Lelang
Kadin Aceh Setuju Lelang Dikembalikan ke ULP SKPA, Gapensi Minta Fair Play dan Profesional
Realisasi anggaran publik jadi sangat rendah dibawah 80 persen, sementara realisasi belanja pegawai dan operasional mencapai 95-99 persen.
Penulis: Herianto | Editor: Ansari Hasyim
“Kenapa belum direspon, kita juga tidak tahu. Apakah Pemerintah Aceh, senang dan bahagia dengan kondisi banyak Silpa yang setiap tahunnya mencapai angka Rp 3,4 – Rp 3,9 trilliun,” ujar Jailani Yacob dan Muhammad Iqbal.
Dalam pertemuan Pengurus Kadin, Gapensi Aceh serta Asosiasi dunia usaha lokal lainnya dengan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) dan Dewan Pertimbangan Pertahanan Nasional (Wantimnas) yang meminta saran dan usul soal pemanfataan dana otsus Aceh, beberapa bulan lalu, kata Direktur Eksekutif Kadin Aceh, Jailani Yacob, pihaknya sudah menyarankan kepda Wantimpres dan Wantinanas, bila ada aturan yang mengizinkan pelelangan proyek di daerah dipusatkan satu tempat, dihapuskan saja dan dikembalikan ke masing-masing SKPA.
Sistem pelelangan satu tempat, kata Jailani Yacob dan Muhammad Iqbal, sudah tidak efektif dan efisien lagi di Aceh, membuat banyak kontraktor lokal kehilangan pekerjaan dan bangkrut. Setiap tahun mereka ditagih pajak oleh petugas Kantor Pajak, tapi pekerjaan yang mereka peroleh, tidak ada.
Saat ini, sudah ratusan kontraktor lokal yang bangkrut, akibat tidak mendapat pekerjaan. Sementara sisa anggaran belanja pembangunan yang bersumber dari dana otsus yang belum terpakai Rp 3,4 – Rp 3,9 trilliun/tahun. Kondisi ini sangat bertolak belakangan dengan tujuan pemberian dana otsus untuk percepatan dan pemeratan pembangunan serta kesejahteraan untuk rakyat Aceh pasca konflik dan perdamaian.
Dana otsus yang disalurkan pemerintah pusat untuk rakyat Aceh senilai Rp 7 – 8 trilliun per tahun, kata Jailani Yacob dan Muhammad Iqbal, belum mampu menurunkan angka kismiskinan Aceh yang tertinggi di pulau Sumatera mencapai di atas 15 persen, karena banyak paket proyek yang tidak bisa direalisasikan di lapangan, sehingga membuat kontraktor lokal bangkrut dan uang beredar di masyarakat menjadi kecil.
• Dibayar Rp 50.000, Siswi SMP Ini Bersedia Layani 4 Teman Sekolahnya, Videonya Viral di Whatsapp
“Apakah kondisi ini tidak disadari oleh Pemerintah Aceh, terutama Gubernur dan Sekda Aceh. DPRA, tidak lagi bisa kita salahkan, karena mereka sudah mengesahkan dan mengqanunkan APBA, tepat waktu setiap tahunnya,”ujar Jailani Yacob.
Ketua Gapensi Aceh, T Firmansyah yang dimintai tanggapannya mengatakan, ULP itu dibentuk berdasarkan PP Nomor 16 tahun 2018. Namun begitu, Gapensi sangat mendukung pelaksanaan pelelangan yang adil dan fair, serta tidak dipengeruhi dan diintervensi oleh pihak manapun sehingga memberiakan ruang dan kesempatan para kontraktor bisa mendapat pekerjaan dengan bersaing secara professional dan fair. Kinerja ULP, perlu ditingkatkan, agar diakhir tahun tidak banyak lagi proyek yang tidak bisa dilelang.
Ekonom Universitas Syiah Kuala (USK), Rustam Effendi mengatakan, keluhan yang disampaikan para Pengurus Kadin, Gapensi dan Asosiasi dunia usaha lokal di Aceh, perlu direspon Gubernur dan Sekda Aceh. Gubernur tidak bisa mengukur kinerja SKPA, jika lelang paket proyek APBA diserahkan pada satu tempat (ULP/PBJ).
Alasannya, karena yang memilih dan menetapkan pemenang proyeknya bukan SKPA, melainkan ULP/PBJ. SKPA bekerja, sesuai dengan paket proyek yang sudah ditetapkan, bahkan ada beberapa paket proyek yang sudah ditetapkan pemenangnya oleh ULP/PBJ, tidak bisa dieksekusi di lapangan sama SKPA.
“Alasannya, karena dipilih yang menawar terlalu rendah, sehingga bila dieksekusi, pekerjaannya berisiko tinmggi, tidak akan selesai pada akhir tahun,”ujar Rustam Effendi.(*)