Idul Adha 1442 H
Hukum Membagikan Daging Kurban ke Desa atau Daerah Lain, Simak Penjelasan Abu Mudi
“Hukum naqal ataupun membagi daging kurban kepada desa atau tempat-tempat yang bukan tempat disembelih hewan kurban tersebut?” kata Abu Mudi.
Penulis: Agus Ramadhan | Editor: Amirullah
SERAMBINEWS.COM – Simak penjelasan Abu Mudi tentang hukum membagikan daging kurban ke desa tetangga atau daerah lain.
Pelaksanaan pemotongan hewan kurban sendiri dilakukan pada 10 Dzulhijjah (Idul Adha), dan di hari tasyrik tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.
Namun, bolehkan membagikan daging kurban ke desa tetangga atau daerah lain?
Mengenai persoalan ini, Abu Syekh Haji Hasanoel Bashry atau dikenal Abu Mudi pun menjawab dalam kanal Youtube-nya, MUDI TV.
“Hukum naqal ataupun membagi daging kurban kepada desa atau tempat-tempat yang bukan tempat disembelih hewan kurban tersebut?” kata Abu Mudi yang membaca pertanyaan.
Baca juga: Bolehkah Ayam Dijadikan Hewan Kurban? Simak Penjelasan Abu Mudi
Baca juga: Ibadah Haji dan Kurban ; Transformasi Nilai Sosial
Abu Mudi mengatakan bahwa membagikan daging kurban sama seperti zakat.
“Disini sama dengan zakat,” jelas Abu Mudi
Abu Mudi menejelaskan, zakat tidak boleh naqal (memindahkan), sehingga daging kurban tidak boleh dibagikan kepada desa ataupun kecamatan yang lain selain di tempat yang disembelihkan.
Bolehkah Ayam Dijadikan Hewan Kurban?
Berkurban merupakan salah satu ibadah yang dilaksanakan oleh umat Islam.
Berkurban dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan mengerjakan sebagian perintah-Nya.
Pada hari raya Idul Adha, terdapat dua amalan sunah yang paling utama untuk dikerjakan, yaitu shalat Idul Adha secara berjamaah dan menyembelih hewan kurban.
Kedua amalan tersebut telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Imam Bukhari dari Al-Bara’ bin ‘Azib:
“Sungguh yang pertama kali kami lakukan pada hari ini adalah shalat (Idul Adha), kemudian kami pulang dan setelah itu menyembelih hewan kurban.
Siapa yang melakukan hal demikian (menyembelih setelah shalat), maka dia telah memperolah sunah kami.
Tetapi siapa yang menyembelih sebelum itu, maka penyembelihannya itu sebatas menyembelih untuk keluarganya sendiri dan tidak dianggap ibadah kurban,”
Baca juga: 1 Dzulhijjah 1442 H Hampir Tiba, yang Berkurban Ingat Ada Larangan Potong Kuku dan Cukur Rambut
Baca juga: Bolehkah Menjual Daging Kurban Demi Sesuap Nasi? Begini Penjelasan Ustaz Abdul Somad
Umumnya, hewan yang dijadikan untuk kurban adalah unta, sapi, dan kambing atau sejenisnya.
Dalam sebuah kitab berbahasa Jawi disebutkan bahwa ayam juga diperbolehkan untuk dijadikan sebagai hewan kurban.
Lantas, apakah benar ayam diperbolehkan untuk dijadikan sebagai hewan kurban?
Mengenai hukum dan persoalan ini, Abu Syekh Haji Hasanoel Bashry atau dikenal Abu Mudi pun menjawab dalam kanal Youtube-nya, MUDI TV.
“Dalam kitab Fiqih yang sudah kita pelajari, tidak ada (kurban ayam). Tetapi dalam kitab berbahasa Jawi ada,” terang Abu Mudi.
Abu Mudi menceritakan bahwa dulunya ia sangat kesulitan untuk menjawab pertanyaan mengenai boleh atau tidak ayam dijadikan sebagai hewan kurban.
“Saya cukup kesusahan pada waktu itu ketika ada seseorang yang bertanya,” terangnya.
Baca juga: Idul Adha 1442 Sebentar Lagi, Ingin Kurban Tapi Dengan Cara Berutang? Ini Hukumnya Menurut UAS
Baca juga: Kisah Inspiratif Tgk Ridwan di Tamiang, Tiap Hari Keliling Kampung Kutip Tabungan Warga untuk Kurban
Abu Mudi menjawab pada waktu itu bahwa tidak bisa berkurban dengan ayam.
“Saya menjawab tidak ada karena yang saya pelajari adalah kitab Arab dan yang saya ajarkan pun juga kitab Arab. Tidak pernah disebutkan (ayam boleh dikurbankan),” jelas Abu Mudi.
Abu Mudi mengatakan ketika dirinya mengisi pengajian di Kembang Tanjung, ada yang menunjukkan sebuah kitab kepadanya.
Dalam kitab itu menerangkan bahwa memperbolehkan ayam dijadikan sebagai hewan kurban.
“Ketika saya isi pengajian di Kembang Tanjung, ada yang memperlihatkan kitab, yang ternyata memang ada yang menjelaskan tentang kurban dengan seekor ayam,” ujarnya.
Namun pada saat itu, Abu Mudi membaca kitab tersebut dengan teliti dan berhati-hati agar tidak terjadi kesalahpahaman.
“Saya baca dengan teliti dan cukup berhati-hati sekali, di awalan kitab itu tertulis,“ kata Ibnu Abbas”. Dari situ langsung saya temukan jawabannya, tanpa harus membaca sampai selesai,” jelas Abu Mudi.
Abu Mudi pun langsung menjelaskan bahwa kurban dengan ayam merupakan pendapat Ibnu Abbas.
“Ibnu Abbas adalah seorang Mujtahid,” ungkapnya.
Baca juga: Idul Adha Sudah Dekat, Apa Hukum Berkurban untuk Orang Tua yang Sudah Meninggal, Simak Penjelasannya
Abu Mudi pun mengatakan bahwa kurban dengan ayam tidak bisa menjadi pegangan.
“Tidak boleh kita ikuti karena di kita tidak ada kitab. Di kitab itu tidak ada tata cara beramal. Karena kitab itu bukan karangan Beliau (Ibnu Abbas),” kata Abu Mudi.
“Kadang dibolehkan kurban ayam bagi kaum fakir miskin,” jelas Abu Mudi.
Abu Mudi mencontohkan, jika seorang fakir miskin sangat berhasrat untuk berkurban setiap tahun, maka Ibnu Abbas memberikan fatwa.
“Ibnu Abbas memberikan fatwa boleh berkurban dengan seekor ayam bagi yang tidak sanggup beli kambing,” terangnya.
Abu Mudi meminta kepada semuanya untuk tidak secara mutlak mengamalkan pendapat Ibnu Abbas yang terdapat dalam kitab berbahasa Jawi tersebut. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)
Baca Juga Lainnya:
Baca juga: Memaksa Diri Belajar Sampai Dini Hari, Mahasiswa Meninggal Alami Pendarahan Otak
Baca juga: Buntut Tak Percaya Covid-19, Dokter Lois Owien Ditangkap Polisi, Kini Dilimpahkan ke Mabes Polri
Baca juga: Dua Remaja Meninggal Dalam Kecelakaan Tragis di Aceh Timur, Polisi Jelaskan Kronologisnya