Pilkada Aceh 2022, Politisi PNA Darwati A Gani : Acuan Aceh UUPA, Bukan UU Lain
Darwati - Pilkada Aceh secara serentak pada Tahun 2022 tetap harus mengacu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh
Penulis: Fikar W Eda | Editor: Muhammad Hadi
Laporan Fikar W.Eda | Jakarta
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Politisi Partai Nanggroe Aceh (PNA) yang duduk di Komisi 1 DPR Aceh, Darwati A Gani menegaskan kembali, bahwa pelaksanaan Pilkada Aceh secara serentak pada Tahun 2022 tetap harus mengacu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.
Hal ini juga sesuai perintah Pasal 199 UU Pilkada Nasional terkhir diubah dengan UU No. 10 Tahun 2016, selengkapnya berbunyi: “ketentuan dalam undang-undang ini berlaku juga bagi penyelenggaraan pemilihan di Provinsi Aceh, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat, sepanjang tidak diatur lain dalam undang-undang tersendiri”.
"Pilkada Aceh telah diatur secara tersendiri dalam UU 11/2006, maka acuannya adalah UU tersebut," ujar Darwati, Jumat (10/9/2021).
Darwati kemudian mengutip isi Pasal 65 UUPA yang menyebutkan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat setiap 5 (lima) tahun sekali, melalui pemilihan yang demokratis, bebas, rahasia serta dilaksanakan secara jujur dan adil, sepanjutnya penjabaran teknisnya di derevasikan dalam Qanun.
Baca juga: Terkait Pilkada Aceh 2022, Jubir PA Nurzahri: Kami Ditipu dan Dikhianati
"Kalau kita berdebat terhadap persepsi hukum masing-masing maka semua dari kita akan memiliki pandangan yang berbeda, namun Pemerintah Pusat sebaiknya menghargai kekhususan Aceh yang telah diperoleh melalui sebuah perdamaian sebagai resolusi konflik yang berkepanjangan," uajrnya.
Darwati mengingatkan kembali DPR RI bersama Pemerintah Pusat harus memahami kekhususan Aceh agar regulasi Nasional tetap harmonis dengan regulasi yang berlaku di Aceh.
Selanjutnya, kata Darwati, bahwa dalam UU No. 10 Tahun 2016 disebutkan gubernur dan wakil gubernur dilantik oleh Presiden Republik Indonesia di ibu Kota Negara di Jakarta.
Tapi untuk Aceh soal ini diatur dalam Pasal 69 huruf (c) UU 11/2006, bahwa gubernur dan wakil gubernur dilantik oleh Menteri Dalam Negeri atasnama Presiden Republik Indonesia dihadapan Ketua Mahkamah Syar'iyah dalam Rapat Paripurna DPR Aceh.
Baca juga: Bahas Pilkada Aceh 2022, Komisioner KPU: Tidak Jelas Tanggal & Jadwal, Ikut Peraturan Secara Umum
"Lihat saja saat pelantikan Gubernur Aceh sampai terakhir pasangan Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah dan selanjutnya pelantikan Plt. Gubernur Aceh menjadi Gubernur Aceh pada tanggal 5 November 2020 juga dilantik oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia di hadapan Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh dalam Rapat Paripurna DPR Aceh," kata Darwati.
Ia minta hentikan perdebatan yang berkepanjangan serta penghilangan pasal demi pasal dari UU Nomor 11/2006 dan jangan sebagian dipakai sebagian dieleminir.
Biarkan Rakyat Aceh menikmati dan melakukan pesta demokrasi sesuai kekhususan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat karena Aceh masih dalam bingkai NKRI.
Baca juga: 2 Jam Diperiksa, Dicecar Lima Pertanyaan, Keuchik Paya Bilie Langsung Ditahan, Kasus Korupsi APBG
"Kita jangan lagi disibukan untuk membandingkan kedua UU tersebut karena terlihat adanya pengaturan norma yang berbeda.
Jika merujuk pada siklus pilkada Aceh maka tidak ada interpretasi lain, kita dapat menyimpulkan bahwa pilkada Aceh akan diselenggarakan pada tahun 2022, karena pilkada yang dimenangkan oleh Irwandi-Nova kemarin diselenggarakan pada tahun 2017.
Maka sesuai ketentuan “setiap 5 (lima) tahun” dalam UUPA secara jelas dapat dimaknai pilkada selanjutkan diagendakan pada tahun 2022 mendatang," tukasnya.