Jurnalisme Warga
Bedakan Simpan Pinjam Koperasi dengan Bank dan Koperasi Bodong
MARAKNYA pesan singkat yang menawarkan pinjaman melalui perangkat seluler ataupun media lainnya dengan modus pinjaman online

OLEH TEBBY MAULANA SYAFRIZAL, S.E. Kepala Seksi Penilaian Kesehatan Koperasi pada Diskop UKM Aceh, melaporkan dari Banda Aceh
MARAKNYA pesan singkat yang menawarkan pinjaman melalui perangkat seluler ataupun media lainnya dengan modus pinjaman online (pinjol) atau mereka yang datang langsung menawarkan pinjaman mudah dan cepat di pusat-pusat usaha dagang masyarakat dengan mengatasnamakan koperasi, terutama koperasi simpan pinjam, kerap berujung pada kasus penipuan, penjeratan, dan pencemaran nama baik peminjamnya. Semua ini sangatlah berpengaruh terhadap kredibilitas koperasi.
Pada kenyataannya sebagian besar mereka bukanlah lembaga yang berbadan hukum koperasi, melainkan koperasi yang sering disebut sebagai koperasi bodong.
Mereka bahkan tidak berizin walaupun dalam kasus ini terkadang melibatkan juga lembaga yang memiliki badan hukum koperasi, tetapi ini merupakan koperasi yang tidak menjalankan usahanya sesuai dengan peraturan dan prinsip-prinsip koperasi ataupun koperasi nakal.
Dalam upaya meminimalisasi agar masyarakat tidak terjebak oleh kondisi seperti ini serta sebagai literasi terhadap masyarakat luas sangatlah perlu pemahaman tentang apa itu koperasi yang melaksanakan usaha simpan pinjam. Secara garis besar dapat didefinisikan bahwa usaha simpan pinjam koperasi adalah kegiatan menghimpun dana oleh koperasi dan menyalurkannya kepada para anggotanya dengan segala kesepakatan bersama.
Perbedaannya dengan lembaga keuangan perbankan atau lainnya adalah koperasi bertujuan untuk menyejahterakan anggotanya melalui akses permodalan yang didapat dari koperasi, di mana pengelolaannya dilakukan secara mandiri dan demokratis, serta para anggotanya bergabung secara sukarela. Berbeda dengan perbankan atau lembaga lainnya yang berusaha mencari nasabah sebanyak- banyaknya, koperasi saat ini memang dibolehkan untuk memberikan akses permodalan kepada nonanggota.
Namun, pada prinsip dan peraturannya status nonanggota tersebut hanyalah berlaku selama tiga bulan saja. Koperasi yang tidak taat aturan justru mengabaikan hal ini dengan mengondisikan lebih banyak melayani nonanggota dibandingkan anggotanya sendiri dan praktiknya ibarat perbankan.
Di sini jelas perbedaannya, sehingga jika masyarakat mendapatkan pesan singkat ke dalam perangkat seluler atau media lainnya dengan modus pinjaman online atau apa pun dengan mendapat penawaran pinjaman berproses mudah yang mengatasnamakan koperasi, sesungguhnya itu bukanlah koperasi. Boleh jadi itu merupakan koperasi “nakal” karena dalam sistem kerjanya mereka aktif mencari nasabah. Nah, di sinilah diharapkan kejelian masyarakat untuk meneliti keabsahan lembaga keuangan tersebut, karena sekali lagi sejatinya koperasi tidaklah mencari nasabah untuk menawarkan pinjaman, tetapi yang berhak mendapatkan akses pembiayaan hanyalah anggota koperasi itu sendiri.
Koperasi merupakan lembaga usaha dengan badan usaha yang memiliki status sebagai badan hukum setelah akta pendirianya disahkan oleh pemerintah, sesuai dengan ketentuan yang tercantum pada Pasal 9 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Koperasi mempunyai kekhususan tersendiri dalam menjalankan kegiatan usahanya. Yaitu, berdasarkan prinsip koperasi yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Begitu pula yang berlaku pada usaha simpan pinjam koperasi yang berperan sebagai lembaga keuangan nonbank yang diizinkan pemerintah untuk melakukan penghimpunan, pemanfaatan, dan penyaluran dana masyarakat yang merupakan anggota koperasi. Peran dan posisi anggota koperasi merupakan pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi tersebut.
