Salam
Mengambil Iktibar dari Erupsi Semeru
Harian Serambi Indonesia edisi Ahad kemarin mewartakan bahwa korban erupsi Gunung Semeru terus bertambah
Harian Serambi Indonesia edisi Ahad kemarin mewartakan bahwa korban erupsi Gunung Semeru terus bertambah.
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BPNP), hingga Sabtu (11/12/2021) pukul 18.00 WIB tercatat 46 orang meninggal dunia akibat erupsi Gunung Semeru dan sembilan orang masih hilang.
Selain itu, 18 orang luka berat dan 11 orang luka ringan. Total jumlah warga yang mengungsi karena terdampak erupsi gunung ini pun sudah mencapai 9.118 orang. Itu sepertinya belum merupakan angka final.
“Proses pendataan para penyintas masih terus dimutakhirkan setiap hari,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari.
Sementara itu, Ahmad Samiludin (48), warga Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Lumajang, Jawa Timur, mengaku kepada awak media bahwa penduduk setempat tidak menerima peringatan (warning) apa pun sebelum kejadian.
Jadi, warga bukan saja sangat kaget, tapi juga bahkan hanya bisa diam dan pasrah ketika Sabtu (4/12/2021) Gunung Semeru meletus dan penduduk Desa Sumberwuluh paling merasakan dampaknya. Terutama karena desa itu langsung diterjang oleh abu dan awan panas yang bergerak sangat cepat.
Dalam waktu dua jam, awan panas itu sudah menerjang sejumlah permukiman warga, bahkan sampai ke Kecamatan Pronojiwo. Korban pun berjatuhan.
Secara awam kita pahami biasanya status gunung api selalu diumumkan, terutama kepada warga sekitar gunung api oleh pemerintah daerah melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Tentu BPBD berkoordinasi dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) yang berwenang menetapkan status gunung api aktif.
Nah, dengan adanya letusan Gunung Semeru yang terkesan tiba-tiba itu, sangatlah penting bagi penduduk wilayah di Indonesia lainnya, tak terkecuali Aceh, untuk mewaspadai aktivitas gunung api yang ada di daerah masing-masing.
Dalam konteks Aceh, kewaspadaan ini sangat relevan dipupuk, mengingat Aceh punya lima gunung api, yakni Jaboi di Sabang, Lesten di Gayo Lues, Seulawah Agam di Aceh Besar, Peuet Sagoe di Pidie, dan Burni Telong di Bener Meriah dengan sejarah letusan tercatat sejak zaman penjajahan Belanda. Tiga gunung api yang disebut terakhir termasuk gunung api kelas A.
Semeru yang meletus tiba-tiba itu tergolong kelas A. Gunung api tipe A ini peluang meletus kembali sangatlah mungkin. Oleh karena itu, gunung api tipe ini harus menjadi perhatian khusus dan di lokasi gunung api tersebut harus pula dibuat pos pengamatan gunung api yang memungkinkan petugasnya setiap hari memonitor aktivitas gunung api dimaksud.
Perlu senantiasa kita camkan bahwa sistem peringatan dini yang tak sampai ke masyarakat dan tata ruang permukiman yang berada di wilayah rawan bencana, telah diklaim pakar vulkanologi sebagai dua faktor yang menyebabkan jatuhnya banyak korban jiwa dalam erupsi Semeru.
Saatnya bagi Aceh mengambil iktibar dari tragedi tersebut. Jangan sampai peristiwa serupa terulang di Aceh yang nyata-nyata memiliki tiga gunung api tipe A, setipe dengan Semeru.
Layak sekali pula kita cermati data yang dihimpun Geologist Aceh, Ir Faizal Adriansyah MSi, berikut ini. Bahwa Seulawah Agam pernah meletus tahun 1839, 1927, 1975, dan 2012 pernah pula meningkat aktivitasnya.