Kilas Balik Tsunami Aceh 2004
Kisah Wanita Melahirkan Saat Tsunami, Hingga Anak Diberi Nama Tsunami
Bencana tsunami menyimpan berbagai kisah, salah satunya kisah seorang istri yang melahirkan anak ketika tsunami menerjang.
Penulis: Firdha Ustin | Editor: Amirullah
SERAMBINEWS.COM - Bencana tsunami menyimpan berbagai kisah, salah satunya kisah seorang istri yang melahirkan anak ketika tsunami menerjang.
Tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004 silam, menjadi kenangan kelam bagi bangsa-bangsa yang terimbas.
Sama halnya yang dirasakan oleh Aceh, kawasan Serambi Mekkah menjadi salah satu kawasan yang cukup parah ketika tsunami melanda.
Banyak kisah dan pengalaman warga yang selamat dari tsunami, mencari cerita-cerita yang bisa disampaikan kepada orang lain, bahkan gejala alam bukan perkara menyenangkan.
Seperti kisah istri melahirkan ketika tsunami 2004 silam, yang diterbitkan pada Koran Harian Serambi Indonesia, pada hari Minggu (30/1/2005).
Berikut ini kisahnya kami tayangkan kembali kepada Anda.
Baca juga: KILAS BALIK TSUNAMI ACEH 2004 - Penantian Seorang Ayah di Depan Masjid Raya Baiturrahman
BENCANA tsunami yang melanda Asia menyisakan berbagai cerita.
Termasuk cerita seorang pria di Kepualauan Andaman, India bernama Lakhsmi Narain Roy mungkin akan mengenang bencana tsunami dari sudut yang berbeda.
Sebab, bencana yang menenggelamkan ratusan ribu nyawa itu justru membuatnya mendapatkan satu putra baru.
"Minggu pagi itu, saya bangunkan istri saya yang tengah mengandung dan menyediakan secangkir teh hangat untuknya.
Dia baru saja akan meminum tehnya saat kami merasakan getaran hebat.
Seketika istri saya menjerit dan meminta saya mengambil anak pertama kami yang tengah tidur," kenang Narain.
Baca juga: Korban Tsunami Aceh Tinggal di Kolong Jembatan
Secepat kilat Narain menggendong putra pertamanya yang berusia enam tahun keluar dari rumah mereka yang terletak di tepi pantai Teluk Hut, Kepulauan Andaman.
Sedangkan istrinya yang tengah hamil tua mengikuti dari belakang.
"Tiba-tiba istri saya terjatuh dan pingsan.
Namun kemudian dia mendengar orang-orang berteriak, air datang, air datang dan dia berusaha merangkak menuju ke jalan raya dan meminta saya mengangkat putra kami ke atas becak milik saya," tambah Narain.
Setelah menaruh istri dan putranya dalam becak, Narain dengan sekuat tenaga dan secepat mungkin mengayuh becaknya menjauhi pantai menuju ke dataran tinggi yang berhutan.
Di sana Narain setengah menggendong istrinya ke atas bukit setinggi sekitar 50 meter bersama ratusan penduduk lainnya.
Baca juga: Tsunami Aceh dan Cerita SBY, dari Operasi Tanggap Darurat Hingga Berdamai dengan GAM
Narain dan keluarganya melewatkan waktunya beberapa jam kemudian di atas bukit sambil menonton amukan tsunami meluluh lantakkan desanya.
Tak lama kemudian istri Narain mengeluhkan sakit di perutnya.
Pada awalnya Narain mengatakan pada istrinya sakit perut itu pasti akibat terjatuh.
Sebab, bayi mereka baru akan lahir 15 Januari mendatang.
"Tapi dia terus menerus sakit sampai malam hari datang dan bahkan bertambah parah.
Saya menjadi panik dan mencoba mencari pertolongan. Beruntung di antara pengungsi ada seorang perawat," papar Narain.
Sang perawat dengan bantuan beberapa perempuan lain segera menyiapkan alas dari kain yang sempat terbawa.
Baca juga: Dikenang Sebagai Syuhada & Meninggal saat Tsunami Aceh 17 Tahun Lalu, Polisi Ini Ditemukan di RSJ
Kemudian, Namita, istri Narain dibaringkan di atas kain yang di bawahnya sudah diberi dedaunan kering dan rerumputan.
Beberapa pria lalu mencari kain bersih, benang dan air panas.
"Beberapa jam kemudian anak kami lahir namun sang perawat tidak memiliki peralatan lengkap.
Dia berhasil memutus tali pusar dari dalam kandungan istri saya.
Beberapa saat kemudian istri saya kembali kesakitan," tambah Narain.
Karena tak mampu mendapat pertolongan maka Narain turun kembali menuju sebuah pos polisi di Teluk Hut dan mencari seorang dokter.
Sang dokter menyarankan agar Namita dibawa ke rumah sakit secepatnya.
"Pada hari Rabu, kami mengetahui sebuah kapal perang datang namun pelabuhan rusak parah.
Dengan bantuan penduduk saya membawa istri saya dan bayi kami ke atas sampan kecil dan membawanya ke kapal perang itu," paparnya.
Setelah menempuh tujuh jam perjalanan, Narain dan keluarganya tiba di Ibukota Kepulauan Andaman dan Nicobar, Port Blair.
Di rumah sakit istrinya langsung mendapat perawatan dan obat-obatan.
"Dokter yang mengusulkan agar anak kedua kami diberi nama Tsunami.
Kami suka nama itu dan memutuskan itulah nama putra kami. Selain itu, nama ini akan dikenang semua orang." kata Narain sambil tersenyum. (Serambinews.com/Firdha Ustin)
Baca juga: Akan Segera Menikah, Inilah Sosok Pria yang Bakal Jadi Suami Roro Fitria, Berdarah Betawi-Arab
Baca juga: Bantuan Kuota Internet Berakhir Desember 2021, Kemungkinan tak Diperpanjang Tahun 2022
Baca juga: Tetap Pakai Dollar AS Meski Bikin Harga Barang Mahal, Ternyata Ini Alasan Timor Leste