Breaking News

Kupi Beungoh

Sejarah Panjang Sabang dan Kekuatan Besar Ekonomi Aceh

Jikapun Pelabuhan Bebas Sabang belum berjalan baik, masyarakat Sabang memiliki kekuatan tersendiri untuk menghidupi ekonominya

Editor: Yocerizal
Serambinews.com
Magister pada Ilmu Sejarah Tamaddun Islam pada Universitas Islam Negeri Ar-raniry 

Oleh: Mukhsin Rizal.,S.Hum., M.Ag*)

SABANG memang ibarat sebuah kepingan surga di ujung Pulau Sumatera. Keindahan ini membuat penulis tidak bosan-bosannya menghabiskan waktu menikmati keindahan pulau tersebut.

Semakin hari, semakin penasaran, sehingga akhirnya penulis coba mencari tahu sejarah dan kekuatan Pulau Sabang.

Beberapa literatur penulis buka. Salah satunya situs resmi Pemerintah Kota Sabang, dan akhirnya penulis pahan bagaimana sejarah Kota Sabang tersebut.

Disitus web Pemerintah Kota sabang disebutkan bahwa sekitar tahun 301 sebelum Masehi, seorang Ahli bumi Yunani, Ptolomacus berlayar ke arah timur dan berlabuh di sebuah pulau tak terkenal di mulut selat Malaka, Pulah Weh.

Kemudian dia menyebut dan memperkenalkan pulau tersebut sebagai Pulau Emas di peta para pelaut.

Setelah itu pada abad ke-12, Sinbad melakukan pelayaran dari Sohar melalui rute Maldives menuju Pulau Kalkit (India), Sri Langka, Andaman, Nias, Weh, Penang, dan Canton (China).

Saat berlayar, Sinbad berlabuh di Pulau Weh dan menamai pulau ini dengan sebutan Pulau Emas.

Selain Ptolomacus dan Sinbad, para pedagang Arab yang berlayar dan sampai ke Pulau Weh menamakan Sabang dengan sebutan ‘Shabag’, kemungkinan dari sinilah kata Sabang berasal.

Kota Sabang terletak di Pulau Weh, kata ‘Weh’ berarti terpisah. Terpisahnya pulau ini dari induknya Pulau Sumatera diakibatkan oleh meletusnya gunung.

Teori lebih kuat jika kita melihat sejarah terbentuknya selat sunda yang memisahkan antara Pulau Jawa dengan Sumatera.

Baca juga: PLN Perpanjang Stimulus Listrik hingga September 2021, Cara Mendapatkannya Berbeda dengan Sebelumnya

Baca juga: Realme C25 Turun Harga untuk Semua Varian, Periode Promo Terbatas

Ditambahkan lagi tempat penyebrangan yang bernama ‘Ulee lheuh’ yang berti ujung lepasan. Ini menguatkan kita bahwa dulunya antara Pulau Weh dan Sumatera menyatu.

Saat kekuasaan kerajaan Aceh Darussalam, Pulau Weh difungsikan sebagai tempat untuk mengasingkan orang.

Sultan Aceh mengunakan pulau tersebut guna mengasingkan orang-orang buangan dan di anggap melawan kekuasaan sultan.

Tetapi saat kekuasan Pemerintah Hindia Belanda, mereka membuka Sabang sebagai dermaga. Belanda memperkenalkan secara luas pelabuhan alam yang di beri nama Kolen Station yang dioperasikan sejak tahun 1881.

Pada tahun 1883, dermaga Sabang dibuka untuk kapal berdermaga oleh Asosiasi Atjeh.

Walaupun pada awalnya pelabuhan tersebut dijadikan pangkalan batubara untuk Angkatan Laut Kerajaan Belanda, tetapi kemudian juga digunakan oleh kapal pedagang untuk mengirim barang ekspor dari Sumatera.

Pada tahun 1887, Firma Delange dibantu Sabang Haven memperoleh kewenangan menambah, membangun fasilitas, dan sarana penunjang pelabuhan.

Pada tahun 1895, era pelabuhan bebas di Sabang dimulai. Pemerintah Hindia Belanda memberi istilah Vrij Haven dan dikelola oleh Sabang Maatschaappij. Saat ini setiap tahunnya, 50.000 kapal melewati Selat Malaka .

