Opini

Bumi dalam Nestapa

Persoalan ekologi yang nyata di depan mata tampaknya belum menjadi suatu kejeraan berarti bagi manusia

Editor: bakri
zoom-inlihat foto Bumi dalam Nestapa
FOR SERAMBINEWS.COM
Siti Arifa Diana, S. Sos, MA. Alumni Magister Sosiologi di Selcuk University, Konya, Turki

Selain masih gencarnya praktik pembalakan hutan di sejumlah daerah pedalaman Aceh.

Tercatat pada tahun 2019 tutupan hutan Aceh menyusut drastis sebanyak 15.140 hektar.

Dengan demikian kondisi hutan Aceh dalam pantauan Yayasan Hutan Alam Lingkungan Aceh (HAkA) saat ini hanya tersisa sekitar 3.004.532 hektar.

Hal ini dipicu oleh aktivitas pertambangan dan perambahan hutan.

Di samping itu tingginya ekspansi pengembangan lahan sawit, menyebabkan minimnya resapan air, dan memicu erosi pada Daerah Aliran Sungai (DAS) dan anak sungai di sejumlah daerah di Aceh.

Tak heran bencana banjir disertai longsor akan terus bergulir setiap tahunnya, terutama saat musim hujan.

Dari kilas balik ini, kita dapat memahami bahwa selama ini alam hanyalah dijadikan objek eksploitasi yang dapat mengakali manusia untuk bertindak dengan apa maunya.

Dimana konsep pembangunan berkelanjutan dijadikan sebagai moto ala ‘Kapitalisme’ untuk memberikan keseimbangan dalam mobilitas manusia (eks.

infrastruktur, pabrik industri, pemukiman, real estate serta peningkatan proyek migas, batubara, semen dan logam).

Sementara itu, mandetnya regulasi dan penerapan Qanun CSR (Corporate Social Responsibility) di beberapa kabupaten/kota di Aceh sejak 2016, melahirkan gejolak serius bagi tanggung jawab sejumlah perusahaan dalam menjalanan aktivitas pengelolaan sumber daya alam Aceh, sehingga melahirkan konflik dalam tatanannya.

Kita menyadari bahwa, bumi tidak hanya dihuni oleh manusia saja, akan tetapi makhluk hidup lainnya yang juga memiliki hak yang sama di mata Tuhan.

Namun relasi negatif yang telah dibangun manusia terhadap ekosistem, telah menggangu kenyamanan dan keamanan satwa-satwa dalam habitatnya.

Tak heran pemberontakan tak hanya dilakukan oleh manusia dalam menuntut hak mereka, namun satwa-satwa liar di hutanpun melakukan hal serupa, akan tetapi bukan di Gedung Bupati atau di Kantor DPR, melainkan dengan insting mereka sendiri menunjukkan pada manusia bahwa habitat dan populasi mereka sedang dalam ancaman.

Bukti hilangnya respek satwa-satwa liar terhadap perilaku manusia dapat kita telusuri dari berbagai kasus, seperti aksi kawanan gajah liar yang memasuki area pemukiman warga, hingga merusak lahan perkebunan dan rumah milik warga di kawasan Bener Meriah Aceh (2021, Kompas.

com).

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved