Kepsek dan Guru Semakin Tertekan
Ultimatum Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Aceh, Alhudri, terkait kegiatan vaksinasi di sekolah
* Terkait Ultimatum Kadisdik Soal Vaksinasi Siswa
BANDA ACEH - Ultimatum Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Aceh, Alhudri, terkait kegiatan vaksinasi di sekolah telah membuat kepala sekolah dan guru semakin tertekan. Dalam ultimatumnya, Alhudri mempersilakan kepala sekolah mengundurkan diri, jika hingga 30 September 2021 tidak mampu menuntaskan kegiatan vaksinasi bagi siswa.
Banyak pihak yang kemudian menyorot pernyataan Alhudri, di antaranya dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Aceh, pimpinan dan anggota DPRA, hingga unsur Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Pernyataan Kadisdik Aceh itu dinilai terkesan arogan dan bernada ancaman.
"Terkait vaksinasi siswa, PGRI Aceh berharap kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab agar melakukan pendekatan yang sejuk, tidak menakut-nakuti, apalagi jika bernada ancaman, untuk dan dari siapapun, apalagi untuk kepala sekolah, guru dan nakes," pinta Ketua PGRI Aceh, Al Munzir SpdI MSi, kepada Serambi, Senin (20/9/2021).
Menurut Munzir, kepala sekolah dan guru sudah cukup tertekan selama pandemi Covid-19 ini. Sebagai contoh, terkait sistem pembelajaran daring, dimana tidak sedikit dari wali siswa yang menuntut pelaksanaan pembelajaraan secara tatap muka dengan berbagai alasan.
Ultimatum yang disampaikan Kadisdik Alhudri, sambung Munzir, telah membuat para kepsek dan guru menjadi semakin kian tertekan, karena kendala yang dihadapi para kepsek dan guru untuk menyukseskan program vaksinasi siswa juga tidak ringan.
Informasi yang dia terima dari daerah dan beberapa para kepala sekolah, beberapa kendala yang dihadapi, di antaranya masih ada orang tua yang belum bersedia bahkan menolak anaknya divaksin. Dengan alasan dampak Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) dan terkontaminasi berita hoaks, sehingga terjadi kebingungan di tengah masyarakat atas informasi-informasi tidak jelas yang berkembang.
Kendala lainnya, sebut Munzir, siswa tidak hadir ke sekolah saat vaksinasi berlangsung. Disamping itu, batas waktu yang diberikan juga sangat singkat sehingga para kepala sekolah berharap ada kelonggaran terkait batas waktu tersebut. Dan kendala terakhir, ada siswa yang tidak memenuhi kriteria setelah dilakukan skrining oleh tenaga medis.
"Sepatutnya para kepala sekolah dan guru kita berikan apresiasi dalam hal ini, meskipun hasilnya belum maksimal sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu PGRI berharap semua pihak untuk menghargai guru dan kepala sekolah yang merupakan unit terkecil di bawah dinas pendidikan dan kementerian agama," terangnya.
Meski demikian, Ketua PGRI Aceh ini mengajak para kepala sekolah dan guru, pengurus PGRI kabupaten/kota, pengurus cabang, serta pengurus ranting di tingkatan sekolah untuk tetap semangat mengedukasi masyarakat soal pentingnya vaksinasi. "Mari sama-sama kita dukung kebijakan pemerintah dengan berbagai pendekatan, tugas kita adalah berproses, persoalan hasil tentunya itu di luar kemampuan kita," ajak Munzir.
PGRI yang menaungi kepala sekolah dan tenaga kependidikan juga sangat mendukung program pemerintah terkait vaksinasi siswa, karena ini adalah kebutuhan, bukan sekedar keharusan. “Untuk itu PGRI mengapresiasi usaha pemerintah dalam program vaksinasi pegawai, nakes, dan siswa yang merupakan bentuk ikhtiar dalam mewujudkan kesehatan dan keselamatan warganya," tutup Munzir.
Ultimatum balik
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Forum LSM Aceh, Sudirman Hasan, menyampaikan, target vaksin siswa tidak bisa semata-mata dibebankan kepada kepala sekolah. Dinas Pendidikan menurutnya merupakan pihak paling bertanggung jawab memastikan target vaksin ini tercapai.
Sudirman malah mengultimatum balik Kadisdik Aceh apabila target vaksinasi itu tidak tercapai hingga 30 September mendatang. "Jika target vaksin untuk siswa tidak bisa dipenuhi, yang layak mundur adalah kepala dinas pendidikan, bukan kepala sekolah," pungkasnya.
Menurut Sudirman Hasan, pernyataan Alhudri terkesan arogan dan sangat memojokkan para kepala sekolah. Padahal selama ini, kepala sekolah tidak tahu menahu soal kebijakan belajar tatap muka. Mereka hanya patuh kepada kebijakan di tingkat provinsi.