Opini
Saat ‘Manok Uteun’ Jadi Kepala Oditur Militer Tinggi
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menaikkan pangkat 60 perwira tinggi (pati). Para perwira tinggi yang naik pangkat itu berasal dari TNI AD, AL, ma
Oleh. J. KAMAL FARZA,
Advokat asal Aceh, bermukim di Jakarta, melaporkan dari Jakarta
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menaikkan pangkat 60 perwira tinggi (pati). Para perwira tinggi yang naik pangkat itu berasal dari TNI AD, AL, maupun AU. Kenaikan pangkat ini berdasarkan Surat Perintah Panglima TNI Nomor Sprin/2243/X/2021 tanggal 12 Oktober 2021.
Di antara 60 perwira tersebut, ada satu “manok uteun” asal Aceh, yakni Brigjen TNI Azhar SH, MKn yang mendapat promosi dari kolonel menjadi bintang satu, menduduki jabatan sebagai Kepala Oditur Militer Tinggi (Kaotmilti) III Surabaya.
Manok uteun (ayam utan) adalah tamsilan dalam bahasa Aceh terhadap seseorang yang berjuang sendiri di tengah hutan. Ketika lahir, manok uteun ditinggalkan induknya, dilepas sendiri, mengais makanan sendiri, berhadapan dengan musuhnya, musang dan ceurapee (cerpelai)–makhluk menakutkan dan menjadi momok bagi ayam. Manok uteun, hanya punya satu cara untuk bertahan hidup, yakni beradaptasi dengan linkungannya dan terus berusaha sampai berhasil.
Azhar, seperti lazimnya orang Aceh yang merantau, berjuang sendiri, tanpa beking dan dukungan komunitasnya. Keluarganya juga tak ada yang berpangkat tinggi atau pejabat tinggi. Ia hanya memiliki modal: bekerja dan belajar sungguh-sungguh, menjalin komunikasi dan hubungan baik dengan atasan dan rekan kerja, serta menjaga kepercayaan yang diberikan. Kini dia menjadi ‘militery attorney’, seorang jaksa militer.
Azhar adalah putra Aceh pertama yang mendapatkan posisi itu sepanjang sejarah TNI. Brigjen Azhar banyak mendapatkan ucapan selamat dari teman-temannya dan dosen di alamaternya Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuasa (FH USK) dan Program S2 Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI). ”Selamat Brigjen Azhar, semoga sukses dan mendapat rida Ilahi,” ucap Mawardi Ismail MH, mantan dosennya di FH USK.
Bagi Azhar, menjadi tentara bukanlah cita-citanya. “Bukan cita-cita saya menjadi tentara. Cita-cita saya berubah-ubah,” ujarnya sambil tersenyum. “Semasa kecil saya bercita-cita menjadi camat, karena Pak Camat Bireuen sering datang ke rumah kami pakai mobil VW. Saya suka mobil dinas camat pada waktu itu,” ujarnya sambil menerawang ke masa lalu.
Pada saat duduk di bangku SMA, Azhar ingin jadi duta besar karena punya obsesi keliling dunia. Namun, cita-cita itu harus “kandas” karena gagal saat Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) untuk Jurusan Hubungan Internasional Universitas Indonesia, tetapi diterima di pilihan kedua, FH USK.
Selama kuliah di FH USK sejak 1986, Azhar berlangganan Majalah Forum Keadilan. Sebuah media sangat berpengaruh waktu itu karena kritis memberikan informasi hukum dan keadilan. “Saya terinsipirasi oleh tulisan tentang kesuksesan lawyer-lawyer top Ibu Kota. Ada beberapa nama yang menjadi idola saya pada waktu itu, seperti Adnan Buyung Nasution dan Todung Mulya Lubis. Di mata saya mereka adalah pendekar-pendekar hukum yang membela para pencari keadilan. Saya ingin mengikuti jejak mereka,” ujar Brigjen Azhar penuh semangat.
Untuk mengejar “mimpi” jadi lawyer di Ibu Kota, Azhar berangkat ke Jakarta satu hari setelah diwisuda. Sesampainya di Jakarta dia kenal dengan Teuku Nasrullah SH, Dosen FH UI yang saat itu sudah menjadi advokat. Atas rekomendasi dari Teuku Nasrullah dan berdasarkan hasil tes, Azhar diterima bergabung di Law Firm “Hetty Novian Harahap & Partners”, salah satu law firm yang banyak menangani perkara korporasi dan pertanahan. “Saya kebetulan memahami bidang hukum (agraria) tersebut,” ujar Azhar penuh percaya diri.
Beberapa bulan menjadi lawyer, Azhar muda tertarik mengikuti seleksi penerimaan Sekolah Perwira Wajib Militer (sekarang perwira karier) melalui Panitia Daerah Kodam Jaya. Ketertarikan menjadi tentara pada waktu itu karena hampir semua bidang “dikuasai oleh tentara” dan sepertinya kelihatan gagah sebagai garda terdepan dan benteng terakhir penjaga NKRI.
“Saya melamar, ikut tes, dan alhamdulillah diterima. Peruntungan saya sedang bagus waktu itu. Padahal, yang melamar sangat banyak, seluruh Indonesia yang diterima untuk tiga matra AD, AL, AU hanya 152 orang dari berbagai disiplin ilmu.“ ucap Azhar bangga.
“Saya yakin diterima sebagai perwira TNI, karena doa ibu saya yang berharap anaknya menjadi orang yang berguna bagi bangsa dan negara,” ujar Brigjen Azhar terharu sambil mengusap air mata mengenang ibunya yang telah meninggal beberapa tahun lalu.
Setelah dilantik menjadi perwira, selama sepuluh tahun Azhar ditugaskan menjadi pelatih dan guru militer di Pusat Pendidikan Hukum TNI AD. Tahun 2003, setelah selesai Pendidikan Lanjutan Perwira, alumnus Notariat FH UI ini ditugaskan di Kodam VI/Tanjungpura Kalimantan Timur. Pada tahun 2006 Azhar mendapat tugas baru di satuan Hukum Kodam Iskandar Muda dan anggota Tim Analis Intelijen. Hanya tiga tahun berdinas di Kodam Iskandar Muda, ayahanda dari Azli Akbar Albanna (Mahasiswa Notariat USU) ini ditugaskan di satuan Hukum Kodam I Bukit Barisan. “Hanya enam bulan berdinas di Medan, karena waktu itu saya dapat promosi jabatan Letkol di Direktorat Hukum TNI AD Jakarta,” ujar alumnus Sepamilwa tahun 1993 ini.