Internasional
WHO Dukung Vaksin Malaria Pertama di Dunia, Sebagai Momen Bersejarah
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengesahkan vaksin malaria pertama di dunia. WHO mengatakan harus diberikan kepada anak-anak di seluruh Afrika
SERAMBINEWS.COM, LONDON - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengesahkan vaksin malaria pertama di dunia.
WHO mengatakan harus diberikan kepada anak-anak di seluruh Afrika dengan harapan akan memacu upaya yang terhenti untuk mengekang penyebaran penyakit parasit itu.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebutnya sebagai momen bersejarah.
Dia menyampakan hal itu setelah pertemuan dua kelompok penasihat ahli badan kesehatan PBB merekomendasikan langkah tersebut.
“Rekomendasi ini menawarkan secercah harapan bagi benua tersebut, yang menanggung beban terberat penyakit ini.
Dan kami berharap lebih banyak anak Afrika terlindungi dari malaria dan tumbuh menjadi orang dewasa yang sehat,” kata Dr. Matshidiso Moeti, direktur WHO Afrika.
Baca juga: WHO-Unicef Minta Indonesia Segera Gelar Belajar Tatap Muka
WHO mengatakan keputusannya sebagian besar didasarkan pada hasil dari penelitian yang sedang berlangsung di Ghana, Kenya dan Malawi.
Dimana, melacak lebih dari 800.000 anak yang telah menerima vaksin sejak 2019.
Dilansir AP, Kamis (7/10/2021), vaksin, yang dikenal sebagai Mosquirix, dikembangkan oleh GlaxoSmithKline pada 1987.
Meskipun merupakan yang pertama disahkan, juga menghadapi tantangan.
Vaksin ini hanya sekitar 30% efektif, memerlukan hingga empat dosis, dan perlindungannya memudar setelah beberapa bulan .
Namun, para ilmuwan mengatakan vaksin itu bisa berdampak besar terhadap malaria di Afrika.
Rumah bagi sebagian besar dari 200 juta kasus di dunia dan 400.000 kematian per tahun.
“Ini adalah langkah maju dan besar,” kata Julian Rayner, Direktur Cambridge Institute for Medical Research, bukan bagian dari WHO.
“Ini adalah vaksin yang tidak sempurna, tetapi masih akan menghentikan ratusan ribu anak dari kematian," jelasnya.
Rayner mengatakan dampak vaksin pada penyebaran penyakit yang ditularkan nyamuk masih belum jelas.
Tetapi menunjuk pada vaksin yang dikembangkan untuk virus Corona sebagai contoh yang menggembirakan.
“Dua tahun terakhir telah memberi kita pemahaman tentang betapa pentingnya vaksin dalam menyelamatkan nyawa dan mengurangi rawat inap," jelasnya.
"Bahkan jika itu tidak secara langsung mengurangi penularan,” katanya.
Baca juga: Capai Target Vaksin yang Ditetapkan WHO, Indonesia Masuk 10 Besar Negara dengan Suntikan Terbanyak
Dr Alejandro Cravioto, kepala kelompok vaksin WHO yang membuat rekomendasi, mengatakan merancang suntikan malaria sangat sulit.
Dia beralasan, sebuah penyakit parasit yang disebarkan oleh nyamuk.
"Kita dihadapkan dengan organisme yang luar biasa kompleks," katanya.
“Kami belum mencapai vaksin yang sangat manjur, tetapi kami miliki vaksin yang dapat digunakan dan itu aman," tambahnya.
WHO mengatakan efek samping jarang terjadi, tetapi terkadang termasuk demam yang dapat menyebabkan kejang sementara.
Sian Clarke, co-director Malaria Center di London School of Hygiene and Tropical Medicine, mengatakan vaksin itu akan menjadi tambahan yang berguna.
Ditambahkan, sebagai alat lain melawan penyakit yang mungkin telah kehabisan kegunaannya setelah digunakan beberapa dekade, seperti kelambu dan insektisida. .
“Di beberapa negara yang sangat panas, anak-anak hanya tidur di luar, sehingga mereka tidak dapat dilindungi oleh kelambu,” kata Clarke.
“Jadi jelas jika mereka sudah divaksinasi, mereka akan tetap terlindungi," ujarnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, sedikit kemajuan yang signifikan telah dibuat melawan malaria, kata Clarke.
“Jika kita ingin mengurangi beban penyakit sekarang, kita membutuhkan sesuatu yang lain,” jelasnya.
Azra Ghani, ketua penyakit menular di Imperial College London, memperkirakan vaksin malaria kepada anak-anak di Afrika dapat menghasilkan pengurangan 30% kasus.
“Untuk orang yang tidak tinggal di negara malaria, pengurangan 30% mungkin tidak terdengar banyak," jelasnya.
Namun, katanya, bagi orang-orang yang tinggal di daerah itu, malaria adalah salah satu perhatian utama mereka.
“Pengurangan 30% akan menyelamatkan banyak nyawa dan mencegah seorang ibu membawa anak-anak ke pusat kesehatan dan membanjiri sistem kesehatan,” tambahnya.
Panduan WHO diharapkan akan menjadi langkah pertama untuk membuat vaksin malaria yang lebih baik, katanya.
Upaya memproduksi vaksin malaria generasi kedua mungkin didorong oleh teknologi messenger RNA.
Baca juga: Mengerikan, 21 Petugas WHO Terlibat Aksi Pelecehan Seksual Saat Tangani Wabah Ebola di Kongo
Telah digunakan untuk membuat dua vaksin Covid-19 yang paling sukses, yaitu Pfizer-BioNTech dan Moderna, tambahnya.
“Kami telah melihat tingkat antibodi yang jauh lebih tinggi dari vaksin mRNA, dan mereka juga dapat diadaptasi dengan sangat cepat,” kata Ghani.
Dia mencatat BioNTech baru-baru ini mengatakan akan mulai meneliti kemungkinan suntikan malaria.
“Tidak mungkin untuk mengatakan bagaimana hal itu dapat mempengaruhi vaksin malaria, tetapi kami jelas membutuhkan opsi baru untuk melawannya," harapnya.(*)