Kupi Beungoh

IMAN; Tak Dapat Di Warisi Dari Seorang Ayah Yang Bertaqwa

Tidak ada jaminan "IMAN ITU TIDAK DAPAT DI WARISI DARI AYAH YANG BERTAQWA "

Editor: Amirullah
ist
Ainal Mardhiah, S.Ag. M.Ag adalah Dosen Tetap Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan UIN Ar Raniry Banda Aceh. 

Betapa dekatnya seorang anak dengan ibunya.  Sampai sampai seorang ayah tidak bisa  berbuat apa-apa dengan anaknya. Ingin menyelamatkanpun tidak bisa.

Sangat besar  pengaruh seorang ibu terhadap terhadap tumbuh kembang seorang anak. Sangat besar pengaruh ibu dalam pendidikan anak terutama terhadap pendidikan agama  karena ibu orang pertama yang di jumpai anak, yang dipercaya anak. Dalam kisah ini seorang ibu yang tidak bertaqwa,  mempengaruhi anakpun menjadi tidak bertaqwa.

Oleh karena itu salah satu ikhtiar agar memiliki keturunan keturunan yang shaleh shalehah adalah  dengan memilih pasangan atau istri yang shalehah, istri yang bertaqwa kepada Allah SWT.

Lalu bagaimana,  bila istri yang dimiliki tidak Shalehah tidak bertaqwa. Apa di ceraikan? TENTU TIDAK.  Ini tugas suami untuk membimbing,  mendidik,  memberikan waktu terbaiknya dalam mendidik istri,  agar istrinya dapat mendidik dan menjaga anak anaknya.

Karena hak seorang anak dari ayahnya adalah MEMEMILIH BAGINYA  SEORANG IBU YANG SHALEHAH. Karena ibu nantinya menjadi sekolah pertama bagi anak anaknya. Sedangkan hak seorang anak dari ibunya adalah MEMILIHNYA SEORANG AYAH YANG SHALEH agar mendapat makanan yang halal lagi baik baginya.

Baca juga: Islam Mengajarkan Cognitive Flexibility; Agar Dapat Menghadapi Perubahan Zaman dan Keadaan

2. Memberikan Lingkungan Yang Dapat Menjaga Fitrahmya.

Rasulullah SAW mengatakan bahwa setiap anak itu lahir dalam keadaan fitrah,  orang tuanya yang menjadikan anak itu Majusi, Nasrani ataupun Yahudi.

Fitrah itu artinya ber-Tuhan, bersih dan suci.

Maksudnya, seorang anak itu Fitrahnya  meyakini Allah sebagai Tuhannya, meski seorang anak itu lahir dari seorang yang bukan muslim. Fitrah bahwa seorang anak itu suci dan bersih. Sebagaimana di sebutkan dalam sebuah ayat berikut ini;

"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini" (QS. Al 'Araf: 172).

Ini bermakna bahwa seseorang itu membawa fitrah berTuhan, semua anak itu yakin Allah sebagai Tuhannya, setiap anak itu punya fitrah  kebaikan, namun dalam perkembangannya, keberhasilan anak, keshalehan anak itu, dipengaruhi oleh lingkungan.

Apakah lingkungan anak itu mendukung,  membimbing,  mengembangkan fitrah ber Tuhan  yang dimiliki anak sehingga keshalehan dam fitrah anak itu tetap terjaga. Sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini.

Dari Abi Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : “Setiap anak dilahirkan dalam kondisi fitrah kecuali orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”

(HR. Bukhari Muslim)

Demikian dapat kita lihat bahwa heriditas  (keturunan) dan lingkungan memengaruhi keshalehan seorang anak. Anak Nabi Nuh membawa fitrah keshalehan,  fitrah ber  Tuhan kepada Allah SWT, fitrah untuk taat namun karena pengaruh lingkungan yaitu ibunya yang tidak ta'at, tidak mendukung, tidak mendidik dan membimbing anaknya untuk ta'at kepada Allah dan ayahnya, sehingga nilai fitrah ber Tuhan nilai fitrah kebaikan yang Allah berikan tidak mendapat dukungan dan sarana untuk pengembangannya, ini berakibat   anak Nabi Nuh tidak tumbuh menjadi pribadi yang Shaleh,  pribadi yang bertaqwa,  pribadi yang beriman,  malah sebaliknya menjadi pribadi yang ingkar kepada Allah dan ayahnya, karena pengaruh ibunya.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved