Berita Banda Aceh
HIMPASAY Gelar Diskusi Publik Demokrasi Sebagai Pilar Pembangunan Aceh
"Tujuannya untuk mencerdaskan publik. Agar memberi pemahaman kepada masyarakat terkait etika komunikasi dalam kehidupan berdemokrasi
Sebagaimana kita ketahui bersama, parlemen di Aceh begitu dinamis dengan kehadiran partai politik lokal, sehingga memberi ruang lebih luas kepada masyarakat untuk terlibat di dalamnya," ujar Gubernur.
Hal itu, menurut Gubernur merupakan sebuah kekhususan yang membuat Aceh berbeda dengan daerah lain di Indonesia.
"Dengan semua kebebasan itu, tentunya mendorong sistem Pemerintah di Aceh berjalan lebih hati-hati," ujar Gubernur.
Lebih lanjut, Gubernur juga memaparkan, pengawasan sistem pemerintahan di Aceh begitu ketat, sebab lembaga pengawasannya begitu banyak.
Selain DPRA/DPRK, ada pula kelompok masyarakat dan individu yang disebuy sangat kritis terhadap gerak pembangunan Aceh.
Di satu sisi, menurut Gubernur, kebebasan seperti itu mendorong pemerintah lebih berhati-hati dan harus transparan dalam menjalankan kebijakannya.
Namun di sisi lain, terkadang kebebasan itu juga disebut tidak lagi menerapkan sendi-sendi etika yang benar.
"Hal seperti ini tentu saja sangat tidak elok, karena sudah di luar etika demokrasi itu sendiri," kata Gubernur.
Namun begitu, Gubernur Nova mengaku tetap berpikir positif dengan kebebasan yang ada sekarang.
Setidaknya Pemerintah di Aceh, kata dia, senantiasa berjalan pada jalur yang seharusnya.
Gubernur berharap semangat demokrasi ini akan lebih berkembang lagi, sehingga masalah etika juga menjadi pertimbangan dalam menyampaikan pendapat.
Demokrasi di Aceh tidak boleh bertentangan dengan Syariat Islam
Seorang pemateri pada diskusi itu, Akademisi Fakultas Hukum Universitas Abulyatama Wiratmadinata, dalam pemaparannya menyebutkan, pada dasarnya apapun bentuk demokrasi yang dianut di Indonesia harus berlandaskan pancasila.
Hal itu lantaran Indonesia adalah negara yang berlandaskan pancasila. Demikian juga di Aceh yang secara undang-undang menerapkan syariat Islam, menurut dia harus menyesuaikan dengan nilai-nilai syariat Islam.
"Misalnya demokrasi kita bertentangan dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa maka demokrasi itu tidak boleh dipraktekkan di negara Indonesia," ujar dia.