16 Tahun Damai Aceh

16 Tahun Damai Aceh, Muhammad MTA: Permusuhan Lenyap di Alam Nyata, Tapi Ada dalam Pikiran

"Mulai dari elit sampai jajaran “seureudeng” saling menghujat dan bahkan bunuh membunuh sesama mereka bukan pada persoalan perjuangan, tapi hanya keku

Penulis: Yeni Hardika | Editor: Zaenal
FOR SERAMBINEWS.COM
Jubir Pemerintah Aceh, Muhammad MTA menyatakan, Pemerintah Aceh tidak akan hadir dalam rapat paripurna Raqan Pilkada di Gedung DPRA, Senin (5/7/2021). 

"Saat konflik berkecamuk, sebagai seorang aktivis mau tidak mau harus berada di garda terdepan utk melawan 'Jakarta'," ungkap pria kelahiran 1 Mei 1979 melalui pesan WhatsApp saat dihubungi Serambinews.com.

"Kenapa? Krn aktivis bukan kombantan, aktivis kalau tidak vokal dan berada di depan maka rawan menjadi sasaran penculikan berujung kematian, terutama operasi2 OTK. Kalau vokal jika terjadi penangkapan walau disiksa tapi selamat, paling masuk penjara," sambungnya.

Sama seperti yang dirasakan oleh masyarakat Aceh lainnya, bagi MTA, masa konflik Aceh yang terjadi 16 tahun silam juga menyisakan trauma yg sangat mendalam.

Sebab, bukan hanya dirinya yang sempat ditangkap dan dipenjara pada waktu itu, tapi juga dua saudara sekandungnya harus terenggut nyawa hingga hilang entah kemana.

"2 abang kandung saya menjadi korban. Yang satu ditemukan mayat dengan 4 tembusan peluru di badan dan kepalanya, satu lagi sampai saat ini tidak diketahui kuburnya,"

"Di waktu yang bersamaan, saya saat itu baru 2 hari keluar penjara ditangkap tuduhan makar (2022) dan adik saya satu lagi masih bergerilya karena dia kombantan GAM. Orang yang paling sedih tentunya Ibu, 2 putranya tewas di moncong senjata, 2 putra lagi berpotensi yang sama," cerita MTA.

MTA memahami betul bagaimana situasi rakyat yang dilanda trauma berkepanjangan pada saat itu.

Menurutnya, Aceh pada masa itu dalam keadaan yang sangat menyedihkan.

Baca juga: 16 Tahun Damai Aceh, Mualem: Tidak Lama Lagi Kita Dapat Keberhasilan

Siapa pun bisa menjadi korban, tak terkecuali mereka dari orang yang pro dan tidak pro terhadap kemerdekaan Aceh.

Namun semua itu hanya sebatas statistik harian yang terus diinput.

Tetapi ketika perdamaian terjadi, tak ada lagi todongan senjata, dan Aceh mendapat berbagai keistimewaan sesuai dengan yang disepakati.

Kehidupan Aceh setelah damai memang terasa sangat berbeda dengan masa-masa konflik, apalagi pada masa Darurat Militer.

Ini juga ikut dirasa oleh sosok yang namanya paling dicari di zaman konflik Aceh dahulu.

Diungkapkan MTA, hal yang paling berkesan bagi dirinya terkait kehidupan pasca konflik Aceh, kini ia bisa menghabiskan waktu untuk sekedar menongkrong bersama teman-teman di luar rumah hingga pagi.

Itu adalah sebuah kenikmatan yang tidak bisa dirasakan pada waktu konflik berkecamuk dahulu.

"yang paling berkesan saya bisa duduk nongkrong bersama kawan2 di luar sampai pagi," ungkapnya disertai tulisan penanda tawa.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved