Politik Uang Coreng Proses Demokrasi yang Baik
Dalam proses demokrasi, terkadang ada oknum-oknum yang melakukan pelanggaran seperti melakukan politik uang dan pelanggaran pemilu lain yang dilakukan
Penulis: Mawaddatul Husna | Editor: Muhammad Hadi
Laporan Mawaddatul Husna | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Dalam proses demokrasi, terkadang ada oknum-oknum yang melakukan pelanggaran seperti melakukan politik uang dan pelanggaran pemilu lain yang dilakukan.
Hal yang demikian ini sangat mencoreng proses berdemokrasi yang baik.
“Kita melihat pada 2017 di salah satu kabupaten di Aceh, Bireuen. Seantero Indonesia tahu dan viral pemilihan dengan uang Rp 200 ribu, dan malahan terpilih.
Politik uang susah dihindari tapi bisa dicegah,” kata Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubungan Antar Lembaga Panwaslih Aceh, Marini.
Baca juga: Tingkatkan Kualitas Pemilu & Pilkada Serentak 2024, Mendagri Minta Perbaikan Catatan Hasil Evaluasi
Hal itu disampaikan Marini saat menjadi narasumber dalam Serambi Podcast dengan tema “Membumikan Pengawasan Partisipatif dari Desa,” yang disiarkan langsung melalui Facebok Serambinews.com, Rabu (6/10/2021).
Kegiatan yang dipandu Host, Jurnalis Serambi Indonesia, Mawaddatul Husna ini juga menghadirkan narasumber lainnya, Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Barat, Abdullah Dahlan dan Dosen Antropologi Politik FISIP Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Teuku Kemal Fasya.
“Dalam penyelesaian kasus politik uang ini tidak bekerja sendiri, ada Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan. Ketika masyarakat melapor kita langsung mendalami pelaporan tersebut,” sebutnya.
Baca juga: Dapat Nilai Tertinggi Tes SKD, Reny Octavira tak Lulus Masuk Sekolah Tinggi Transportasi Darat
Ia menyampaikan struktur pemerintah terkecil itu ada di desa, wilayah provinsi maupun kabupaten tidak mempunyai tempat pemungutan suara (TPS).
Sebab TPS itu ada di desa semuanya, jadi indikasi pelanggaran dan kecurangan itu sering ditemukan di TPS.
Dikatakan, dalam proses demokrasi desa menjadi ujung tombak pelaksanaannya mengingat masyarakat akan menyalurkan hak pilihnya di TPS yang terletak di desa.
“Dengan demikian, menjadi sangat penting perangkat desa memiliki kemampuan yang mumpuni berkenaan dengan proses pelaksanaan demokrasi di Indonesia untuk dapat menyampaikan dan menjelaskan isu-isu krusial kepada masyarakat setempat,” katanya.
Baca juga: Pada Pilkada 2024, Daerah Pemilihan di Lhokseumawe Berpotensi Bertambah, Ini Sebabnya
Dosen Antropologi Politik FISIP Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Teuku Kemal Fasya menyampaikan politik uang sering kali terjadi di desa.
“Kenapa politik uang terjadi? Faktor kemiskinan menjadi penyebab orang menjadi sulit menegakkan nilai-nilai etik. Dan itu sama sekali sifat yang tidak ridha,” sebutnya.
“Memberantas politik uang ini, bagi saya harus dikampanyekan untuk meminggirkan politik uang dengan memakai sandaran agama,” lanjut Kemal.
Baca juga: Pilkada Aceh 2022, Politisi PNA Darwati A Gani : Acuan Aceh UUPA, Bukan UU Lain
Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Barat, Abdullah Dahlan mengatakan peran partisipasi publik sangat penting dalam hal ini.
Strategi yang dipakai bukan edukasi tapi membangun dengan cara politik uang.
“Ini hal yang cukup merusak demokrasi,” sebutnya. (*)
Baca juga: Harga TBS Sawit Ternyata Lebih Tinggi di Aceh Utara, Ini Luas dan Sebaran Kebun Kelapa Sawit