Tahun 1899, Ernst Heldring mengenali potensi Sabang sebagai pelabuhan internasional dan mengusulkan pengembangan pelabuhan Sabang pada Nederlandsche Handel Maatschappij dan beberapa perusahaan Belanda lainnya.

Hal ini terungkap dari buku Oost Azie en Indie (Asia Timur dan India).

Baca juga: Pandemi Semakin Parah, Malaysia Tutup Pusat Vaksinasi karena 200 Petugasnya Terjangkit Covid-19 

Baca juga: Buat Pernyataan Kontroversi, Lois Owien Terancam Hukuman Penjara, Dianggap Sebar Hoaks Covid-19

Tahun 1899, Balthazar Heldring selaku direktur NHM merubah Atjeh Associate menjadi N.V. Zeehaven en Kolenstation Sabang te Batavia (Sabang Seaport and Coal Station of Batavia).

Yang kemudian dikenal dengan Sabang Maatschappij dan merehab infrastruktur pelabuhan agar layak menjadi pelabuhan bertaraf internasional.

Tahun 1903 CJ Karel Van Aalst sebagai direktur NHM yang baru, mengatur layanan dwi-mingguan antara pelabuhan Sabang dan negeri Belanda, melibatkan Stoomvaart Maatschappij Nederland (Netherlands Steamboat Company) dan Rotterdamsche Lloyd.

Selain itu, dia juga mengatur suntikan modal penting bagi Sabang Maatschappij dengan NHM sebagai pemegang saham mayoritas.

Tahun 1910 didirikan stasiun radio pemancar (Radio Zendstation te Sabang) di Ie Meulee (salah satu dari tujuh radio pemancar di Hindia Belanda Timur) untuk kemudahan komunikasi antara Belanda dan wilayah koloninya.

Tahun 1942, pada saat Perang Dunia ke II, Sabang diduduki oleh Jepang dan dijadikan basis pertahanan wilayah barat. Sabang sebagai pelabuhan bebas ditutup.

Tahun 1945, Sabang mendapat dua kali serangan dari pasukan Sekutu dan menghancurkan sebagian infrastruktur.

Kemudian Indonesia Merdeka tetapi Sabang masih menjadi wilayah koloni Belanda. Tahun 1950 Setelah KMB, Belanda mengembalikan Sabang kepada Indonesia.

Upacara penyerahannya berlangsung di gedung Controleur (gedung Dharma Wanita sekarang).

Kemudian melalui keputusan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Serikat Nomor 9/MP/50, Sabang menjadi Basis Pertahanan Maritim Republik Indonesia.

Baca juga: Permintaan Pohon Bidara Tinggi di Aceh, Berikut Dalil Terkait Tanaman Berkhasiat dalam Islam

Baca juga: UIN Ar-Raniry Buka Penerimaan CPNS, Berikut Formasi yang Dibutuhkan

Sabang Maatschappij dilikuidasi. Prosesnya selesai tahun 1959. Semua aset Pelabuhan Sabang Maatschappij dibeli oleh Pemerintah Indonesia.

Tahun 1963, tim peneliti dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh bekerja sama dengan gabungan Pengurus Exsport Indonesia Sumatera melakukan penelitian terhadap kemungkinan Sabang dibuka kembali menjadi pelabuhan bebas, karena letaknya yang sangat strategis dalam sektor perdagangan antar Negara.

Kemudian melalui Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 1963, Sabang ditetapkan sebagai Pelabuhan Bebas (Free Port), dan pelaksanaannya diserahkan kepada Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE).

Tahun 1964 Dibentuklah suatu lembaga Komando Pelaksana Pembangunan Proyek Pelabuhan Bebas Sabang (KP4BS) melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 22 Tahun 1964.

Tahun 1965 Kotapraja Sabang dibentuk dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1965.

Tahun 1970, dikeluarkan UU No. 3 tahun 1970 dan No. 4 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok daerah perdagangan bebas dengan pelabuhan Sabang dan tentang daerah perdagangan bebas dengan pelabuhan bebas untuk masa 30 tahun, dengan fungsi sbb :

1. Mengusahakan persediaan (stockpiling) barang-barang konsumsi dan produksi untuk perdagangan impor, ekspor, re-ekspor maupun industri.

2. Melakukan peningkatan mutu (upgrading), pengolahan (processing), manufacturing, pengepakan (packing), pengepakan ulang (repacking), dan pemberian tanda dagang (marking).

3. Menumbuhkan dan memperkembangkan industri, lalu lintas perdagangan, dan perhubungan.

4. Menyediakan dan memperkembangkan prasarana dan memperlancar fasilitas pelabuhan, memperkembangkan pelabuhan, pelayaran, perdagangan transito, dan lain-lain.

5. Mengusahakan memperkembangkan kepariwisataan dan usaha-usaha ke arah terjelma dan terbinanya shopping centre. Mengusahakan dan memperkembangkan kegiatan-kegiatan lainnya khususnya dalam sektor perdagangan, maritim, perhubungan, perbankan dan peransuransian.

Baca juga: Seorang Lansia di Jepang Telah Disuntik Empat Kali Vaksin Covid-19, Begini Kondisinya Sekarang

Baca juga: Uji Coba Kerja 4 Hari Seminggu dengan Gaji Sama Sukses di Islandia, Bisakah Diterapkan di Indonesia?

Tahun 1985 Status Sabang sebagai Daerah Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang ditutup oleh Pemerintah RI melalui Undang-undang No. 10 Tahun 1985.

Dengan alasan maraknya penyeludupan dan akan dibukanya Batam sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.

Tahun 1993 Posisi Sabang mulai diperhitungkan kembali dengan dibentuknya Kerjasama Ekonomi Regional Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT).

Tahun 1997, dilaksanakannya Jambore Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang diprakarsai BPPT di Pantai Gapang, Sabang, untuk mengkaji kembali pengembangan Sabang.

Tahun 1998 Kota Sabang dan Kecamatan Pulo Aceh dijadikan sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) yang bersama-sama KAPET lainnya diresmikan oleh Presiden BJ Habibie dengan Keppres No. 171 tanggal 26 September 1998.

Tahun 2000 Presiden, KH Abdurrahman Wahid mencanangkan Sabang sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan tanggal 22 Januari 2000 diterbitkan Inpres No. 2 Tahun 2000.

Dan Pada Tanggal 1 September 2000 diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No.2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.

Tanggal 21 Desember 2000 diterbitkan Undang-undang No. 37 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.

Tahun 2002 Aktivitas pelabuhan Sabang mulai berdenyut kembali dengan masuknya barang-barang dari luar negeri ke kawasan Sabang. Namun pada tahun 2004 aktivitas ini terhenti karena Aceh ditetapkan sebagai Daerah Darurat Militer.

Tanggal 26 Desember 2004 Sabang juga mengalami Gempa dan Tsunami. Kemudian Badan Rekontruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh-Nias menetapkan Sabang sebagai tempat transit udara dan laut untuk bantuan korban tsunami dan pengiriman material konstruksi dan lainnya yang akan dipergunakan di daratan Aceh.

Baca juga: Diduga Depresi, Pria Tua di Aceh Tamiang Tewas Terjun dari Lantai Tiga Ruko

Baca juga: Jelang Lebaran Warga Lhokseumawe Banyak Jual Emas, Cek Harganya di Sini

Pada tahun 2010 pemerintah Republik Indonesia melalui Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2010 Tentang Peimpahan Kewenangan Pemerintah Kepada Dewan Kawadan Sabang.

Dengan keluarnya PP tersebut terbukalah peluang besar untuk menghidupkan kembali perekomnomian Aceh khususnya di sektor perdagangan.

Pemerintah menetapkan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang yang meliputi Kota Sabang (Pulau Weh, Pulau Klah, Pulau Rubiah, Pulau Seulako, dan Pulau Rondo), dan sebagian Kabupaten Aceh Besar (Pulau Breuh, Pulau Nasi, dan Pulau Teunom).

Serta pulau-pulau kecil di sekitarnya yang terletak dalam batas-batas koordinat sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Menjadi Undang-Undang.

Pelimpahan sebagian kewenangan kepada Dewan Kawasan Sabang (DKS) sebagaimana diatur oleh Nomor 83 Tahun 2010 dengan tujuan untuk memperlancar kegiatan pengembangan fungsi kawasan Sabang.

Pemerintah melimpahkan sebagian kewenangan di bidang perizinan dan kewenangan lain kepada DKS disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan.

Adapun pewenangan Pemerintah di bidang perizinan meliputi kewenangan dalam bidang perdagangan, perindustrian, pertambangan dan energi, perhubungan, pariwisata, kelautan dan perikanan serta penanaman modal.

Kewenangan tersebut juga mencakup, penataan ruang, lingkungan hidup, pengembangan dan pengelolaan usaha dan pengelolaan aset tetap.

