Internasional
Pengembalian Perdana Menteri Sudan ke Pemerintahan, Cegah Perang Saudara Seperti di Suriah
Kesepakatan yang dibuat untuk mengembalikan Perdana Menteri Abdalla Hamdok telah menyelamatkan negara dari perpecahan.
Kesepakatan yang ditandatangani Hamdok dengan militer membayangkan Kabinet teknokrat independen sampai pemilihan baru diadakan.
Pemerintah akan tetap berada di bawah pengawasan militer, meskipun Hamdok mengklaim memiliki kekuasaan untuk mengangkat menteri.
Kesepakatan itu juga menetapkan semua tahanan politik yang ditangkap setelah kudeta 25 Oktober dibebaskan.
Sejauh ini, beberapa menteri dan politisi telah dibebaskan.
Jumlah mereka yang masih ditahan masih belum diketahui.
“Kami memiliki situasi sekarang di mana telah memiliki langkah penting menuju pemulihan tatanan konstitusional,” kata Perthes.
Sejak pengambilalihan itu, pengunjuk rasa berulang kali turun ke jalan dalam beberapa demonstrasi terbesar.
Pasukan keamanan Sudan menindak unjuk rasa dan telah menewaskan lebih dari 40 orang, menurut kelompok aktivis.
Langkah-langkah lebih lanjut perlu diambil untuk membuktikan kelayakan kesepakatan itu, kata Perthes.
Baca juga: Aktivis Sudan Serukan Warga Kembali Demonstransi, Turunkan Junta Militer
Seperti pembebasan semua tahanan, penghentian penggunaan kekerasan terhadap pengunjuk rasa dan kebebasan penuh Hamdok untuk memilih kabinetnya.
Pada Kamis (25/11/2021) ribuan orang berunjuk rasa di Khartoum dan beberapa provinsi.
Mereka menuntut pemerintah yang sepenuhnya sipil dan memprotes kesepakatan itu.
Aktivis telah mengedarkan video di media sosial yang menunjukkan tabung gas air mata ditembakkan ke arah pengunjuk rasa.
Namun, polisi Sudan mengatakan pengunjuk rasa telah melemparkan bom molotov dan batu ke dua kantor polisi di ibu kota Khartoum, dan kota kembarnya Omdurman.
Insiden itu melukai 30 anggota polisi.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis Kamis (25/11/2021) malam, pihak berwenang mengatakan menangkap 15 orang.(*)