Info KPCPEN
Menko Perekonomian Gandeng Kampus Lawan Covid-19, Dinilai Bisa Bantu Riset Vaksin dan Obat
Bidang riset misalnya, banyak kampus di Indonesia yang sudah bekerja sama dengan berbagai institusi di luar negeri.
Penulis: Muhammad Nasir | Editor: Zaenal
Muhammad Nasir | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Menko Perekonomian Airlangga Hartarto yang juga Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) untuk melibatkan kampus dalam menangani pandemi Covid-19.
Keputusan itu dinilai sebagai kebijakan yang sangat tepat.
Hal itu disampaikan Ketua Yayasan Universitas Gunung Leuser, Kutacane, Aceh Tenggara, Dr. Bukhari, Kamis (29/7) di Jakarta.
Menurut Bukhari, melibatkan kampus dalam upaya memerangi pandemi sangat tepat.
Alasannya, hal itu sebagai bagian dari upaya mengoptimalkan potensi dalam negeri.
Katanya, Indonesia memiliki banyak kampus yang berstandar internasional.
“Melibatkan potensi lokal juga akan menghemat banyak devisa dibandingkan jika kita memanfaatkan sumber daya dari luar negeri. Hal itu juga sejalan dengan tekad Presiden Joko Widodo yang berniat untuk mengurangi impor di berbagai bidang,” ujarnya.
Dalam rilisnya, Airlangga Hartarto menyatakan akan mendorong pengembangan vaksin dalam negeri dengan mengerahkan universitas atau perguruan tinggi di Tanah Air untuk melakukan riset dan pengembangan untuk vaksin dan obat-obatan.
Bukhari juga sangat yakin banyak hal yang bisa dikerjakan kalangan perguruan tinggi di dalam negeri.
Bidang riset misalnya, banyak kampus di Indonesia yang sudah bekerja sama dengan berbagai institusi di luar negeri.
"Dengan meminta kampus untuk terlibat dalam membuat vaksin misalnya, dampaknya tidak hanya terbatas pada penanganan Covid-19. Sebab, kampus akan terlatih membuat vaksin jika di masa depan ada kebutuhan serupa,” ujarnya.
Baca juga: Airlangga Hartarto Minta Kader Partai Golkar Berpartisipasi Tanggulangi Covid-19
Baca juga: Ini Jawaban Plt RSUD Langsa Tanggapi Keluhan Nakes Tentang Insentif Penanganan Covid-19
Demikian halnya dengan upaya melibatkan kampus dalam pengadaan obat-obatan, Bukhari sangat mendukungnya.
Sebab, obat merupakan kebutuhan vital sehari-hari dari suatu bangsa.
Data Kementerian Kesehatan menyebutkan, 90 persen kebutuhan obat nasional dipasok oleh industri farmasi dalam negeri.
Namun, 95 persen bahan baku obat masih diimpor, khususnya dari Cina dan India.
Angka tersebut juga menunjukan, impor bahan baku obat di Indonesia merupakan yang tertinggi di antara negara-negara Asia Tenggara.
”Ketergantungan terhadap bahan baku impor ini berisiko besar bagi ketahanan obat nasional. Padahal, kita memiliki sumber daya alam yang melimpah yang bisa diolah sebagai bahan baku obat,” kata Bukhari.
"Kampus bisa memberikan pemikiran untuk mengatasi pandemi. Melibatkan kampus juga bukti, pemerintah bersikap rendah hati dan terbuka untuk mendengar masukan dari berbagai pihak,” ungkapnya.(*)
Baca juga: Di Saat Kabupaten Lain Gencar Lawan Covid-19, Pejabat Daerah Ini Malah Agendakan Rapat Bahas Senam
Baca juga: China Jarang Jawab Kekhawatiran Vaksin Sinovac Lemah Lawan Covid-19, Indonesia Tetap Ngotot Pakai