Kilas balik Tsunami Aceh 2004
17 Tahun Tsunami Aceh - Terseretnya PLTD Apung ke Daratan
Salah satu bukti betapa dahsyatnya gelombang tersebut adalah terhempasnya PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) Apung (terapung) milik PLN seberat
Penulis: Yeni Hardika | Editor: Amirullah
PLTD berbentuk kapal itu 'mendarat' ke kawasan Punge Blang Cut yang jaraknya (perhitungan garis lurus) tidak kurang 2,5 kilometer. Masya Allah.
Hingga pekan keempat pasca-bencana tsunami, PLTD Apung itu masih 'teronggok manis' di antara puing-puing bangunan dan bengkalai tsunami di kawasan Punge Blang Cut yang sebelum bencana itu terjadi merupakan kawasan padat penduduk.
Hebatnya lagi, meski 'terlempar' hampir tiga kilometer, tetapi PLTD itu tetap utuh.
"Tak ada kerusakan apa-apa. Kalau pun sekarang difungsikan. masih bisa," kata Ir Subaktian Msc, koordinator Posko Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) kepada Serambi di pendopo Gubernur NAD, Banda Aceh, Sabtu (22/1/2005).

Kisah PLTD Apung tak sebatas menjadi simbol dahsyatnya gelombang tsunami.
Pembangkit listrik itu juga menjadi simbol heroik di tengah bencana yang tak terperikan.
Baca juga: Ustaz Abdul Somad Isi 17 Tahun Tsunami, Nanti Malam di Masjid Baitul Jannah Tungkop
Baca juga: Ini Kisah di Balik Lagu Rafly Kande Berjudul Aneuk Yatim & Ya Robbana, Viral Saat Tsunami Aceh 2004
Paling tidak, sebagaimana pengakuan yang diterima Serambi, ada satu keluarga dari kawasan Punge Blang Cut yang selamat dari hantaman gelombang tsunami, karena PLTD Apung. Lho, kok bisa?
Menyusul gempa dahsyat yang melanda Aceh pada Minggu pagi 26 Desember 2004, Semua orang cemas dan takut.
Semua keluar rumah mencari tempat-tempat yang dinilai aman untuk berlindung dari reruntuhan bangunan.
Adalah keluarga Bang Midun (46) bersama istrinya, Kak Idah (40) dan beberapa anaknya, yang ketika bencana itu menetap di Desa Punge Blang Cut, Banda Aceh.
Ketika gempa, sebagaimana orang-orang lainnya, Bang Midun bersama anak istrinya serta menantu perempuan yang sedang hamil tua berkumpul di luar rumah.
Belum lagi hilang panik akibat gempa, tiba-tiba terdengar jeritan histeris air laut naik.
Semua berlarian mencari selamat, termasuk keluarga besar Bang Midun.
Menurut cerita keluarga dekat Bang Midun yang bertempat tinggal di kawasan Lambhuk Ulee Kareng, di tengah kejaran gelombang tsunami yang maha dahsyat itu, mendadak para korban melihat sebuah kapal diseret gelombang.
Kapal itu diseret dengan posisi melintang.