Kemenkumham Tolak PNA versi Tiyong

Setelah lebih satu tahun, akhirnya Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Aceh mengeluarkan

Editor: bakri
For Serambinews.com
Meurah Budiman 

BANDA ACEH - Polemik dualisme kepengurusan Partai Nanggroe Aceh (PNA) memasuki babak baru.

Setelah lebih satu tahun, akhirnya Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Aceh mengeluarkan keputusan

Terhadap permohonan perubahan Anggaran Dasar (AD), Anggaran Rumah Tangga (ART), dan kepengurusan PNA

Diajukan oleh ketua umum hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Samsul Bahri ben Amiren alias Tiyong.

Hasilnya, Kanwil Kemenkumham Aceh menolak permohonan itu karena tak memenuhi syarat.

Penolakan tersebut tertuang dalam surat Nomor W.1.AH.11. 03-877 tanggal 6 Desember 2021 yang ditandatangani Kakanwil Kemenkumham Aceh, Drs Meurah Budiman SH MH.

"Berdasarkan hasil penelitian dan verifikasi dokumen faktual yang disampaikan oleh DPP PNA versi KLB, dengan ini disampaikan bahwa permohonan pengesahan perubahan AD, ART, dan kepengurusan PNA tidak dapat disahkan," demikian bunyi surat Kemenkumham Aceh yang kopiannya ikut diterima Serambi, pada Selasa (7/12/2021) malam.

"Karena tidak memenuhi ketentuan AD dan ART PNA sebagaimana Surat Keputusan Kepala Kanwil Kemenkumham Aceh Nomor W1-305.AH.11.

01 Tahun 2017 tentang Pengesahan Perubahan AD dan ART, nama, lambang, dan kepengurusan Partai Nasional Aceh menjadi Partai Nanggroe Aceh," demikian isi poin lain dalam surat yang ditujukan kepada Samsul Bahri (Tiyong) dan Miswar Fuady, tersebut.

Dalam suratnya, Kakanwil Kemenkumham Aceh menyebutkan bahwa permohonan DPP PNA versi KLB Nomor 455/DPP-PNA/IX/2019 tanggal 23 September 2019 perihal mohon pengesahan perubahan AD, ART, kepengurusan PNA sudah diverifikasi oleh tim penelitian dan verifikasi dokumen Kanwil Kemenkumham Aceh pada 20 April 2021.

Tim ini sendiri dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kanwil Kemenkumham Aceh Nomor W-1-174-KP.07.01 Tanggal 4 April 2021 tentang Pembentukan Tim Penelitian dan Verifikasi Berkas Dokumen Permohonan Perubahan Kepengurusan dan AD/ART PNA hasil KLB.

Berdasarkan hasil penelitian dan verifikasi yang dilakukan tim tersebut, Kanwil Kemenkumham Aceh menemukan enam poin terkait KLB PNA yang dilaksanakan pada 14 September 2019 lalu di Aula Gedung Ampon Chik Peusangan, Universitas Almuslim (Umuslim) Peusangan, Bireuen, tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Keenam poin dimaksud adalah: Pertama, KLB PNA di Bireuen tanggal 14 September 2019 dinyatakan tidak memenuhi ketentuan Pasal 57 ayat (3) AD PNA tentang peserta KLB.

Kedua, Dari 23 Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PNA, yang hadir dalam KLB hanya 21 DPW.

Namun, dari 21 DPW tersebut hanya lima DPW yang hadir lengkap.

Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ART.

Ketiga, Tanda tangan DPW pada daftar hadir KLB PNA tanggal 14 September 2019 tidak identik dengan tanda tangan asli pengurus DPW.

Keempat, Terdapat perbedaan nama pengurus DPW pada daftar hadir dengan surat keputusan Dewan Pimpinan Pusat PNA tentang pengesahan pengurus DPW PNA Kabupaten periode 2017-2022.

Kelima, Majelis tinggi partai yang hadir pada KLB PNA hanya 2 orang dari 5 orang majelis tinggi partai.

Terakhir atau keenam, Peserta KLB PNA yang hadir tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ART PNA.

Di antaranya, hadir dihadiri oleh Irwansyah sebagai Ketua Dewan Pimpinan Pusat, tanpa sekretaris dan anggota.

Kemudian, dari Komisi Pengawas Partai hanya dihadiri oleh Abrar Muda selaku sekretaris komisi tanpa dihadiri ketua dan anggota komisi.

Berikutnya, tidak dihadiri oleh ketua, sekretaris, dan anggota Mahkamah Partai.

Kemudian, tidak dihadiri oleh Bendahara Umum PNA atas nama Lukman Age, akan tetapi dihadiri oleh Nurdin R sebagai Bendahara Umum PNA yang tidak seusai dengan Surat Keputusan Kepala Kanwil Kemenkumham Aceh Nomor W1-675-AH.11.01 tahun 2017.

Sekadar mengulang, pelaksanaan KLB partai itu terjadi setelah Ketua Umum PNA hasil Kongres 2017, drh Irwandi Yusuf MSc, mengganti dan mengangkat ketua harian dari Samsul Bahri alias Tiyong ke Darwati A Gani secara tiba-tiba pada 5 Agustus 2019.

Irwandi juga mengangkat Muharram Idris sebagai Sekretaris jenderal (Sekjen) partai menggantikan Miswar Fuady.

Pergantian itu dilakukan Irwandi dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas 1 Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Menurut Tiyong dan Miswar Fuady kala itu, pergantian dan pengangkatan tersebut dinilai melanggar AD/ART partai karena dilakukan tidak melalui rapat pleno.

Atas alasan tersebut, kader partai berwarna orange itu membuat perlawanan dengan mengusulkan KLB dalam rangka mengganti Irwandi Yusuf dari posisi ketua umum.

Yang tak kalah menarik, pada saat mereka sedang menunggu kepastian keluarnya SK dari Kemenkumham Aceh, Miswar Fuady melakukan manuver.

Ia kembali ke PNA hasil Kongres 2017 dengan Ketua Umum Irwandi Yusuf dan meninggalkan Tiyong yang sudah mengangkatnya sebagai Sekjen hasil KLB.

Miswar Fuady mengaku, bersedia kembali dalam kepengurusan PNA hasil Kongres 2017 semata-mata untuk menyelamatkan partai ke depan.

Sebab, sejak terjadinya dualisme kepemimpinan, roda organisasi partai tersebut menjadi macet total dan vakum.

SK pengangkatan Miswar Fuady sebagai Sekjen PNA kubu Irwandi ditandatangani pada Senin, 23 November 2020, di LP Kelas 1 Sukamiskin.

“Menetapkan dan menguatkan kembali jabatan Miswar Fuady sebagai Sekretaris Jenderal PNA.

Dekrit ini mulai berlaku Hari Senin tanggal 23 November 2020.

Hal ini dilakukan semata-mata untuk penyelamatan Partai Nanggroe Aceh, 20.000 kader PNA, dan 6,88 persen suara PNA untuk DPR Aceh,” tulis Irwandi.

Samsul Bahri: Saya Pelajari Dulu

Ketua Umum (Ketum) Partai Nanggroe Aceh (PNA) hasil Kongres Luar Biasa (KLB), Samsul Bahri ben Amiren alias Tiyong mengaku sudah menerima Surat Keputusan Kanwil Kemenkumham Aceh terkait permohonan pihaknya.

Tiyong yang mengaku sedang berada di Jakarta mengatakan, pihaknya akan duduk dan mempelajari dulu isi putusan Kanwil Kemenkumham Aceh sebelum mengambil langkah lanjutan.

"Sikap kita pelajari dulu," katanya melalui telepon selulernya, Rabu (8/12/2021).

"Cuma ada satu pertanyaan dari kita, kalau itu alasan mereka (Kemenkumham-red) kenapa tidak sejak awal dikeluarkan, kenapa setelah dua tahun lebih baru keluar alasan Kemenkumham," ungkap Tiyong dengan nada bertanya.

Baca juga: BREAKING NEWS - Kemenkumam Aceh Tolak PNA Versi Tiyong Cs

Baca juga: Dalam Pendapat Akhir Fraksi, Fraksi PNA Minta Bupati Aceh Selatan Evaluasi Kembali SKPK

Tiyong yang juga anggota DPRA ini menilai, ada yang aneh dari sikap Kemenkumham Aceh.

Terlebih, menurutnya, putusan itu baru keluar setelah dua tahun lebih sejak selesainya KLB di Bireuen pada 23 September 2019.

"Itu ada keanehan," ujarnya.

Ditanya apakah akan ada upaya hukum lain yang ditempuh pihaknya, Tiyong mengatakan, "Saya duduk dulu, pelajari dulu, baru kita ambil sikap," tutup Tiyong.

Kedua Kubu Diharap Bersatu Kembali

Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kakanwil Kemenkumham) Aceh, Drs Meurah Budiman SH MH, mengakui sudah mengeluarkan surat keputusan atas permohonan perubahan Anggaran Dasar (AD), Anggaran Rumah Tangga (ART), dan kepengurusan Partai Nanggroe Aceh (PNA) hasil Kongres Luar Biasa (KLB).

"Dengan keluarnya keputusan Kakanwil Kemenkumham Aceh ini, kita harapkan pengurus PNA dapat melakukan konsolidasi secara internal dan bersatu kembali untuk membangun partai," kata Meurah Budiman, menjawab Serambi, Rabu (8/12/2021).

Baca juga: Kakanwil Kemenkumham Ingin Pengurus PNA Kembali Bersatu, Meurah Budiman: Masih Bisa Upaya Hukum Lain

Baca juga: Disebut Inkonstitusional, Ini 6 Poin Dasar Kemenkumham Aceh Tolak PNA Hasil KLB Versi Tiyong Cs

Baca juga: Kanwil Kemenkumham Aceh Tolak Permohonan Perubahan AD/ART & Kepengurusan PNA yang Diajukan Tiyong Cs

Menurutnya, PNA yang sah adalah PNA yang sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Kanwil Kemenkumham Aceh Nomor W1-675-AH.11.01 Tahun 2017 tentang Pengesahan Perubahan AD dan ART, nama, lambang dan kepengurusan PNA.

Namun, bila pengurus PNA hasil KLB ingin melakukan upaya hukum lainnya, Meurah Budiman mengatakan, masih ada celah untuk hal tersebut.

"Upaya hukum bisa dilakukan, kalau perlu pembuktian di Pengadilan TUN (Tata Usaha Negara-red)," pungkasnya. (mas/dik)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved