Buntut Tak Percaya Covid-19, Dokter Lois Owien Ditangkap Polisi, Kini Dilimpahkan ke Mabes Polri
Polda Metro Jaya menangkap dokter Lois Owien diduga buntut dari pernyataannya yang mengaku tak percaya soal Covid-19.
SERAMBINEWS.COM - Polda Metro Jaya menangkap dokter Lois Owien diduga buntut dari pernyataannya yang mengaku tak percaya soal Covid-19.
Kini kasus dokter Lois Owien dilimpahkan dari Polda Metro Jaya ke Mabes Polri.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan mengatakan, polisi telah menangkap dokter Lois Owien yang ramai diperbincangkan karena tidak percaya Covid-19.
Ramadhan menyatakan, penangkapan dilakukan personel Polda Metro Jaya pada Minggu (11/7/2021).
"Iya ditangkap. Kemarin, yang menangkap (personel) PMJ," kata Ramadhan saat dihubungi, Senin (12/7/2021).
Namun, dia belum bisa menjelaskan secara detail soal pasal undang-undang yang disangkakan kepada dokter Lois.
Ramadhan mengungkapkan, informasi lebih jelas akan disampaikan polisi pada Senin siang ini.
Lebih lanjut, dilaporkan bahwa kasus dokter Lois tersebut sudah dilimpahkan dari Polda Metro Jaya ke Mabes Polri.
"Kemarin (Minggu) diamankan Polda Metro dan dilimpahkan ke Mabes Polri," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono saat dihubungi, Senin (12/7/2021).
Nama dokter Lois Owien menjadi sorotan publik belakangan ini karena unggahan-uanggahannya di media sosial yang menyatakan dirinya tidak percaya Covid-19.
Dalam sebuah acara bincang-bincang bersama pengacara kondang hotman Paris, dokter Lois mengatakan tidak ada pasien yang meninggal karena virus corona.
Yang ada adalah pasien meninggal karena interaksi obat yang berlebihan.
Dia menyebut bahwa obat-obatan yang digunakan untuk pasien Covid-19 telah menimbulkan komplikasi di dalam tubuh pasien.
"Interaksi antar obat. Kalau buka data di rumah sakit, itu pemberian obatnya lebih dari enam macam," ujar dokter Lois.

Adapun unggahan dokter Lois dalam media sosialnya beberapa di antaranya sebagai berikut:
"Tidak tahu bahwa obat antivirus, azithromycin, metformin, obat TB dapat menyebabkan asidosis laktat???
Double dosis dan interaksi antar obat menyebabkan mortalitas asidosis laktat??
Jangan protes tentang obat ke saya kalau ilmunya gak nyampe!!"
"Cuma karena kurng vitamin dan mineral, lansia diperlakukan seperti penjahat??
Covid19 bukan virus dan tidak menular!!!!" B
Akibat unggahannya itu, dokter Lois menjadi perbincangan.
Dalam sebuah talkshow yang dipandu Hotman Paris, sang dokter tak mengubah sikapnya.
Saat ditanya Hotman Paris, apakah orang-orang yang dikubur dengan tata cara atau protokol kesehatan itu meninggal dunia karena virus corona, dr Lois menjawab bukan karena virus.
"Interaksi antar obat. Kalau buka data di rumah sakit, itu pemberian obatnya lebih dari enam macam," kata dokter Lois".
"Melihat hal tersebut, Daeng mengungkapkan bahwa tidak ada laporan terkait kondisi pasien yang memburuk akibat interaksi obat.
Tidak ada laporan pasien dengan Covid meninggal karena interaksi obat," ujar dia.
Tanggapan IDI
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tegaskan dokter Lois Owien sudah tidak terdaftar dalam keanggotaan IDI.
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI) mengambil tindakan untuk dokter Lois Owien terkait pernyataanya tentang Covid -19.
Pernyataan dokter Lois viral terkait Covid-19 setelah dirinya mengunggah pandanganya di beberapa media sosial miliknya.
Merespons pernyataan yang tidak sesuai dengan realita yang ada di lapangan, IDI bertindak cepat dengan memanggil dokter Lois.
"MKEK sedang panggil yang bersangkutan," ucap Ketua Umum Pengurus Besar IDI, Daeng M Faqih kepada Kompas.com, Minggu (11/7/2021).
Namun, dalam penelusuran awal, PB IDI menyatakan keanggotaan dokter Lois sudah lama kedaluwarsa di IDI.
"Keanggotaannya sudah lama kedaluwarsa," ujar Daeng kepada Kompas.com, Minggu (11/7/2021).
Selain itu, dikutip dari akun Instagram pribadi dr Tirta Mandira Hudhi menyebut bahwa dr Lois tidak terdaftar sebagai anggota IDI.
Di mana, seperti diketahui semua dokter di Indonesia harus tergabung dan terdaftar sebagai anggota IDI.
"Ya memang benar, ibu Lois ini telah mengontak saya. Dan memang menyebarkan info-info yang menurut saya tidak masuk akal.
Ibu Lois ini mengaku sebagai dokter. Setelah dikonfirmasi ke Ketua IDI Pusat dan Ketua MKEK. Beliau mengatakan bahwa dokter Lois tidak terdaftar di anggota IDI," ujar Tirta.
Tirta juga mengatakan bahwa surat tanda registrasi (STR) milik dr Lois sudah tidak aktif sejak 2017.
"Status dokternya dipertanyakan. STR beliau tidak aktif sejak 2017," ujar Tirta.
Seperti diketahui, surat tanda registrasi (STR) merupakan bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan.
Penjelasan Ahli
Apakah benar interaksi obat, seperti disampaikan dr Lois, dapat menyebabkan kematian pada pasien Covid-19?
Hal ini dijelaskan oleh Guru Besar Fakultas Farmasi UGM, Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (11/7/2021).
Prof Zullies menjelaskan bahwa interaksi obat adalah adanya pengaruh suatu obat terhadap efek obat lain, ketika digunakan bersama-sama pada seorang pasien.
"Interaksi obat itu memang sangat mungkin dijumpai. Bahkan, orang dengan satu penyakit saja, rata-rata ada yang membutuhkan lebih dari satu macam obat," kata Prof Zullies.
Terkait pernyataan dr Lois yang menyebut interaksi obat menjadi penyebab kematian pasien Covid-19, Prof Zullies menekankan bahwa tidak semua interaksi obat itu berbahaya atau merugikan.
Karena sifat interaksi itu bisa bersifat sinergis atau antagonis, bisa meningkatkan, atau mengurangi efek obat lain.
"Interaksi obat juga ada yang menguntungkan, dan ada yang merugikan.
Jadi tidak bisa digeneralisir, dan harus dikaji secara individual," ucap Prof Zullies. Pada pasien dengan hipertensi, misalnya.
Meski merupakan satu jenis penyakit, namun terkadang membutuhkan lebih dari satu obat, apabila satu obat tidak dapat memberi efek kontrol pada penyakit tersebut.
Seringkali penderita hipertensi menerima dua atau tiga jenis obat anti hipertensi.
"Artinya, ini ada interaksi obat yang terjadi, tetapi yang terjadi itu adalah interaksi obat yang menguntungkan. Tapi tentu, pilihan obat yang akan dikombinasikan juga ada dasarnya, paling tidak mekanismenya mungkin berbeda," papar Prof Zullies.
Kendati demikian, Prof Zullies mengatakan bahwa ketika tambahan obat yang diberikan semakin banyak, maka masing-masing akan memiliki risiko efek samping obat.
Sehingga, hal ini pun akan selalu menjadi pertimbangan dokter dalam meresepkan obat pada pasiennya.
Artinya, bahwa dengan semakin banyak obat, maka akan semakin meningkat juga risiko efek sampingnya.
Kapan interaksi obat bisa merugikan?
Lebih lanjut, Prof Zullies mengatakan interaksi obat dapat merugikan apabila suatu obat menyebabkan obat lain tidak berefek saat digunakan bersama, atau memiliki efek samping yang sama.
Seperti obat hidroksiklorokuin yang sempat diajukan sebagai terapi pengobatan pasien Covid-19.
Efek samping obat ini dapat memengaruhi ritme jantung, jika digunakan dan dikombinasikan dengan obat yang juga sama-sama memiliki efek serupa, maka itu akan merugikan.
"Ada juga obat yang memberi interaksi dengan meningkatkan efek dari obat lain. Itu bagus, tetapi kalau peningkatan efeknya berlebihan, maka itu akan berbahaya," imbuh Prof Zullies.
Demikian juga obat untuk pasien Covid-19.
Pada pasien Covid-19 dengan sakit ringan, biasanya akan diberikan obat antivirus, vitamin atau obat anti gejala.
"Akan tetapi, interaksi obat-obat ini bisa dihindari dengan mengatur cara penggunaan, misal diminum pagi dan sore, atau mengurangi dosis. Masing-masing interaksi obat itu ada mekanismenya sendiri-sendiri," jelas Prof Zullies.
Baca juga: Wings Air Hentikan Sementara Penerbangan ke Bandara Malikussaleh
Baca juga: Dua Daerah Terapkan Belajar Tatap Muka
Baca juga: VIDEO Tak Kalah Canggih dari Iron Dome Israel, Turki Produksi Massal Rudal Pertahanan Udara HISAR
Kompas.com dengan judul "Kasus Dokter Lois, dari Sesumbar Tak Percaya Covid-19 hingga Ditangkap Polisi", Klik untuk baca