Hal yang luas di berikan pemerintah pada sektor Pengembangan dan pengelolaan usaha  dengan dapat dilakukan kerja sama baik dalam maupun luar negeri, pendirian badan usaha, dan investasi.

Namun dalam melaksanakan kewenangannya, tetap harus mengacu pada lampiran Peraturan Pemerintah dan Pemerintah dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kewenangan yang dilimpahkan kepada DKS dengan mewajibkannya menyampaikan laporan pelaksanaan kewenangan setiap tahun kepada Presiden melalui Dewan Nasional.

Baca juga: Bursa Calon Ketua PBSI Aceh Dibuka, Cari Kader Terbaik dan Pecinta Bulu Tangkis

Baca juga: VIDEO Masuk Aceh Wajib Perlihatkan Sertifikat Vaksin dan Surat Bebas Covid-19

Secara khusus DKS mempunyai tugas dan wewenang menetapkan kebijakan umum, membina, mengawasi, dan mengoordinasikan kegiatan BPKS selaku pelaksana kewenangan DKS

Adapun Kebijakan umum wajib ditetapkan oleh DKS setiap 1 (satu) tahun sekali pada awal tahun anggaran.

Dilihat dari tugas Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, atau Badan Pengusahaan Kawasan Sabang atau disingkat BPKS, adalah melakukan Pengelolaan dan Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.

BPKS juga merupakan lembaga pemerintah nonstruktural, pengaturan status BPKS ditetapkan oleh Menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi.

Sedangkan penetapan struktur organisasi, tugas, dan wewenang BPKS diatur lebih dengan Peraturan Ketua DKS setelah berkonsultasi dengan menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi.

Selain itu BPKS dalam melaksanakan pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan kawasan Sabang di berikan kewenangan yang meliputi membuat ketentuan-ketentuan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain itu juga berwenang mengeluarkan izin usaha, izin investasi, dan izin lainnya yang diperlukan bagi para pengusaha yang mendirikan dan menjalankan usaha di kawasan Sabang, bekerja sama dengan pejabat instansi yang berwenang untuk melancarkan pemeriksaan dan kerja sama lainnya

Selanjutnya dengan persetujuan DKS, mengadakan peraturan di bidang tata tertib pelayaran dan penerbangan, lalu lintas barang di pelabuhan dan penyediaan fasilitas pelabuhan, dan lain sebagainya, serta penetapan tarif untuk segala macam jasa.

Untuk pengendalian dan pendataan kegiatan ekspor dan impor barang dari dan ke kawasan Sabang, BPKS menetapkan ketentuan tentang tata cara pelaksanaan kegiatan ekspor dan impor.

Hal menarik dari PP Nomor 83 Tahun 2010 ada pada Pasal 3 Ayat (1) di mana pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Sabang tidak diperlukan perizinan seperti yang berlaku di wilayah Indonesia lainnya.

Karena kawasan Sabang adalah terpisah dari wilayah pabean Indonesia. Demikian Penjelasan ayat terkait dengan bebas tata niaga.

Baca juga: Hukum Membagikan Daging Kurban ke Desa atau Daerah Lain, Simak Penjelasan Abu Mudi

Baca juga: Kisah Lama Nia Ramadhani, Pernah Dipacari Bams Samsons, Tapi Tak Direstui, Begini Kabarnya

Namun demikian Jenis barang bebas tata niaga yang dimasukkan dan dikeluarkan ke dan dari Kawasan Sabang ditetapkan oleh BPKS.

Melihat sejarah panjang Sabang yang telah dua kali ditutup sebagai pelabuhan bebas sabang yaitu pada tahun 1942 dan tahun 1985 dan dibuka kembali dengan UU.

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Menjadi Undang-Undang.

Dikuatkan kembali oleh undang undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh sudah saatnya Sabang menjadi pilar penting pertumbuhan ekonomi Aceh dan indonesia.

Jikapun Pelabuhan Bebas Sabang belum berjalan dengan baik, masyarakat Sabang memiliki kekuatan tersendiri untuk menghidupi ekonominya dengan modal alam yang indah dan keramahtamahan masyarakatnya.

Wallahu alam bisawab.

*) PENULIS adalah adalah Magister pada  Ilmu Sejarah Tamaddun Islam pada Universitas Islam Negeri Ar-raniry.

KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved