Berita Kutaraja
Pemulihan DAS di Aceh Mendesak untuk Hindari Bencana, Mengemuka dalam Diskusi FJL dan Walhi
Taksiran kerugian akibat bencana tersebut mencapai Rp 874,1 miliar. Salah satu penyebab karena kerusakan daerah aliran sungai (DAS).
Penulis: Muhammad Nasir | Editor: Saifullah
Laporan Muhammad Nasir I Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Kasus bencana ekologi di Aceh kian masif. Sejak 2018 hingga 2020, terjadi sebanyak 423 kali bencana banjir, longsor, dan bandang.
Taksiran kerugian akibat bencana tersebut mencapai Rp 874,1 miliar. Salah satu penyebab karena kerusakan daerah aliran sungai (DAS).
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi “Daerah Aliran Sungai Kritis, Menanti Bencana” yang digelar oleh Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, Selasa (7/9/2021).
Adapun pembicara dalam diskusi tersebut adalah, Kepala Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Krueng Aceh, perwakilan Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), perwakilan Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera I, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia–Aceh; dan dosen Ilmu Geologi Universitas Syiah Kuala
Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Krueng Aceh, Eko Nurwijayanto mengatakan, untuk saat ini di Aceh terdapat 954 daerah aliran sungai (DAS), 20 di antaranya sudah terjadi kerusakan.
Di Aceh, kawasan DAS, 60 persen berada dalam kawasan hutan dan 30 persen berada di kawasan penggunaan lain.
Baca juga: Debit Air Tinggi, Bantaran DAS Krueng Langsa Amblas Ancam Rumah Warga
Namun, faktanya DAS yang berada di kawasan hutan pun kini rusak karena alih fungsi lahan jadi ladang perkebunan dan aktivitas tambang illegal.
Eko mengatakan, kerusakan hutan di hulu membuat DAS semakin cepat tergredasi. Eko mengajak para pihak untuk terlibat dalam usaha perbaikan DAS.
Ia menambahkan, BPDASHL Krueng Aceh setiap tahun melakukan penanaman pohon di DAS yang kritis. Namun, laju kerusakan tidak sebanding dengan upaya pemulihan.
"Kalau tutupan hutan ada areal sungai masih baik, tentu potensi bencana juga bisa diminimalisir, begitupun sebaliknya," sebut EKo.
Kasi Pencegahan Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), Yudhie Satria mengatakan, bencana ekologi seperti banjir dan longsor adalah dampak dari kerusakan daerah hulu sungai.
BPBA hanya bisa membangun kesiapsiagaan pada warga dalam menghadapi bencana. “Sebab di Aceh sendiri saat ini bencana alam berupa banjir dan tanah longsor sudah menjadi langganan,” kata Yudhie.
Baca juga: Erosi, Rumah di DAS Krueng Baro Pidie Amblas, DPRK dan BPBD Tinjau, Sekda Sebut Sudah Didata PUPR
Dosen Teknik Geologi Universitas Syiah Kuala (USK), Ibnu Rusidy mengatakan, beberapa faktor memicu bencana ekologi.
Yaitu curah hujan tinggi, pembangunan di daerah rawan longsor, kawasan rawan gempa, dan kondisi lereng yang curam.
Untuk mencegah terjadi longsor dan banjir perlu diperkuat daya tahan tanah dengan menanam pohon.
“Potensi longsor dan banjir bisa dihindari kalau kawasan hulu, hutan lindung ditanami berakar kuat,” ujar Ibnu.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh, Muhammad Nur menerangkan, penyebab lain akan tingginya bencana alam di Aceh ialah, maraknya pertambangan ilegal di hulu sungai dan galian C secara serampangan.
Dia mencontohkan, jembatan di Bireuen ambruk karena dampak galian C di sungai tersebut.
Baca juga: Krueng Meureudu dan Beuracan di Pijay Rawan Picu Bencana, BNPB Turun ke Lapangan Lakukan Verifikasi
"Pertambangan di kawasan hutan harus ditindak. Selama ini seperti ada pembiaran. Tambang ilegal maupun legal itu berdampak pada kerusakan sungai dan airnya tercemar,” ujar Nur.
Sementara itu, Teknik Pengairan Madya Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera I Banda Aceh, Agustian menyebutkan, untuk saat ini daerah paling rawan bencana banjir bandang di Aceh itu meliputi Aceh Singkil dan Aceh Utara.
Di Aceh Utara, terdapat Sungai Jambo Aye dan di Singkil terdapat Sungai Alas. Kondisi sungai ini dalam keadaan tidak sehat sehingga berpotensi mendatangkan bencana banjir bandang.
“Itu karena perambahan hutan, ilegal logging, dan pengrusakan aliran sungai," ucap Agustian.
Agustian menambahkan, beberapa sungai telah direhab dengan dibangun tanggul. Langkah ini untuk mencegah banjir luapan ke permukiman warga.
Baca juga: Abrasi Krueng Kluet Aceh Selatan Makin Meluas, Gampong Kedai Padang Terancam Tenggelam
"Akan tetapi, jika kawasan hulu tidak dipulihkan usaha itu tidak akan memberikan dampak besar terhadap mitigasi," paparnya.(*)