Menurut ketentuan Pasal 31 Undang-Undang Perkoperasian, pengelolaan atas kegiatan usaha koperasi, akan menjadi tanggung jawab pengurus, yang dipertanggungjawabkannya pada rapat anggota yang merupakan kedudukan tertinggi di koperasi atau juga melalui rapat anggota luar biasa. Perbedaan lainnya dengan lembaga keuangan lain adalah melalui rapat anggotanya, koperasi dapat menentukan margin terhadap pinjaman berdasarkan kesepakatan bersama. Sebagaimana sistem keuangan moneter yang berlaku secara global yaitu pola konvensional dan syariah, demikian pula halnya dengan usaha simpan pinjam koperasi yang juga menerapkan pola yang sama.
Usaha simpan pinjam koperasi dapat dijalankan secara mandiri melalui yang disebut koperasi simpan pinjam (KSP) yang berpola konvensional atau koperasi simpan pinjam pembiyaan syariah (KSPPS) yang menggunakan pola syariah. Baik KSP maupun KSPPS merupakan jenis dari selain koperasi produksi, koperasi konsumen, maupun koperasi jasa.
Bedanya koperasi simpan pinjam, kegiatan usahanya hanya simpan pinjam, sedangkan koperasi lainnya dapat memiliki unit usaha lainnya, termasuk unit simpan pinjam (USP) atau unit simpan pinjam pembiayaan syariah (USPPS) Dalam pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam koperasi berpedoman kepada Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 02/Per/M.KUKM/ II/2017 sebagaimana Perubahan atas Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 15/ Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi dan Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor. 11/Per/M.KUKM/XII/2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi, dan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Koperasi dan UKM bahwa koperasi yang melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam harus memiliki akta pendirian, SK pengesahan sebagai badan hukum, anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, serta izin usaha simpan pinjam. Sumber modal usaha koperasi berbeda dengan bank dan lembaga keuangan lainnya yang mendapatkan modal dari bank atau lembaga itu sendiri melalui pemegang saham, juga dari tabungan masyarakat maupun dari lembaga lainnya.
Koperasi simpan pinjam justru mendapatkan modal usahanya melalui simpanan pokok dan simpanan wajib anggotanya, dana cadangan, juga melalui dana pinjaman pihak luar, serta bantuan hibah. Sedangkan unit simpan pinjam (USP) mendapatkan modal usaha dari koperasi induknya berupa penyertaan modal untuk unit usaha simpan pinjam dengan membuat laporan keuangan yang terpisah dari unit usaha lainnya .
Dalam pengawasannya bila Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan pengawasan terhadap lembaga keuangan bank atau sejenisnya, Kementerian Koperasi dan UKM RI berwenang terhadap pengawasan koperasi serta lembaga keuangan yang berbadan hukum koperasi yakni KSP/USP dan KSPPS/USPPS melalui Pejabat Fungsional Pengawas Koperasi ataupun pejabat lainnya yang ditunjuk pada dinas yang membidangi koperasi dan UKM di seluruh provinsi dan kabupaten/ kota dengan melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan rutin terhadap koperasi. Salah satu bentuk pengawasan yang dilakukan adalah melakukan penilaian kesehatan usaha simpan pinjam koperasi yang merupakan penilaian untuk mengukur tingkat kesehatan KSP/USP dan KSPPS/ USPPS. Salah satu tujuannya adalah agar terwujudnya pengelolaan yang sehat dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, pengawasan dan pemeriksaan ini dilakukan agar koperasi berjalan sesuai dengan kaidahnya.
Penerapan Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di Aceh yang akan dilaksanakan secara tegas sejak 5 Januari 2022 termasuk untuk lembaga keuangan koperasi sangatlah berpengaruh terhadap keberadaan pinjaman-pinjaman liar tersebut yang sudah tentu membebankan bunga yang tinggi di balik kemudahan pinjaman yang didapat atau dalam hukum ekonomi syariah disebut riba.
Haramnya praktik riba dalam pelaksanaan ekonomi syariah sangatlah menyulitkan pergerakan mereka. Adalah langkah yang tepat jika qanun ini sudah berjalan secara keseluruhan, langkah awal sudah terlihat saat ini dengan beralihnya bank-bank konvensional menjadi syariah.
Momentum ini haruslah kita manfaatkan untuk membersihkan Aceh dari praktik-praktik ribawi dan menjalankan roda perekonomian sesuai dengan syariah. Tak terkecuali juga melalui koperasi, tentu diperlukan kerja keras dan kesiapan serta mendorong setiap stakeholder yang berhubungan dengan koperasi untuk bersamasama mempercepat proses beralihnya koperasi, terutama usaha simpan pinjam koperasi ke pola syariah baik secara kualitas maupun kuantitas.
Harapan kita bersama kebijakan ini dapat menjadi langkah yang tepat dalam upaya memberantas keberadaan pinjaman-pinjaman liar yang mengatasnamakan koperasi, selain dari semakin luasnya pemahaman masyarakat terhadap perbedaan lembaga keuangan koperasi dengan lembaga keuangan lainnya.