aceh.
Baca juga: Balon Bupati Aceh Singkil Laporkan Komisioner KIP Aceh ke DKPP
Ketua Himpunan HIMPASAY Dede Adistira, dalam sambutannya menyebutkan, diskusi itu digelar menyikapi kondisi demokrasi di Aceh guna melahirkan sejumlah hasil untuk disampaikan ke publik.
"Tujuannya untuk mencerdaskan publik. Agar memberi pemahaman kepada masyarakat terkait etika komunikasi dalam kehidupan berdemokrasi di Aceh," ujar Dede.
Sementara Gubernur Aceh Nova Iriansyah menjadi pembicara kehormatan pada diskusi itu mengatakan, demokrasi merupakan konsep kebijakan yang bersifat dinamis dan universal, namun dalam penerapannya dapat saja berbeda di berbagai tempat.
Baca juga: Yuk, Buruan Daftar, Ini Formasi Disabilitas dari 199 CPNS yang Diterima Unimal Tahun 2021
Demokrasi di Amerika Serikat dan Eropa misalnya, menurut Gubernur Nova belum tentu sama dengan demokrasi yang berkembang di negara Asia dan Afrika.
"Lihat saja, bagaimana Pemilu yang dilaksanakan di Jerman memiliki perbedaan dengan sistem Pemilu yang diterapkan di Inggris," kata Gubernur.
Oleh karena itu, lanjut Gubernur, demokrasi itu dapat dikatakan bersifat culturally bounded, atau dibatasi oleh karakteristik sosial dan budaya masyarakat setempat.
Demikian juga dengan demokrasi di Indonesia, menurutnya, tidak bisa disamakan dengan sistem kebebasan yang berkembang di Amerika.
Demokrasi Indonesia disebut lebih mengedepankan musyawarah dan kebersamaan, sedangkan demokrasi Amerika Serikat lebih mengedepankan kebebasan aktualisasi individu.
"Meski demikian, dalam banyak konteks, demokrasi itu harus memiliki parameter yang sama, misalnya untuk kebebasan berkumpul dan berserikat, kebebasan menyampaikan pendapat, hak yang sama di mata hukum, dan sebagainya," kata Gubernur.
Baca juga: FAKTA Ibu Muda Bunuh Bayi di Subulussalam, Korban Digorok dengan Pisau Cutter, Pelaku Marah Ke Suami
Lebih lanjut, gubernur memaparkan, dalam perjalanannya gagasan seputar demokrasi juga dikatakan selalu mengalami perubahan ke arah yang lebih baik.