Berita Banda Aceh
Libatkan Anak BUMN, Kasus Keramba Sabang Dihentikan Kejagung, GeRAK Sebut Ini Preseden Buruk
Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menghentikan kasus dugaan korupsi pada proyek Keramba Jaring Apung (KJA) lepas pantai (offshore)
BANDA ACEH - Kejaksaan Agung (Kejagung) RI menghentikan kasus dugaan korupsi pada proyek Keramba Jaring Apung (KJA) lepas pantai (offshore) di Sabang senilai Rp 45 miliar lebih.
Kasus yang sempah menghebohkan ini dihentikan karena pihak rekanan yang terlibat merupakan perusahaan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Informasi tersebut disampaikan Kepala Kejati Aceh, Muhammad Yusuf melalui Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus), R Raharjo Yusuf Wibisono, dalam konferensi pers di Aula Kejati Aceh, Selasa (4/1/2022).

Konferensi pers itu turut dihadiri Wakajati Aceh, Hermanto dan para asisten.
"Pada medio April (2021), kami melakukan ekspose di Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) di Jakarta.
Hasil eksposnya, perkara tersebut dihentikan.
Kami mendapat pentunjuk resmi dari Direktur Penyidikan, KJA dihentikan," kata Raharjo.
Kabar tersebut sedikit mengejutkan mengingat penyidik Kejati Aceh sudah menetapkan satu orang tersangka dan menyita Rp 36 miliar uang dari PT Perinus dari perkara yang sudah ditanggani sejak Juli 2019 silam.
Raharjo mengungkapkan, salah satu alasan penghentian kasus ini dikarenakan PT Perinus yang kini sudah berganti nama menjadi Perusahaan Umum Perikanan Indonesia (Perum Perindo) merupakan perusahaan milik BUMN.
“Bahwa PT Perinus itu adalah anak perusahaan dari pihak BUMN.
100 persen saham PT Perinus adalah milik negara.
Jadi petunjuk Jampidsus ini negara dengan negara, (dalam pandangan Jampidsus) dari kantong kanan masuk kantong kiri, negara tidak dirugikan,” katanya.
Kemudian, lanjut dia, kesalahan administrasi yang dilakukan para direksi PT Perinus sudah ditindak.
"Semua direksinya ditarik, bahasa kasarnya dipecat," ungkap Raharjo yang diamini Kajati Aceh, Muhammad Yusuf.
Sementara terkait barang bukti berupa uang sebesar Rp 36 miliar yang sudah disita oleh penyidik, Aspidsus Kejati Aceh mengatakan sudah dikembalikan ke PT Perinus yang kini sudah berubah nama menjadi Perum Perindo.
“Dan keramba jaring apung yang ada di Sabang kini sudah ditarik ke Lampung dan dimanfaatkan oleh nelayan di sana.
Jadi barangnya sudah diterima (nelayan Lampung),” ungkap Raharjo.
Menurut Aspidsus Kejati Aceh ini, keramba tersebut tidak bisa dipakai oleh nelayan Sabang karena tidak sesuai dengan perairan laut Sabang.
“Laut di kita airnya deras, tidak cocok,” jelas Raharjo.
Untuk diketahui, sebelum dihentikan, semula kasus ini tertahan dengan tidak keluarnya hasil perhitungan kerugian negara dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI, meskipun Kajati Muhammad Yusuf sudah dua kali menyurati lembaga auditor itu.
Bahkan kabar terakhir, Kajati Aceh mengambil kebijakan dengan mengalihkan audit kerugian negara ke BPKP Aceh.
Sebab, menurut Muhammad Yusuf, dalam penanganan perkara harus ada rasa kepastian hukum dan tidak boleh digantung.
Saat itu, penyidik Kejati Aceh sudah memeriksa lebih kurang 20 saksi.
Di antaranya Sekretaris Jenderal (Sekjen) di Kementerian Kelautan dan Perikanan sekaligus Komisaris PT Perinus, Nilanto Perbowo.
Dalam kasus itu, penyidik juga sudah menetapkan satu orang tersangka, yaitu mantan Dirut PT Perinus, Dendi Anggi Gumilang dan menyita uang sebanyak Rp 36 miliar lebih sebagai barang bukti.
PT Perinus merupakan perusahaan yang memenangkan paket pekerjaan budidaya ikan kakap putih di perairan Sabang dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Perikanan Budidaya KKP RI.
Kontrak pekerjaan dengan motode KJA offshore itu mencapai Rp 45 miliar lebih dari pagu Rp 50 miliar dari DIPA Satker Direktorat Pakan dan Obat Ikan KKP RI tahun 2017.
Dalam mengerjakan proyek itu, PT Perinus menggandeng AquaOptima AS Trondheim, perusahaan asal Norwegia yang bergerak di bidang pengadaan barang dan jasa instalasi bidang perikanan budidaya.
Berdasarkan perencanaan, KJA itu memiliki delapan kolam dengan diameter 25 meter.
Seharusnya pengerjaan selesai Desember 2017 sehingga pada tahun 2018 ditargetkan keramba tersebut bisa difungsikan.
Proyek yang direncanakan akan diresmikan oleh Presiden Jokowi itu ternyata tidak selesai tepat waktu.
Hasil penyelidikan Kejati Aceh ditemukan berbagai dugaan pelanggaran dalam pengerjaan KJA di Sabang.
Di antaranya pengadaan barang dan alat keramba tidak sesuai dengan spesifikasi (spek) yang ada dalam kontrak.
Saat ini, penyidik Kejati sudah menetapkan satu orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek KJA Offshore itu.
Tebang Pilih
Penghentian kasus dugaan korupsi Keramba Jaring Apung (KJA) ini langsung mendapat respons dari Koordinator Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh, Askhalani SH.

“Jika proses penanganan perkara tebang pilih maka modelnya seperti ini.
Harusnya kejaksaan menguji kebenaran penanganan perkara lewat mekanisme hukum di pengadilan dan bukan karena ada sesuatu perkara ini dihentikan,” ucap Askhalani.
Ia menyatakan bahwa tindak pidana yang dilakukan dalam perkara ini sudah terpenuhi unsur-unsur adanya dugaan korupsi yang terencana.
Jika tidak terpenuhi unsur, maka tidak mungkin ada tersangka dan pengembalian keuangan.
“Dan ini menunjukkan adanya intervensi politik hukum dalam penanganan perkara,” ujar Askhalani.
Tebang pilih dalam penanganan perkara, sambung Askhalani, akan menjadi nilai negatif dan hilangnya kepercayaan publik pada lembaga kejaksaan.
Bahkan persoalan ini akan terus menerus menimbulkan dampak panjang.
“Bagaimana publik yakin dengan konsep pemberantasan korupsi yang di jalankan, karena pada satu sisi ada hambatan hukum yang dipertontonkan dan ini adalah preseden buruk dalam pemberantasan korupsi di Aceh dan Indonesia,” demikian Askhalani. (mas)
Baca juga: Kasus Keramba Jaring Apung di Sabang Dihentikan, GeRAK: Jika Tebang Pilih Modelnya Seperti Ini
Baca juga: BREAKINGNEWS - Kejagung Hentikan Kasus Dugaan Korupsi Keramba Jaring Apung di Sabang Senilai Rp 45 M